Tiga

716 36 0
                                    

"Dasar lelaki angkuh dan arogan yang tidak tahu diri!" maki Rea pelan saat perempuan itu duduk dengan manis diruang tunggu lobi kantornya padahal jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Kalau saja lelaki angkuh itu tidak memaksa untuk menjemputnya meski Rea sudah berulangkali bilang kalau ia bawa mobil, saat ini Rea pasti sudah berada dirumahnya dan bergelung dengan nyaman di tempat tidurnya, bukannya terdampar disini dan dicuri-curi pandang setiap beberapa menit sekali oleh Pak Giman satpam kantor yang terkenal genit itu.

Siang tadi setelah salah memanggil Ata, 'tunangannya' dengan 'sayang', Ata mengajaknya makan malam. Katanya lelaki itu ingin membicarakan tentang rencana pernikahan mereka dan memang karena Rea sudah menunggu-nunggu Ata untuk mengubunginya, Rea langsung mengiyakan begitu saja ajakan Ata. Tapi dasar lelaki angkuh yang sangat arogan, alih-alih membiarkannya pergi sendiri ke tempat pertemuan mereka, Ata malah memaksa untuk menjemputnya dengan alasan ia tidak suka membiarkan calon istrinya mengemudi malam-malam. Untung saja Rea sedang malas berdebat tidak jelas dengan lelaki yang baru dikenalnya meski sudah berstatus tunangannya, jadi Rea memutuskan untuk membiarkan saja Ata menjemputnya walau besok pagi ia terpaksa menumpang mobil papanya untuk pergi ke kantor.

"Udah lama sayang?" tanya Ata, Barata yang mendadak saja sudah berdiri didepan Rea sambil tersenyum separuh sementara Rea sudah siap meledak marah karena dibiarkan menunggu dua jam lamanya.

"Dan sebelum kamu ngomel, aku mau minta maaf tadi macet banget dijalan jadi aku telat jemput kamu disini," tambah Ata yang langsung membungkam omelan Rea yang belum sempat keluar. Rea hanya menghela napas panjang. Entah kenapa, Ata yang ada dihadapannya sungguh berbeda dengan Ata yang ditemuinya beberapa hari yang lalu. Ata yang bersamanya saat ini kelihatan begitu menyenangkan dan hangat, tipikal lelaki yang banyak dikejar-kejar perempuan, sementara Ata versi beberapa hari yang lalu, yah... meliriknya pun Rea malas.

"Kalau mau bicara, bicara saja Rea. Nggak usah ngelihatin aku sampe segitunya," komentar Ata sambil lalu ketika pemuda itu telah duduk dibalik kemudi Mitsubishi Mirage-nya. Rea mendengus kesal. Sejak kapan sih ia mudah dibaca seperti ini?

"Kamu benar-benar Ata kan?" tanya Rea memutuskan untuk menanyakan apa yang berkecamuk dalam kepalanya. Kalau ia ingin hubungannya dengan Ata berjalan dengan baik, maka ia harus mulai jujur dengan apa yang ada di benaknya, meski Rea tidak menyukai gagasan itu.

Saat Rea memanggil Ata dengan 'Ata', pemuda itu tampak tidak nyaman, namun pemuda itu memutuskan untuk menjalankan mobilnya terlebih dulu sebelum menjawab pertanyaan Rea sekaligus menjelaskan alasan ketidaknyamanannya.

"Ya, aku benar-benar Ata. Memang ada berapa Ata yang jadi tunangan kamu didunia ini, Rea?" tanya Ata sarkastik. Rea hanya mengangkat kedua bahunya dan memutuskan untuk menunda pertanyaannya karena Rea tahu, Ata belum selesai bicara. "Dan Rea, karena kita akan berhubungan lebih dekat, tolong jangan panggil aku 'Ata'. Cukup kedua orangtuaku yang memanggilku Ata, jangan ditambah kamu," tambah Ata yang langsung disambut tawa terbahak-bahak Rea.

Dugaan Rea beberapa hari yang lalu tepat. Mana ada lelaki normal semanly Ata mau dipanggil Ata, nama yang nota bene terdengar imut itu.

"Sudah selesai ketawanya?" tanya Ata jengkel ketika tawa Rea reda.

"Sudah," jawab Rea yang langsung disambut dengusan jengkel Ata. "Lalu aku harus manggil kamu siapa? Barata?" tanya Rea. Rea bersyukur dalam hati, setidaknya perjumpaan pertamanya-atau mungkin kedua?-dengan Ata berdua saja tidak berjalan dengan kaku. Ia pikir pertemuan pertamanya dengan Ata hanya akan berlangsung beberapa menit dengan sedikit percakapan singkat diantara keduanya mengingat sikap angkuh dan dingin Ata dihari pertunangan mereka dan juga Rea sendiri tidak terlalu suka berakrab-akrab ria dengan orang yang tidak membalas keakrabannya.

Her MaskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang