Bersikaplah dewasa, Rea. Kita harus segera bertemu dan menyelesaikan semuanya.
Rea terdiam, mata perempuan itu menatap lekat-lekat layar smartphone-nya yang memunculkan sebaris pesan singkat yang dikirimkan Ben beberapa malam yang lalu. Tepatnya malam ketika akhirnya Rea memberti tahu Ben kalau ia sudah bertunangan. Rea mengerang dalam hati. Apakah ia bersikap kekanak-kanakan sekarang? Tanya hatinya yang hanya sia-sia karena Rea sendiri tak memiliki jawabannya. Rea sendiri pun tak mengerti bagaimana perasaannya kepada Ben maupun Bara. Ben, lelaki yang sudah ia kenal sejak usianya lima tahun dan merupakan orang pertama selain keluarganya yang mampu menembus lapisan hatinya hingga berdiri paling dekat dengan hati yang selama ini ia sembunyikan dibalik topeng datarnya. Sementara Bara... well, Rea sendiri bingung harus bagaimana mendeskripsikan lelaki itu. Sejak usianya sepuluh tahun hingga beberapa malam yang lalu, Rea tak pernah menangis didepan orang lain. Kalaupun Rea menangis, perempuan itu hanya melakukannya ketika ia benar-benar sendiri, itupun jarang sekali. Tapi beberapa malam yang lalu, dengan mudahnya seolah apa yang ia lakukan selama ini tak ada gunanya, Rea menangis dipelukan Bara. Sesuatu yang tak pernah ia lakukan bersama keluarganya maupun Ben yang notabene telah berada dalam hidupnya sejak bertahun-tahun lamanya.
Tanpa sadar dengan tatapan menerawang, Rea memutar-mutar smartphone-nya di tangannya. Kini pikiran perempuan itu melayang entah kemana, hanya tubuhnya yang masih berada di ruang keluarga rumah Bara hingga Rea sama sekali tak menyadari kalau sejak beberapa menit yang lalu dari pintu kamarnya, Bara mengamati Rea yang tengah melamun sambil memutar-mutar smartphone-nya.
Apa yang ada dalam kepala cantikmu itu Rea? Tanya Bara frustasi. Memang, sejak Rea kehilangan pengendalian dirinya beberapa malam yang lalu hingga pada akhirnya justru menangis dalam pelukannya, perempuan itu seolah berada di dimensi yang berbeda. Rea lebih banyak diam dan melamun. Mendadak saja Rea yang dulu begitu menyenangkan dan easy going menghilang. Meninggalkan sosok Rea yang hobi melamun.
Sebenarnya Bara sekali lagi merasa tertampar ketika akhirnya Rea menumpahkan air mata dalam pelukannya karena hingga detik ini, Bara tak bisa membalas apa yang telah Rea berikan padanya. Sebentuk kepercayaan.
Hingga detik ini pun, saat menatap Rea tengah dalam kebimbangannya sendiri, Bara masih enggan untuk berbagi rahasianya pada Rea seperti yang pernah gadis itu lakukan. Jangankan berbagi rahasia, untuk menceritakan motifnya menerima pertunangan mereka pun Bara masih enggan. Menurut Bara saat ini bukan waktu yang tepat meski Bara tahu, Rea begitu ingin tahu motifnya sejak dulu.
"Kenapa diam disitu, Bar?" tanya Rea menyadarkan Bara dari lamunannya. Bara hanya tersenyum dan menghampiri Rea, dengan santainya Bara duduk disebelah Rea hingga lengan mereka bersentuhan.
"Apa yang sedang kamu pikirkan? Sepertinya kamu ada masalah?" tanya Bara tanpa berniat menjawab pertanyaan Rea sebelumnya. Rea mengangguk dan menghela napas berat. Lagi-lagi dengan mudah ia mengakui semuanya pada Bara.
"Nih," ujar Rea seraya menyodorkan smartphone-nya. Dengan bingung Bara mengambil smartphone Rea dan membaca sebuah sms yang sedari tadi terbuka. "Ben ingin meminta penjelasan," tambah Rea ketika Bara menyerahkan kembali smartphone-nya.
Lagi-lagi Ben. Sampai kapan lelaki itu akan berada dalam hubungannya dengan Rea? Meski harus Bara akui, ia sendiri tidak tahu hubungan jenis apa yang ia miliki bersama Rea. Yang Bara tahu, Bara merasa nyaman di dekat Rea dan selalu ingin melindungi gadis itu karena Bara tahu, dibalik semua kedataran Rea, gadis itu menyembunyikan hatinya yang rapuh dan mudah pecah. Dan mungkin saja saat ini Ben menanyakan hal yang sama, sampai kapan Bara akan berada dalam hubungannya dengan Rea mengingat Bara-lah sang pendatang disini, bukan Ben.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Mask
General FictionBagi Rea, Bara adalah pilihan paling rasional dalam hidupnya. Setidaknya memilih Bara tidak akan membuatnya menjadi orang ketiga dalam pernikahan orang lain sekaligus akan membahagiakan kedua orangtuanya. Setidaknya itulah yang ada dalam benak Rea...