Aku terdiam memikirkan adegan penembakan yang menurutku cukup romantis bila dilakukan Reynald Ferdian Prayoga. Tanpa menjawab, aku mengajaknya pulang. Di tempat parkir, aku bertemu dengan sahabat-sahabatku, yaitu Denny, Ari, Melisa, dan Indah. Kami bersahabat sejak SD. Denny dan Indah satu sekolah, begitupun Ari dan Melisa.
"Tyara!" panggil Denny. Aku mengajak kak Rey menghampiri mereka.
"Kalian mau lunch?" tanyaku.
"Iya nih, lo juga?" tanya Melisa.
"Tadinya kami mau ngajak lo tapi kata Indah sekolah lo belum selesai MOS jadi takut ganggu." Itu suara Ari.
"Kami baru selesai lunch nih. Nggak jadi kok, MOS-nya dicepetin jadi 3 hari," jawabku, "Oh ya, kenalin ini kak Reynald kakak kelas gua." Mereka semua berjabat tangan.
"Lo pulang duluan aja kak, nanti gua telepon sopir atau pulang sama mereka aja." ucapku.
"Oke, kalo ada sesuatu langsung telepon gua aja."
Kak Rey masuk ke mobilnya dan pergi. Sedangkan aku dan sahabat-sahabatku itu masuk ke resto.
"Kakak kelas lo tadi ganteng banget! Serius deh nggak bohong!" ucap Indah.
"Keliahatannya baik dan perhatian banget. Udah punya pacar belum sih?" tanya Melisa.
"Mirip banget ya sama Ihsan!" ucap Denny yang sepertinya reflek.
Deg! Aku terdiam. Sedaritadi aku berharap mereka tidak mengungkit tentang Ihsan ataupun menyebut namanya. Mereka bertiga melirik Denny. Kami semua hanya diam, termasuk Denny yang sepertinya menyesal telah menyebut nama Ihsan. Waiters mengantarkan makanan kami. Meskipun makanan sudah tersaji di meja, tidak ada yang menyentuh makanan itu bahkan bergerak dari tempat masing-masing.
"Eh sorry, gua nggak bermaksud..." Denny meminta maaf.
"Nggak apa-apa kok, Den." balasku yang memaksakan senyum.
Tiba-tiba kak Rey menelepon, "Lo masih di resto?"
"Masih." jawabku singkat.
"Tunggu disana gua jemput. Gua yang nganter lo pulang." perintah kak Rey tetap dengan ketenangannya.
"Iya." balasku singkat.
Aku memang tidak memesan makanan dan hanya meminum jus.
"Sorry, Ra! Kak Rey itu siapa lo sih?" tanya Ari.
"Kakak kelas." jawabku sesingkat mungkin.
"Oke, setau gua, dia itu kapten basket dan ketua OSIS DB, kan? Dia juga The Most Wanted Guy -nya DB, oh God gua geli ngomongin sesama cowok gini. Like I'm gay. Tapi bener, kan?" Jelas Ari.
"Iya." balasku yang lagi-lagi seadanya.
Aku masih teringat nama itu. Satu nama yang kucoba lupakan. Satu nama yang bisa membuka kembali lukaku. Tak lama kak Rey datang. Aku langsung pamit dan masuk ke mobilnya. Aku berusaha mengenyahkan satu nama itu. Tapi, sepertinya kak Rey tahu bahwa aku gelisah.
"Lo kenapa?" tanyanya yang tetap tenang.
"Nggak apa-apa."
"Oke." balasnya yang lanjut menyetir.
Mobil itu kembali dipecahkan oleh suara musik. Itupun aku yang berinisiatif menghidupakannya.
Aku tiba di sekolah diantar oleh pak Iwan. Ketika bertemu Putri di kelas aku langsung mengajaknya ke taman.
"Eh kemarin Rani ikut lo ya?" tanya Putri.
"Iya, katanya dia nggak ada yang jemput, mobilnya rusak." jawabku.
"Menurut gua sih dia bohong, dia kan masih suka sama kak Rey."
"Biarin deh, suka-suka dia."
Tiba-tiba Rani dan gengnya menghampiri kami.
"Hei, Ra, Put!" sapanya.
"Hei, Ran!" balasku, sedangkan Putri hanya tersenyum seadanya. Sebenarnya Putri dan Rani memang tidak saling menyukai.
"Oh ya, kemarin setelah nganter gua, lo dan kak Rey kemana?" tanyanya, "sepertinya buru-buru banget."
"Lunch di Alaska aja."
"Ra, pinjem HP lo dong, mau lihat foto yang di share grup kelas semalem, HP gua nggak ada kuota." pinta Rani.
Alasan yang bagus untuk melihat gallery HP-ku. Aku hanya tertawa dalam hati. Tapi aku tetap memberikan HP-ku. Setelah memberikan HP-ku, aku baru ingat bahwa homescreen HP-ku belum diubah. Itu adalah fotoku dan kak Rey. Tadinya aku nggak mau menggunakan foto itu, tapi kak Rey memaksa mengubahnya. Rani dan gengnya sepertinya sudah melihatnya.
"Ra, ini lo sama kak Rey foto dimana? Sepertinya bukan di Alaska deh." tebak Rani.
"Kok sepertinya lo udah deket banget ya? Terus seinget gua lo nggak pernah ngobrol di sekolah deh." Ya, Putri memang mengetahui semua tentangku, kecuali masalah perjodohan ini.
"Nggak deket kok, itu di Atmosphere. Kak Rey yang mengubahnya." jawabku.
"Oh ya, setau gua juga lo dan kak Rey nggak tetanggaan deh, arah rumah kalian aja beda." selidik Putri. Oh Put, kenapa lo harus tau semuanya?
"Nggak tau, tiba-tiba dia ngajak pulang bareng waktu MOS."
"Enak banget sih lo, gua boleh dong ikut kalo kalian berdua mau jalan-jalan." pinta Rani.
Oh terimakasih, tidak akan.
"Sepertinya kak Rey suka deh sama lo." ucap salah satu teman Rani.
"Nggak mungkinlah, gua juga udah anggep kak Rey sebagai kakak sendiri." jawabku bohong. Karena nyatanya aku juga ingin kak Rey lebih dari sekedar seorang kakak, hanya saja aku belum siap untuk menjawab pertanyaan kak Rey.
"Yes! Kalo gitu gua masih ada kesempatan!" ucap yang lainnya, sayangnya dia langsung mendapatkan tatapan maut dari Rani.
Ketika pulang sekolah Putri dan Rani mengikutiku karena mereka tahu hari ini aku akan pergi lagi dengan kak Rey. Kami menunggu di gerbang. Hari ini memang pulang lebih cepat karena akan diadakan rapat orang tua siswa baru. Sebenarnya aku belum memberitahu kak Rey bahwa hari ini akan ada Putri dan Rani. Tiba-tiba sebuah mobil SUV merah berhenti di depan kami.
Orang yang ada di mobil itu keluar. Seseorang yang dulu kutunggu. Seseorang yang harusnya aku lupakan. Seseorang yang seharusnya tak akan pernah aku ingat lagi. Seseorang yang seharusnya tak kulihat lagi. Ihsan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Senior High Love
Kısa HikayeMungkin ini klise. Sangat klise. Perjodohan saat SMA, apa itu wajar? Demi mama dan papa aku menyetujui perjodohan itu. Tapi seorang dari masa laluku kembali, cinta pertamaku, sahabat pertamaku. - Tyara Ziany Ananta Bukan hal yang mudah bagiku untuk...