Empat Belas

11.2K 523 3
                                        

Bicara tentang Rani, dia tetap berada di sekolah. Maksudku, dia tidak pindah sekolah atau apapun itu. Dari berita yang aku dengar dari kak Alvin dan mama, Rani diadopsi oleh omya agar tetap bisa melanjutkan sekolahnya. Sedangkan papanya, setelah mengganti rugi semua kecurangan yang diperbuatnya terhadap Luxy Hotel, beliau dipenjara. Dan mamanya pergi meninggalkan Rani begitu saja. Dan desas-desus bahwa keluarga Rani pindah memang sengaja disebar agar Rani tidak malu. Sinetron? Tidak ini kenyataan.

Baiknya papa yang tidak memperpanjang masalah kecuali kecurangan papa Rani itu.

Sekarang Rani jadi berbeda 180 derajat. Tidak sombong, tidak centil, dan jadi pendiam seakan dia mengisolasikan dirinya sendiri. Dia perlahan menjauh dari teman-temannya (pengecualian untuk kejadian di kelas tadi). Sekarang setiap berpapasan denganku, dia selalu menghindar. Dan dia nggak pernah berani lagi untuk bertemu atau sekedar berpapasan dengan kak Rey.

Aku ke kantin. Jarang-jarang aku bisa ke kantin pada jam pelajaran seperti ini. Kantin juga sepi, hanya ada beberapa siswa yang memang sering bolos. Sepertinya aku mulai menyesali pilihanku untuk ke kantin karena tiba-tiba aku melihat tiga orang kakak kelas yang sepertinya sangat nge-fans dengan Frans. Aku hanya menarik napas dan membuangnya, berpura-pura tidak melihat mereka. Setelah memesan bakso yang sangat terkenal di sekolahku ini, aku mencari tempat duduk yang cukup jauh dengan mereka.

Benar saja, mereka langsung menghampiriku. Aku baru mengetahui nama mereka dari Tara, mereka adalah Intan, Novia, Cindy. Mereka terkenal, mereka anak cheers, mereka cewek-cewek sosialita DB, dan berbagai julukan yang menunjukkan kecantikan dan kekayaan lainnya.

Oke siap mental.

"Ternyata lo nggak sekalem keliatannya. Bolos di jam pelajaran?" sindir Cindy.

Aku diam. Bukan takut, hanya sedang mengontrol emosi.

"Mau cari mangsa lagi? Nggak cukup hanya dengan Rey dan Frans? Benar-benar murahan!" tambahnya.

"Masalah?" tantangku.

"Lo itu cuma siswa baru, jadi jangan sombong!" ucap Novia.

"Berapa kali lagi gua harus ngingetin lo untuk nggak deketin Rey maupun Frans, slut!" kata Intan. Oke ini sangat kasar.

"Maaf kakak Intan yang terhormat, gua memang diam karena gua menghargai lo. So, keep your fucking mouth!" balasku yang menyiram air mineral ke rambutnya, lalu pergi keluar kantin.

Aku jamin hanya menunggu waktu sekitar 10 menit, satu sekolah akan mengetahui kejadian tadi. Sekarang aku hanya menunggu bel istirahat di taman. Untungnya aku membawa headset. Sekitar setengah jam aku menunggu. Akhirnya bel berbunyi. Ketiga temanku menghampiriku di taman, setelah aku menelepon Putri tentunya.

"Ke kantin yuk!" ajak Putri. Aku tak tau apakah mereka sudah mengetahui kejadian di kantin atau belum.

Tara dan Anggi menarik tanganku. Tak biasanya pada waktu istirahat kantin ramai. Adapun tempat yang disediakan dipenuhi anak-anak lain.

"Itu ada tempat yang kosong, kalian makan aja. Gua ke kelas duluan! Males banget disini." ucapku seraya memperhatikan sekeliling kantin. Ada tatapan senang karena ada yang berani melawan geng sosialita DB ada juga tatapan sinis.

"Yaudah, kami nggak jadi makan deh!" balas Tara.

"Nggak apa-apa, Tar! Kalian makan aja, setelah itu langsung ke kelas aja." ucapku lagi.

"Kalo gitu kami makan ya, tenang aja kami makannya nggak lama kok!" seru Putri.

Pikiranku kali ini bukan tertuju pada balapan itu lagi, melainkan aku berharap siang ini berlalu dengan cepat. Andai saja sepulang sekolah nanti aku dijemput kak Alvin, harapku. Di kelas aku hanya diam, banyak yang aku pikirkan. Waktu berjalan cepat, sekarang pelajaran kembali dimulai. Aku merasa pelajaran ini sangat lama padahal ini salah satu pelajaran yang aku suka. Setelah terasa berjam-jam lamanya, bel pulang berbunyi. Kak Alvin yang menjemputku, sesuai dengan apa yang aku harapkan. Aku langsung masuk ke mobil Alvin.

Senior High LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang