Dua Belas (END)

735 32 0
                                    


Sejujurnya Ben tak bisa menggambarkan bagaimana perasaannya ketika suster memberitahunya bahwa Gwen mencarinya. Ben tahu kalau sejak beberapa jam lalu Gwen sudah sadar dan kondisinya pun telah stabil, tapi Ben tidak memiliki keberanian untuk menemui Gwen. Sebut saja ia pengecut, karena itulah kenyatannya. Ben takut menemui Gwen karena sejujurnya Ben takut diceraikan, karena sampai kapapun Benjamin Notodiningrat tidak akan pernah ikhlas jika harus bercerai dengan satu-satunya wanita yang ia cintai dengan tulus, Gwen, istrinya.

Ben akui... hubungannya dengan Rea selama ini bukan dilandasi karena cinta. Karena toh sejak dulu Ben tak pernah mencintai Rea sebagaimana Rea mencintainya. Ben hanya merasa berharga didekat Rea karena perempuan itu memujanya. Dan begitu Ben menikah dengan Gwen, Ben tidak sanggup kehilangan pemujaan itu dari Rea. Karena itulah ia mengambil langkah egois itu. Langkah egois yang memuaskan ketamakannya. Ia menipu Rea, perempuan yang memujanya dan membohongi Gwen, wanita yang sangat dicintainya.

"Sampai kapan kamu mau diam disitu, mas?" tanya Gwen saat Ben hanya berdiri didepan pintu tanpa berniat untuk masuk. Ben yang tersadar dari lamunanya hanya mampu menundukkan kepalanya dan melangkah mendekati Gwen. "Kamu sudah melihat putri kita?" tanya Gwen basa-basi karena Gwen tahu kalau Ben bahkan sudah menamai putri mereka dengan nama yang sudah mereka sepakati sebelumnya. Masih dengan menunduk, Ben mengangguk membuat Gwen menghela napas berat.

Tadi saat terbangun yang ada dalam pikiran Gwen hanyalah satu, bahwa keluarganya lengkap sekarang. Ia memiliki suami dan juga seorang anak yang begitu ia dambakan, meski kedua orangtuanya tidak bisa hadir disini karena keduanya telah dipanggil oleh Tuhan tiga tahun yang lalu. Dengan pikiran bahwa keluarganya sempurna, Gwen menggendong dan menyusui putrinya untuk pertama kali. Namun pikiran bahagia bahwa keluarganya telah sempurna mendadak menguap saat Gwen mengingat penyebab ia melahirnya beberapa hari lebih cepat. Ya... penyebabnya adalah perselingkuhan Ben. Perselingkuan suaminya yang kini tengah duduk disebelahnya sambil menundukkan kepala dalam-dalam.

"Gwen..."

"Mas..."

Tanpa sengaja Gwen dan Ben saling memanggil pada saat bersamaan, namun alih-alih tertawa seperti pada umumnya, Ben justru menunduk semakin dalam sementara Gwen hanya mampu terdiam. Usai menghela napas berkali-kali dan menguatkan hatinya, barulah Gwen kembali bicara.

"Bicaralah dulu, mas" pinta Gwen hati-hati. Entah apa yang hendak dikatakan Ben tadi. Apakah lelaki itu akan menceraikannya dan memilih Rea? Mengingat kalau ia lah orang ketiga disini, karena sejak awal Gwen tahu, Ben cukup dekat Rea dan tidak menutup kemungkinan bukan kalau Ben dan Rea sama-sama saling mencintai sejak dulu? Jika memang begitu kenyataannya, maka Gwen lah orang ketiga disini, bukan Rea.

"Kalau kamu mau minta cerai dari mas silahkan Gwen, mas ikhlas karena memang mas sudah tidak pantas lagi menjadi suami kamu," ujar Ben pelan, nyaris berbisik hingga Gwen hampir saja tidak bisa mendengar kalau seandainya suasana rumah sakit tidak benar-benar hening karena saat ini masih jam tiga pagi.

Gwen terenyak. Apa maksud Ben?

"A... Apa maksud, mas?" tanya Gwen bingung. Sejujurnya bukan kalimat seperti yang Gwen sangka akan keluar dari bibir Ben. Gwen mengira kalau Ben akan menceraikannya begitu ia melahirkan dan cukup sehat. Karena itulah Gwen memutuskan untuk memanggil Ben sekarang, karena sejujurnya Gwen sudah lelah terombang-ambing seperti ini.

Ben yang semula menuduk dalam akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap Gwen bingung.

"Bukankah kamu ingin minta cerai dari mas?" tanya Ben bingung.

"Justru aku yang berpikir kalau mas akan menceraikan aku,"

"Kenapa mas ingin menceraikan kamu? Mas lah yang bersalah disini, sudah sepantasnya kamu lah yang memutuskan,"

Her MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang