Xu Hui

15.3K 988 8
                                    

Atas saran pembaca maka kali ini saya buat agak  panjang ceritanya. Semoga kalian tak muak dan bosan ya ^^

Seminggu berlalu semenjak pertemuan prrtamaku dengan pemuda itu. Bayangan-bayangan dirinya masih dapat kuingat jelas di mataku. Sulit dipercaya, aku yang berumur 21 tahun dimana terperangkap dalam tubuh kecil ini bisa-bisanya jatuh cinta pada seorang pemuda yang tergolong anak-anak ini. Apa aku memiliki kelainan seksual alias maniak lolicon? Aku pun bingung sendiri.

"Hei! Wu Xuihuan . . . Tidak, harusnya Wu Meiniang jangan melamun. Fokus pada bukumu!" Bentak kasim pengajar etika padaku.

Seketika aku tersadar dari lamunanku. Ku tatap buku yang melekat di jariku ini, benar-benar terbalik pantas saja kasim pengajar etika itu berkicau tak karuan. So noisy!

Ku pasang wajah polos tak berdosaku dan jariku membentuk tanda dua. "He he he . . . Peace! Peace!"

"Pi . . . Pi apa?" Tanya kasim itu heran.

Oops aku lupa, ini bukanlah zamanku melainkan zaman dulu. Maka ku tundukkan kepalaku memohon maaf. Kasim pengajar etika itu mengangguk-angguk sambil menutup mata. "Hmm . . . Lain kali jangan berbuat demikian lagi"

Seluruh ruangan menggelegar akan tawa hanya seorang gadis berumur antara tujuh belas tahun hingga delapan belas tahun yang duduk di sudut dengan serius membaca buku di atas meja. Orang yang cukup menarik menurutku.

Sepanjang pelajar aku sesekali menatapnya. Kalau dilihat baik-baik ia memiliki wajah yang tergolong jelita, gerak-geriknya yang agung serta jawaban-jawabannya akan setiap pertanyaan yang dilontarkan begitu penuh percaya diri membuatku semakin tertarik padanya. Oh, jangan salah paham, aku bukan penyuka sesama jenis seperti yang kalian perkirakan, itu hanyalah rasa kagum.

"Hari ini cukup sampai disini. Selanjutnya silakan kalian sendiri menelitinya saja" kasim pengajar etika itu pun meninggalkan ruang utama di perpustakaan.

Setelah kasim itu pergi, kami menuruti petunjuknya. Tetapi ada sebagian yang tak begitu termasuk juga Wei Yilan yang bertindak demikian.

BRAK

Ku edarkan kepalaku menuju pusat keributan. Wei Yilan dan ketiga temannya yang ku tahu bernama Zhang Xiang, Zhou Lihua, dan Wang Yueyin berada di depan gadis yang ku kagumi itu dengan Wei Yilan menggebrak meja.

"Mau apa kau?" Tanya gadis itu takut-takut.

Wei Yilan tersenyum sinis dan berkacak pinggang, "jalang!" Wei Yilan lagi-lagi menggebrak meja. "Beraninya kau merebut bagianku"

"Apa . . . Maksudmu? . . ." Gadis itu hampir menangis di kelilingi orang-orang jahat.

"Apa maksud Yilan?" Zhou Lihua yang bertubuh berisi tertawa melengking, "kau bercanda" tatapannya melotot.

Butiran-butiran air mata mulai membasahi wajahnya yang mulus. Aku tak tahan menyaksikan tindak tanduk ke empat orang tak terdidik itu. Ku gulung lengan bajuku sejajar dengan lipatan siku lalu menghampiri mereka. Ku dorong Wei Yilan menjauh kemudian kuserahkan sapu tangan satinku pada gadis itu

Kemarahan Wei Yilan memuncak. Tapi aku tak gentar, aku maju selangkah kehadapannya menunjukkan keberanianku melawannya.

"Tak bisakah kau bertindak layaknya orang-orang dari kalangan terpandang?" Wei Yilan mengeram marah layaknya seekor harimau, ku tunjukkan lagi keberanianku. "Kalau kau tak menyebutkan alasannya bagaimana orang mengerti? Apa kau bisa mengirim telepati pada mereka?"

"Hei! Wu Meiniang kalau kau tak tau apa-apa janga ikut campur!" Zhang Xiang menyela.

"Benar kata Xiang" Wang Yueyin ikut menyahut.

"Diam kalian!" Bentakku pada keduanya membuat mereka terdiam takut.

Aku sangat mengerti sifat ke tiga orang itu. Layaknya pembully di zaman modern mereka hanya akan menganiaya yang lemah dan takut pada yang kuat, ku pelajari itu dari keadaanku ketika SMP dulu. Ketika aku masih duduk di bangku SMP aku pernah menjadi sasaran bullying para gadis populer. Kalau sekarang dipikir-pikir ada baiknya juga, setidaknya aku dapat mengerti cara mengatasi orang-orang seperti itu. Suara tarikan nafas yang tak beraturan diiringi gerakan menunjukku membuatku kembali pada alam kenyataan. Ku tatap arah yang ditunjuknya ternyata meleset sedikit dari posisiku, Wei Yilan ternyata menunjuk gadis itu.

"Gara-gara dia aku kehilangan kesempatan membanggakan diri!" Pekik Yilan marah.

Aku menahan tawaku yang hampir meledak tak terkendali. Tindak kekanakannya cukup membuatku tersenyum lucu. Ledakan tawa menggelegar mengisi seluruh penjuru perpustakaan ini, dapat kurasakan tatapan heran mengarah padaku. Ku tutup mulutku dengan kedua tanganku agar tak menghasilkan tawa sebesar itu. Tapi hasilnya sia-sia saja malah lebih buruk lagi. Tersinggung, Wei Yilan menaikkan nada bicaranya.

"Apa maksudmu tertawa seperti itu?!"

Ku tahan perutku yang kesakitan, susah payah ku hentikan tawaku, "Abis . . .huff . . .kau sangat konyol . . . Hahaha . . ." Aku tertawa lepas. "Bagaimana bisa kau tahu kalau itu kesempatanmu, sedangkan kau saja tak pernah terlihat berebut menjawab barang sejenak pun? Apalagi memangnya kau bisa menjawab?"

"KAU!?" Yilan melayangkan tangannya.

Ku tutup mataku bersiap menerima tamparan itu dan tentunya pasti kan ku balas suatu hari nanti.

"Apa yang kalian lakukan!?" Suara keras melengking membuatku kembali membuka mataku.

Kasim pengajar etika itulah yang kini sedang bersuara. Ia mendekati kami, "apa yang kalian lakukan disini?!" Kasim pengajar etika itu bolak balik menatap kami bergantian.

Dalam situasi terjepit ini tangan Wei Yilan yang melayang di udara seperti itu semakin memicu kecurigaan kasim itu. Wei Yilan terpaksa mengelus wajahku dan memaksakan seutas senyum di wajah. "Kami sedang bercanda. Benarkan Meiniang?"

Kupasang senyum indahku, "benar Yilan" aku balas mengelus wajahnya.

Seiring kepergian kasim itu, kelompom konyol tukang bully itu pun melongos pergi meninggalkan aku. Buru-buru kubalik badanku mengingat gadis tadi masih menangis sendari waktu lalu.

Gadis itu menatapku dengan pandangan nanarnya yang juga terdapat rasa berterima kasih itu. Aku duduk di sebelahnya mengulurkan tanganku yang disambut olehnya.

"Namaku Wu Meiniang. Apa namamu?" Senyumku padanya membuatnya ikut terhangat dan balik tersenyum juga. "Xu Hui . . . Terima kasih atas bantuanmu . . ."

To be continue . . .

Flower of the HaremTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang