43 | Dalam Kegelapan (1)

12K 1.6K 143
                                    

<<<>>>

Langit tak mampu berbohong. Arakan awan hitam tumbuh di pertengahan bulan Agustus. Membendung rintik kepedihan yang tak jua tersampaikan. Dalam naungannya, sebuah peti kayu siap disemayamkan ke dalam sarung tanah. Sisanya, gelap yang akan mengantarkan jasad seorang pria untuk terpisah dari dunia yang telah selesai ia jejaki.

Berpuluh-puluh pakaian hitam melukis garis kelam di sekujur tempat itu. Semua bergeming kecuali bunga-bunga kamboja, turut jatuh bersama air mata yang tak puas menciumi sang kulit bumi.

Kontras dengan ibunya, Sora duduk di samping Rei tanpa mengeluarkan suara pilu sehembus pun. Namun, cahaya terang seakan telah ditarik keluar dari sorot mata cokelatnya.

"Seorang ksatria telah pulang hari ini." Pidato bersuara khas terlantun dari balik jenggot tebal milik King Cedric. Ia berdiri menghadap hadirin yang sebagian besar terdiri dari anggota kepolisian dan militer Soteria, serta beberapa teman Sora yang datang untuk berbelasungkawa. "Sekuat apa pun seorang pahlawan, sebaik apa pun seorang sahabat, setegar apa pun seorang suami, dan sewibawa apa pun seorang ayah, tak akan pernah sanggup meloncati takdir. Inilah tujuan terakhir perjalanan panjang seorang manusia."

Hanya itu petikan ceramah yang mampu Rei cerna. Pikirannya benar-benar penuh. Bayangan di detik-detik terakhir bersama Tuan Wira membuatnya kembali resah. Sora menjadi "adik" baru yang harus dia "popoki". Dan memangnya, apa yang seorang Rei bisa lakukan? Lebih-lebih, jika dia masih harus meyakinkan mamanya tentang keadaan Arvin yang serba tidak jelas sekarang.

Kejadian tadi malam memang benar-benar merobek ketenangan. Kemunculan Galant di pesta, gerombolan Nico yang merusak huru-hara, hingga rahasia besar Arvin yang terkuak, serta berujung pada kehadiran Gavan tanpa disangka-sangka. Setelah ini, dunia Rei pasti tidak akan pernah berputar dengan cara yang sama.

Tepukan di bahu membuat pemuda berkacamata itu meloncat keluar dari sangkar pikiran. Ia menoleh pada Belva yang mengajaknya mengikuti langkah jemaah lain ke tengah pemakaman.

Hati Rei serasa teriris melihat Sora yang hanya berdiam diri di hadapan peti saat diturunkan ke dalam liang lahad. Tak seperti anggota keluarga yang lain, gadis itu hanya berdiri bagai patung lilin. Rei kagum pada ketegaran anak itu. Sejenak Rei sadar jika rasa kehilangan terhadap ayahnya sendiri tak sebanding dengan apa yang Sora rasakan. Gadis itu sudah pasti kehilangan harapannya untuk melihat sosok seorang ayah lagi.

<<<>>>

Kabut membentuk selimut abu-abu. Di sela kerapatan udara tersebut, puluhan piringan hitam sebesar meja makan melayang-layang dengan stabil. Piringan-piringan itu memancarkan gelombang elektromagnetik dua arah menuju langit dan bumi yang digunakan sebagai medium pertahanan.

Sementara jembatan besi kokoh dari berbagai arah saling menyatu ke arah tengah, menjadi lahan setapak menuju gedung utama.

Jalanan yang merengkuh jurang dalam bagai tanpa dasar itu telah dihinggapi oleh helikopter Gavan. Menjadi tawanan, Arvin nampak dibopong ke luar oleh Tora dengan mata tertutup dan badan terlilit tali.

Sebuah pintu hitam besar kokoh menyambut Gavan, Zamira, dan Tora. Setelah melewati dua penjaga besar yang membukakan pintu, akhirnya mereka mampu mencium aroma kehidupan di dalam istana tersebut.

Desain dalam gedung utama ini bertolak belakang dengan apa yang terlihat secara superfisial. Selain warna gelap yang mendominasi, mozaik dinding kaca beraneka rupa geometri mengingatkan mereka pada bangunan tempat suci serupa katedral. Hanya saja, ujung ruangan itu bukanlah tempat bagi uskup untuk memimpin para jemaat, namun sebagai sarana Dvhl untuk duduk menyilangkan kaki, menyender ke samping sandaran singgasana sambil mengelus dagu. "Welcome home, Heroes of The Light."

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang