Rea...
Kenapa nama itu terdengar begitu tidak asing ditelinga Gwen? Siapa sebenarnya Rea? Gwen menatap punggung Ben yang perlahan menjauhinya, berjalan menuju taman belakang. Mungkinkah Rea adalah mahasiswinya? Jika iya kenapa Ben harus pergi hanya untuk menerima telpon dari mahasiswinya?
Selama lima tahun pernikahannya, tak pernah sekalipun Gwen mencurigai Ben. Selama ini Ben selalu bersikap baik tanpa cela didepan Gwen. Ben selalu bersikap sebagai suami yang bertanggung jawab, perhatian dan hangat meski pernikahan mereka pada awalnya sama sekali tidak didasari oleh cinta. Ya... Ben dan Gwen menikah atas permintaan kedua orangtuanya. Gwen yang saat itu tidak memiliki kekasih mengiyakan saja permintaan mamanya untuk dijodohkan dengan Ben, toh saat itu usia Gwen sudah dua puluh lima tahun dan Gwen sama sekali tidak berniat mencari suami denga cara orang kebanyakan. Gwen terlalu sibuk mengejar mimpinya, hingga ia nyaris tak ada waktu untuk memperhatikan kehidupan asmaranya hingga Ben datang dan menjadi suaminya. Gwen sendiri tak pernah mempertanyakan tentang motif Ben menerima perjodohan mereka. Bagi Gwen apapun motif Ben asalkan ia bersikap baik pada Gwen dan tidak mengkhianati pernikahan mereka, Gwen tak akan pernah memusingkannya hingga sebulan belakangan Gwen mulai memusingkannya.
Ben yang dikenalnya perlahan berubah. Sebulan belakangan Ben seperti kehilangan pijakannya. Lelaki itu sering kali tidak fokus dan meski selama ini Gwen memilih diam, tapi Gwen selalu memperhatikan. Gwen memang tidak ingin terlalu mencampuri urusan pribadi suaminya selama semua itu wajar, tapi jika mulai tidak wajar haruskah ia tetap diam?
*
"Ya Rea,"
Ketika suara Ben menyapa organ pendengarannya, Rea yang setengah melamun langsung tersentak dan kembali kedunia nyata. Cepat-cepat ditenangkannya lagi hatinya yang porak-poranda dan kembali meneguhkan tekadnya. Sudah lima tahun dan itu sudah cukup bagi Rea menyadari semuanya. Ia tidak ingin bertahan lebih lama lagi dan selalu terluka. Biarlah untuk kali ini ia mengikuti akal sehatnya, alih-alih hatinya. Tapi mungkinkah selama ini hatinya menyesatkannya? Tidak... tidak... hatinya tidak pernah menyesatkannya. Hatinya mengatakan apa yang sebenarnya kalau Rea mencintai lelaki ini.
"Besok kamu ada acara? Aku mau bicara," ujar Rea tanpa basa-basi.
Selama sesaat tak terdengar jawaban diseberang sana. Hanya suara napas Ben yang menandakan kalau sambungan telpon mereka belum terputus hingga akhirnya Ben menghela napas panjang dan menyebutkan tempat dan waktu dimana mereka akan bertemu besok. Kemudian tanpa basa-basi lagi, Rea memutuskan panggilan telponnya.
"Semuanya akan baik-baik saja," sebuah suara yang begitu familier membuat Rea menoleh kesebelah kanannya, dimana Bara duduk dikursi pengemudi dan menatapnya lekat-lekat. Entah kenapa, sejak bertemu dengan Bara, Rea seolah merasa ditelanjangi dengan tatapan mata Bara. Seolah hanya dengan menatapnya saja, Bara bisa tahu semua isi hati Rea. Mungkinkah karena itu Rea begitu terbuka dengan Bara? Entahlah... yang jelas saat ini Rea hanya ingin menjalani hubungannya dengan Bara, seperti yang telah dipilihnya.
"Thanks, Bar" gumam Rea.
"Anytime, Rea. By the way, mau langsung pulang atau makan dulu?"
Makan yang dimaksud Bara disini adalah pergi kerumahnya dan masak bersama dengan Bara untuk kemudian makan berdua sambil ngobrol. Kegiatan yang menyenangkan sebenarnya dan semenjak beberapa minggu belakangan, Rea menghemat uang belanja ibunya dengan makan malam hampir tiap hari dirumah Bara. Tapi untuk malam ini Rea hanya ingin sendiri.
*
Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Rea hanya diam padahal biasanya gadis itu akan bercerita tentang bangunan yang tengah ia rancang ataupun kunjungannya kelokasi proyek dan sebagai balasannya Bara akan menceritakan persidangannya hari itu. Tapi malam ini Rea asik dengan pikirannya sementara Bara asik mencuri-curi pandang pada Rea.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Mask
General FictionBagi Rea, Bara adalah pilihan paling rasional dalam hidupnya. Setidaknya memilih Bara tidak akan membuatnya menjadi orang ketiga dalam pernikahan orang lain sekaligus akan membahagiakan kedua orangtuanya. Setidaknya itulah yang ada dalam benak Rea...