69 | Spektrum Warna (5)

10K 1.5K 99
                                    

<<<>>>

Sasaran demi sasaran tumbang. Namun manusia terbang--yang sekarang lebih mirip Batman, minus dua kuping di kepala dan lingkaran kuning di dada--seakan tak ada habisnya memberondong tempat itu dengan peluru bundar mereka. Polisi Kentaro terengah-engah sambil menyembunyikan diri di sisi gedung perumahan yang tengah ia garap. Panggilan masuk dari earphone membuatnya harus berhenti sejenak. "Agen 32 masuk."

"Kau dialihtugaskan. Kembali ke markas secepatnya!"

"Siap!" Tanpa ba-bi-bu, sambungan telepon itu terputus. Ken mau tak mau harus keluar dari zona aman. Namun sayang, kakinya segera terhenti saat sesosok manusia kelelawar muncul tak terduga. Refleks, ia menekan pelatuk pistol. Namun sepertinya ini adalah hari sial Ken. Ia kehabisan amunisi. Impuls di otaknya segera berputar menuju plan B. Tubuh pemuda itu langsung merunduk dan melesat ke samping kanan, menghindari sodoran senjata tangan milik manusia terbang. Dan dalam gerakan lambat, tangan kanan Ken mengeratkan genggaman di pegangan pistol, menghantamkan benda itu sekeras mungkin ke tengkuk manusia terbang dari arah belakang. Ken berhasil dalam percobaan pertama. Sebentar, ia mengecek kesadaran manusia terbang yang mengambruk ke tanah dengan kaki. Dan segera setelah ia yakin, Ken segera mengisi ulang revolvernya dan beranjak pergi.

"Sebenarnya aku sudah memprediksikan bahwa kalianlah yang keluar sebagai pemenang." Tuan Kendrick berkata, "Sesuai dengan nama Saturnus yang kami berikan."

Rei mengernyit tidak paham, sementara Tuan Kendrick melanjutkan, "Sampai sekarang aku juga masih tak habis pikir. Bagaimana bisa semua ini terjadi, kalau bukan kehendak takdir. Coba kalian ingat berapa urutan Saturnus dalam tata surya kita!"

"Enam." Belva menjawab tanpa pikir panjang. Lalu segera meneruskan kalimatnya, "Seingat saya Saturnus juga punya awan segi enam yang unik di bagian kutubnya."

Tuan Kendrick mengangguk setuju. "Yup, awan heksagonal. Lagi, jumlah kalian yang terpilih ada berapa?"

"Enam." Arvin giliran menjawab. Tanpa berpikir kritis pun semua orang juga bisa menjawab.

Tuan Kendrick tertawa lebih lebar. "Pembagian warna pelangi?"

Carrie mengernyit karena menemukan suatu kejanggalan. "Tujuh?"

"Uh-huh." Tuan Kendrick menggeleng. "Enam. Selama ini indigo atau nila tidak terbukti bisa diobservasi di dalam spektrum cahaya tampak. Jadi, mereka tetap enam. Sejak kenal Hexagon aku jadi tergila-gila dengan angka enam, entah kenapa." Pria itu menyeka sudut matanya yang basah. Arvin benar karena sudah menganggapnya gila. Pria itu menertawakan hal yang tidak lucu. Atau berusaha menciptakaan suatu insiden lucu, tapi sayangnya gagal?

"Kalau begitu, benar kata Nico? Bapak menentukannya hanya karena suka dengan angka enam?" tanya Rei sambil membenahi posisi kacamata.

"Tentu tidak, Davski." Wajah Tuan Kendrick mulai kembali serius. "Hanya kalian berenamlah yang memenuhi semua kriteria inklusi. Mulai dari tes DNA sampai hasil simulasi. Makanya aku bilang, ini mungkin sudah direncanakan oleh takdir. Bakat kalian sudah tertulis, termaktub, jauh di dalam kombinasi basa nukleotida DNA tiap individu. Kami hanya bertugas menyeleksi siapa saja yang bisa menjadi transducer. Serta siapa saja yang hatinya siap untuk itu. Dengan begitu tidak semua anak yang bisa menjadi transducer, kami pilih.

"Selain itu, kami juga harus menyuntikkan serum agar tubuh kalian bisa menerimanya sebagai kekuatan asing. Dan serum Hexagon sudah bercampur dengan kristal piezo alami kalian di sini, di dalam dahi, alias mata ketiga, atau secara anatomi, dokter menyebutnya pineal gland. Kalian mengontrolnya dari situ.

"Oh, masih ingat vaksinasi tempo hari? Belakangan diketahui kalau kasus pandemi itu adalah ulah musuh. Tapi kami memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengambil sampel DNA, tanpa kalian curigai."

Rei jadi ingat kejadian di laboratorium klinik Biologi. Jadi selama ini dirinya terkena efek plasebo? Hal yang tidak benar-benar terjadi, namun karena otak memercayainya, seolah-olah rasanya seperti nyata. Rei merasa sakit, seperti orang yang habis divaksin.

"Lalu untuk masalah dokumen itu," Galant menyambar pertanyaan, "apakah Anda sengaja menaruhnya di perpustakaan?"

Tuan Kendrick menggaruk pipinya yang tidak gatal. Entah kenapa ia selalu merasa diinterogasi jika berbicara dengan Galant. "Ya, itu adalah kesalahanku. Aku sengaja membuat backup file yang tidak biasa. Maksudku, di zaman sekarang sudah tidak ada lagi orang yang berkunjung ke perpustakaan hanya demi mencari buku klasik. Aku kira dia akan aman di sana. Lagipula tertumpuk bersama buku lain, akan membuatnya seperti jarum di antara tumpukan jerami. Sampai kau menyadarkanku bahwa stereotip itu salah. Matamu terlalu jeli, Nak. Ngomong-ngomong, kau masih menyimpannya, kan?"

Pemuda pirang itu mengangguk. "Kurasa Anda tidak perlu risau, karena saya yakin tidak satu pun orang akan mengerti. Bahasa Anda benar-benar aneh. Saya hanya paham bahwa lembaran lepas itu mengulas penelitian tentang Hexagon. Saya benar-benar menyerah ketika mulai membaca halaman kedua."

Tuan Kendrick tertawa puas. "Kau harus membedah isi otakku untuk tahu bahasa yang kuciptakan sendiri. Aku menyebutnya Kendlid. Kendrick Linguistik Design."

Mata Arvin mengerling ke kanan. Sisi lain dari Tuan Kendrick yang berantakan membuatnya merasa meh. Apakah pria itu patut mencela ayahnya, kalau dia sendiri juga ceroboh meletakkan buku sepenting itu? Artinya, tidak ada manusia yang cukup sempurna untuk merendahkan orang lain, bukan?

<<<>>>

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang