Only Learned Bad Things - part 2

2.5K 23 3
                                    

(Cheonsa POV)

       “Kenapa kita harus kesini sih?” Keluh Baro saat aku mengajaknya ke toko aksesoris.

       “Karena aku menginginkannya. Ayolah.. Please...” Akhirnya Baro mengangguk dan mengikuti langkahku memasuki salah satu toko aksesoris.

       Wah, semua barang di toko ini semuanya lucu dan cantik. Gelang, anting, kalung, semuanya cantik-cantik.

       Baro mengambil salah satu jepitan rambut bentuk pita berwarna pink yang terpajang disana. Aku melihat kearahnya heran. Kemudian dia menyibakkan sebagian poni-ku dan memasangkan jepitan pita itu di rambutku, “Yang ini cocok untukmu.”

        “Jeongmal? (Benarkah?)”

       Kutanya seperti itu Baro malah terlihat kesal dan meletakkan kembali jepitan bentuk pita itu ditempatnya semula. “Ya sudah kalau kau tak percaya.”

        Baro jagi, kenapa kau sensitif sekali sih? Aku kan bertanya ‘jeongmal’ bukan karena meragukan pilihanmu. Aku hanya ingin kau memujiku cantik atau manis. Bukan hanya sekedar ‘cocok untukmu’. Sabar Cheonsa... sabar.. Bukankah kau sendiri yang ingin menjadi yeojachingu-nya Baro?

       Aku mengambil bando bunga-bunga berwarna pink yang tergantung tak jauh dari tempatku berdiri. Aww, cantik sekali. Aku mencoba memakainya dan melihat pantulan diriku di kaca. Tidak buruk. Rasanya aku pantas sekali memakai ini seakan-akan bando ini memang dibuat hanya untukku (apasih!).

       “Ba....” Aku melirik ke sampingku. Tidak ada! Baro tidak ada disampingku. Ah, ternyata dia sudah ngacir sendiri ke bagian gelang dan jam tangan. “Baro!”

       Baro langsung melihatku begitu kupanggil. Tapi tatapannya itu lho, seakan-akan suaraku hanya mengganggu kesenangannya saja. Iih, melihat dia kesal seprti itu aku jadi ingin mencubit pipinya, hhi. Aku memakai bando yang tadi kupilih kemudian menunjukkan aegyo (keimutanku) padanya. “Yang ini bagus tidak?”

       Sreet, tatapan tajam itu lagi. “Hmm... yeoppo (cantik).”

       Yeoppo? Tadi dia bilang cantik? Itu memang respon yang kuharapkan sih. Tapi dia hanya berkata yeoppo setelah itu dia langsung berbalik dan kembali sibuk dengan jam tangan-jam tangan yang terpajang disana. Ahh~~ betapa cemburunya aku pada jam tangan yang lebih diperhatikannya daripada aku yeojachingu-nya.

       “Hey, jam tangan ini cocok sekali untuk dipakai manggung. Lebih baik kubeli saja.” Aa? Dia bahkan langsung membelinya tanpa menanyakan pendapatku dulu? Sabar Cheonsa... sabar... Tapi melihatnya yang tidak pernah peduli padaku benar-benar membuat hatiku sakit. Hey Baro, apa kau memang menganggapku ada?

        Kesabaranku mulai habis saat melihatnya asik sendiri. Lebih baik aku pergi darisini. Bahkan mungkin dia tidak akan sadar kalau aku sudah pergi.

       “Cheonsa-ssi!” Tangan Baro menahanku memegang pundakku lembut. “Hey, kau tampaknya tidak senang. Gwenchanayo (Kau tidak apa-apa)?”

       Baro yang tersenyum seperti inilah yang membuatku menyukainya. Senyumnya itu meluluhkan kemarahanku. Apalagi tadi dia menyebutkan namaku. “Gwenchana (aku tidak apa-apa), aku hanya bosan berada disini. Koleksi mereka tidak ada yang bagus.”

       “Kalau begitu, ayo kita pergi ketempat lain.” Baro menggiringku sambil merangkulku setelah aku meletakkan bando bunga tadi ketempatnya semula. Sekarang ini barulah aku merasa benar-benar menjadi yeojachingu-nya. Berada sedekat ini dengan Baro, aku beruntung sekali ^^.

**********

(Cheonsa POV)

       Entah ini hanya perasaanku saja atau memang daritadi yang terlihat hanyalah pasangan-pasangan yang sedang berbahagia? Ah, mungkin aku hanya terbawa suasana saja. Tapi sungguhan lho, di jalanan ini hanya terlihat pasangan yang sedang bergandeng tangan dan saling tersenyum satu sama lain.

       Aku menatap tanganku dan wajah Baro bergantian. Memangnya dia tidak ingin menggandeng tanganku? Meskipun aku bahagia sekarang karena sudah bisa berjalan disamping Baro, tetapi tentunya kebahagiaanku akan semakin lengkap apabila Baro menggandeng tanganku. Dengan begitu kami bisa terlihat seperti pasangan sungguhan (lha, memangnya sekarang kau bukan pasangan sungguhannya?)

        “Hey!” Aku menunjuk kearah poster yang tertempel didepan pusat penjualan T-Shirt. “Ada diskon besar-besaran.”

        “Lalu?”

        Lalu? Kenapa dia bertanya seperti itu? Bukankah sudah jelas kalau itu tandanya aku ingin kesana. Tapi sepertinya Baro tidak menyukainya. “Tidak apa-apa. Ayo, kita lanjutkan berjalannya.”

        Lagi-lagi Baro menarik tanganku dengan kasar. “Apa susahnya sih bilang kalau kau ingin kesana?! Cepat kita lihat barang-barang diskon itu sebelum aku berubah pikiran!”

       Aku memperhatikan tanganku yang sedang digandeng Baro dengan kasar. Kenapa dia begitu membuatku bingung? Saat aku berpikir dia begitu perhatian padaku, dia malah bersikap menyebalkan. Dan sekarang, kau lihat? Saat aku berpikir dia menyebalkan, masih ada perhatian yang terselip disana. Baro, bisakah kau membiarkanku membaca sedikit isi kepalamu itu?

        “Igo! (Ini!).” Baro mengambil salah satu T-shirt berwarna rose pink. “Terlihat pas sekali untukmu, Cheonsa-ssi”

         Aku mengambil T-Shirt rose pink itu dari tangan Baro sambil tersenyum namun tidak mengatakan apapun. Lebih baik diam daripada membuat Baro salah sangka lagi seperti kejadian barusan.

        Tunggu! Apa tadi dia bilang? Cheonsa-ssi? Dia memanggilku Cheonsa-SSI?? Seperti ada pisau tajam yang menyayat dan membelah-belah hatiku saat itu juga. Cheonsa-SSI? Apa dia menganggapku orang lain? Apa aku sama sekali tidak berarti untuknya? (catatan: -ssi, panggilan resmi untuk orang yang belum akrab atau pertama kali bertemu)

        “Baro...” Awalnya aku menunduk karena tidak berani menatap langsung wajahnya. Kuberanikan diriku untuk mengangkat wajahku dan begitu sakit hatiku saat tau Baro sudah tidak ada lagi di sampingku. Dia malah asik dengan T-shirt yang terpajang di tempat yang aagk jauh denganku.

        “Apa kau menganggapku ada?” Gumamku pada diriku sendiri karena kuyakin dengan jarak kami sekarang dia bahkan tidak mungkin untuk mendengar suaraku.

       Aku mencoba membunuh waktu yang sebenernya waktu itu sendiri yang lebih cepat membunuhku. Waktu terasa panjang dan lamaaaa sekali saat tak ada hal yang bisa kau lakukan bukan? Kulihat di sekeliling toko ini hanya ada pasangan-pasangan bahagia yang memilih kaus untuk mereka berdua. Sedangkan aku?

       T-shirt rose pink yang dipilihkan oleh Baro tidak buruk. Bagus malah! Tapi aku melihat T-shirt dengan model dan corak yang sama hanya saja dengan warna yang berbeda, HOT PINK! Aku jadi bingung. Rose pink atau hot pink ini ya? Ah, sebaiknya aku meminta pendapat Baro. Bukankah bertanya pada pasanganmu adalah salah satu cara menghargai pasangan?

       “Baro, aku...” Eh? Kemana perginya dia? Bukankah tadi dia masih ada di sekitar sini? Tatapan mataku menjelajahi setiap sudut toko tetapi Baro masih tak dapat kutemukan. “Baro!”

       Krieeett.. pintu kamar pas yang tak jauh dariku terbuka. Sesosok namja keluar dari sana dengan T-shirt berwarna biru yang sepertinya sedang dicobanya. Kau tahu siapa namja yang kumaksud? Tentu saja, Baro!

       “Terlihat cocok untukku!” Daripada bertanya padaku, dia lebih percaya pada penilaiannya sendiri saat melihat pantulan dirinya di cermin. Sikapnya itu... benar-benar tidak menghargaiku yang berstaus yeojachingunya.

       Sudah cukup! Aku muak!

**********

Only Learned Bad Things (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang