32 | Detransducer (4)

11.3K 1.8K 41
                                    

"Ayahmu yang bertanggung jawab penuh atas penelitian ini," ucap Tuan Kendrick menarik ketiga anak itu dari ruang kekagetannya. "Jadi, kemarikan buku itu!" Jemarinya bergerak-gerak.

Galant mengulurkan buku hijau pada Tuan Kendrick di antara kata ya dan tidak. Namun, otaknya mendadak mengeluarkan perintah agar ia memilih tidak.

"Maaf, kami belum bisa memercayai Anda, Tuan Kendrick," tukas Galant menarik buku itu kembali. Tuan Kendrick terkesiap. Kaget bercampur dongkol.

"Suatu kemustahilan bahwa ayah memberikan perintah yang menentang Perserikatan Internasional." Galant mulai mengintimidasi Tuan Kendrick dengan kalimat interogatifnya. Kini posisi mereka berbalik seratus persen. Tuan Kendrick terpasung di kursi terdakwa, dan Galant naik tahta menjadi sang hakim.

"Tentang lisensi itu, kami jelas tidak bisa menilai keabsahannya sebelum mengonfirmasi secara langsung ke ayah saya," tandas Galant dengan berani. Rei dan Arvin bahkan hanya mampu menjadi pemanis ruangan di pengadilan mini tersebut.

Tuan Kendrick mulai berang. Ia sebenarnya malas berlama-lama membicarakan hal ini dengan anak yang dianggapnya tidak kompeten, "Kalian sebenarnya mau apa?! Ini bukan hal yang patut dibicarakan oleh anak kecil seperti kalian."

"Kami hanya perlu penjelasan," Galant menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari manik mata abu-abu Tuan Kendrick, "apakah yang bapak lakukan adalah sebuah kebenaran? Jangan buat kami menganggap bahwa bapak adalah seorang musuh."

"Itu...," dengan ragu, Tuan Kendrick tak lantas meneruskan ucapannya.

"Nah!" pekik Galant terkesan seperti ketokan palu. Cepat, frontal, dan determinan. "Bapak tidak bisa menjelaskan apapun lagi kepada kami. Sepertinya kami terpaksa mencari jawabannya sendiri. Selamat Siang."

Menyadari bahwa buku hijau adalah kunci dari mulut Tuan Kendrick yang tergembok rapat, Galant sengaja menyitanya lagi. Walaupun ia tak berniat untuk membocorkan rahasia Tuan Kendrick ini ke khalayak umum. Hanya sekadar ingin tahu apa reaksi pria itu apabila ia berpikir bahwa Galant akan melakukannya.

Arvin tersenyum menang ketika melewati tubuh jangkung itu. Ia tak peduli lagi jika akhirnya manusia pucat itu menjadi vampir sungguhan, karena "taring"nya sudah berhasil mereka tumpulkan.

"Oke, kalian menang!" Teriakan Tuan Kendrick seketika menyandung langkah mereka bertiga. Gelagatnya tertangkap oleh ketiga anak tersebut. Bahwa kini pria itu berada di ambang kekesalan atas harga dirinya yang robek.

"Tapi kuperingatkan satu hal," ucap Tuan Kendrick dengan serius, "hentikan mendalami dokumen penelitian di buku hijau itu. Seperti yang pernah kukatakan, keingintahuan dapat membunuhmu, bahkan sebelum kau bisa mengetahui suatu hal. Untuk saat ini, kumohon yakinlah bahwa penelitian ini mempunyai tujuan yang baik. Kalian hanya belum tahu siapa musuh yang sebenarnya."

Ketiga anak itu pun meninggalkan ruang guru dengan perasaan abu-abu. Tak tahu harus menjadi hitam atau putih. Namun aksi Galant yang muncul bagai pembawa petir milik Zeus itu patut mendapat respon cengiran bangga dari Rei, sekaligus sungutan iri dari Arvin. Mereka berdua harus mengakui bahwa Galant telah menjadi pahlawan hari ini. Setidaknya usaha mereka menunjukkan suatu progress yang baik.

"Beberapa hari ini aku telah berpikiran nekat akan membuat Tuan Kendrick menjelaskan perbuatannya. Buku hijau ini mulai kubawa terus ke sekolah. Berjaga-jaga kalau ada momen yang tepat untuk mengungkapnya ke permukaan. Dan hari ini kau sudah membuka kesempatan itu, Rei," aku Galant setelah ditanyai Rei perihal motif di balik perbuatannya yang bagai kejutan ulang tahun itu.

"Well... tapi jangan lupakan pertanyaan baru kita, saudara-saudara sekalian," tukas Arvin membuat wajah serius Galant dan Rei terbentuk kembali.

"Oh, iya," Rei langsung mengerti maksud Arvin, "atas dasar apa ayahmu-maksudku King Cedric-memberi mandat pada Tuan Kendrick untuk menjalankan misi rahasia ini, Galant? Apa sebenarnya tujuan King Cedric? Apakah beliau punya proyek untuk membuat manusia pengendali Hexagon? Padahal itu melanggar undang-undang perdamaian dunia, bukan?" tutur Rei menjelaskan "pertanyaan baru" yang dimaksud Arvin.

"Ya, ya. Ini pelik. Dari dulu, ayah adalah orang yang selalu menyuarakan perdamaian di negeri ini. Bagaimana mungkin kali ini dia akan mengusik hal tersebut dengan transducer. Sayangnya, ayahku bukanlah orang yang terbuka untuk bisa kutanyai tentang hal ini," sambut Galant sambil memegangi dagu. Nampaknya mereka harus menyerah untuk mendapatkan jawaban ini.

Semakin hari, keanehan semakin sering terjadi pada Arvin. Ia semakin sering mendapat sensasi aneh dari kelima inderanya. Mulai dari telinga yang sering berdenging, bulu kuduk yang berdiri tanpa sebab, lidah kebas. Dan yang paling mengganggu adalah pandangan-pandangan yang lebih buram dari realita, namun lebih jelas dari bunga tidur. Dan itu hanya bisa terjadi pada malam hari, terutama tengah malam.

"Arvin!" Rei memutus lamunannya di meja makan. Mengembalikannya ke dimensi kenyataan. Di meja itu ada Nyonya Pitta yang nampaknya sedang menunggu jawaban dari Arvin atas suatu pertanyaan.

"Bagaimana hasil ujianmu?" ucap Nyonya Pitta memperjelas pertanyaannya yang sempat hilang dari pendengaran. Arvin langsung gelagapan. Akhirnya malam itu, ia harus mengaku kalau hasil ujiannya minggu ini benar-benar bobrok. Tidak ada angka yang lebih baik daripada 6 di daftar nilai yang ditunjukkannya pada Nyonya Pitta.

Nyonya Pitta meletakkan uniget Arvin dan menatap mereka berdua dengan tajam. "Aku tidak tahu apa saja yang kalian perbuat belakangan ini. Apa yang membuat kalian sibuk, sampai-sampai jarang belajar dan akhirnya dapat nilai jelek seperti ini, ha?"

Hening seketika merayap, menyiksa kedua anak itu dengan "tangan usil" mereka.

Nyonya Pitta menghela napas, "Tidak boleh nonton TV!" Keduanya diam. Bersiap-siap untuk daftar "do and don't" Mama selanjutnya.

"Tidak boleh ada video games, tidur tidak boleh lebih dari jam sembilan-"

"Ma...," Rei mulai merengek.

Namun Nyonya Pitta seolah tak mendengar suaranya, "Pulang sekolah harus langsung ke rumah, tidak ada ke rumah teman-"

"Kalau kami harus kerja kelompok?" sahut Arvin.

"Kerjakan secara online. Buat apa mama bayar tagihan mahal-mahal kalau internet tidak digunakan untuk hal yang bermutu. Oh, iya. Mama juga akan selalu mengecek kegiatan kalian di internet. So, don't ever try to fool me!" Keputusan Nyonya Pitta sudah final. Sekarang giliran Rei dan Arvin yang dipenjara setelah Sora.

Di dalam kamar Arvin, diam-diam mereka masih suka membahas transducer dengan dalih belajar bersama. Arvin bercerita bahwa ia merasakan sebuah energi yang semakin hari semakin tumbuh di dalam dirinya, lengkap dengan tanda-tanda yang sama sekali tidak wajar. Ia meyakini suatu ketakutan akan terjadinya bencana, apabila ia gagal mengendalikan kekuatan itu. Bukti empirisnya adalah pengalaman pertama Arvin dalam menghanguskan rumah Rei pada waktu itu. Arvin tak menyangka ia akan berurusan dengan bom waktu. Dan bom itu adalah dirinya sendiri.

<<<>>>



=== dipublikasikan pada 17 September 2015 ===

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang