Alvin POV
Saat kalian membaca ini, cerita ini sudah berpindah tangan. Aku yang melanjutkan tulisan adikku ini. Aku Alvin. Sangat sedih dan awalnya aku tak mampu melanjutkan cerita yang dibuat adikku ini, tapi demi adikku tersayang, Tyara, aku mencoba menulisnya kembali. Terlalu melankolis memang, but you are not me, you don't know my feeling, right?
Tyara tidak sadarkan diri lagi setelah mama bernyanyi. Aku, Frans, dan Rey keluar ruangan. Sedangkan papa, mama, dr. Izna, dan beberapa perawat mencoba menyelamatkan adikku. Tidak, Tyara memang pasti selamat, aku percaya itu. Ya, dia strong girl. Aku harus positive thinking. Sekitar 30 menit kemudian mereka semua keluar. Papa menangis? Papa menangis memeluk mama. Selama aku hidup, aku tidak pernah melihatnya menangis. Ya Allah, semoga ini bukan pertanda buruk. Harapku.
"Bagaimana ma, pa?" tanyaku.
"Bagaimana om, tante?" tanya Rey.
Mereka hanya diam. Mama memelukku erat seraya menangis. Tubuh wanita pertama yang kusayangi itu seperti tak bertenaga. Tubuhnya meluruh seketika dipelukanku. Ya Allah, tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini...
"Jadi..." ucap Frans terputus.
Aku dan yang lain masuk ke dalam ruangan. Kami semua menangis dan terus menangis melihat adikku yang sudah terbujur kaku. Dia tersenyum, cantik memang, tapi aku benci senyuman itu. Senyuman terakhirnya.
"Ma, Vin! Tenangkan diri kalian, papa yakin Tyara tidak ingin melihat kita bersedih!" papa menenangkanku dan mama dengan mata yang tak kalah merahnya dengan kami.
"Papa nggak tau perasaan Alvin sekarang! Dia adik Alvin, pa! Adik kesayangan Alvin dan sekarang dia udah pergi untuk selama-lamanya! Papa dan mama adalah seorang dokter hebat dan terpandang, kalian bisa menyelamatkan nyawa orang lain! Tapi kenapa anak kalian sendiri tidak bisa kalian selamatkan!" ucapku yang sangat sedih, marah, dan entahlah. Perasaanku tidak menentu.
Aku marah pada diriku sendiri, aku marah pada mama dan papa, aku marah dengan keadaan, aku marah dengan takdir ini. Kenapa harus Tyara, ya Rabb?
"Papa tau perasaan kamu, Vin! Tyara juga anak papa, papa sangat menyayanginya lebih dari yang kamu tau. Kami semua sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi ini semua sudah takdir Allah dan tidak ada seorangpun yang dapat mengubah ini semua." balas papa.
"Benar kata papamu, Vin. Mama juga tidak terima takdir ini, tapi ini sudah jalan Allah, nak, manusia tidak ada yang dapat mencegahnya. Yang harus kita lakukan sekarang adalah berdoa dan berbuat yang terbaik untuk Tyara. Allah memanggilnya karena Allah menyayanginya lebih dari kita, semua yang diberikan Allah pasti akan kembali padanya suatu saat nanti." jelas mama menenangkanku. Padahal aku sangat yakin mama pun sangat sakit dan sedih, beliau hanya menguatkanku dan menguatkan hatinya sendiri.
"Mama dan papa nggak tau kan selama mama dan papa pergi, Tyara sangat merindukan kalian tapi dia menahan diri untuk menghubungi kalian karena dia takut akan mengganggu pekerjaan kalian! Coba kalian rasakan itu betapa rindunya seorang anak kepada orang tuanya!" jelasku.
Papa dan mama hanya terdiam tak mengatakan apapun. Mereka tetap menangis. Frans dan Rey mencoba menenangkanku. Mereka sangat terpukul. Rey keluar dari ruangan itu untuk menelepon sekolah. Aku dapat merasakan kesedihan Rey yang mendalam, dia pernah bercerita padaku bahwa Tyara adalah perempuan kedua yang sangat dia sayangi setelah mamanya. Karena Tyara adalah cinta pertamanya...
***
"Innalilahiwainailahirojiun, telah berpulang ke rahmatullah murid, teman, adik, dan sahabat kita yang bernama Tyara Ziany Ananta kelas X-2 pada pukul 07.40 karena kecelakaan. Mohon doa untuk almarhumah agar dia mendapat tempat yang layak disisi-Nya dan untuk keluarga yang ditinggalkan mendapat ketabahan. Atas nama keluarga meminta maaf atas kesalahan-kesalahan yang pernah almarhumah perbuat." jelas guru agama yang menginformasikan melalui speaker sekolah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senior High Love
Historia CortaMungkin ini klise. Sangat klise. Perjodohan saat SMA, apa itu wajar? Demi mama dan papa aku menyetujui perjodohan itu. Tapi seorang dari masa laluku kembali, cinta pertamaku, sahabat pertamaku. - Tyara Ziany Ananta Bukan hal yang mudah bagiku untuk...