17: Kesadaran

494 41 6
                                    

Vote & Comment, pls! :)

----

Adrian Dewangga: Tolong jangan buat Adrian masuk ke masalah yang gak ada sangkut pautnya sama dia. Thx.

Tanganku berkeringat saking kesalnya. Rasanya jantungku berhenti berdegup untuk beberapa detik tadi.

Callista hamil? Hamil? Mengandung bayi? Akan ada kehidupan dalam perutnya? Dan dalam 9 bulan ke depan perutnya akan membesar?

"Kurang ajar emang!" Teriakku kesal dalam mobil sambil memukul dashboard kencang.

Aku mematikan mobil Adrian, lalu keluar dan menguncinya. Dengan emosi, aku berjalan masuk ke dalam pagar rumah yang tidak Adrian tutup tadi.

"Maaf mbak, mau mencari siapa?" Tegur seorang satpam berbadan besar yang keluar dari pos satpam saat aku masuk.

"Adrian, Pak. Sebentar doang" Jawabku dengan juteknya, lalu berjalan menuju pintu depan rumah.

"Maaf mbak, di dalam sedang ada urusan" Bapak satpam yang bernama Sarwono itu berdiri di depanku, membuatku berhenti di tempat.

"DEV!" Suara teriakan perempuan yang pastinya milik Callista terdengar. Aku dan Pak Sarwono menatap ke arah rumah secara bersamaan.

"Saya juga ada urusan sama mereka. Saya mau melerai, bapak bisa minggir sebentar? Saya gak bakal lama-lama kok" Ucapku rada keras padanya, kesabaranku sudah mulai habis.

Jujur, jika amarahku sedang tidak berapi-api seperti sekarang, pasti aku akan merasa maaf atas tingkah lakuku yang kurang sopan kepadanya.

Pak Sarwono menatapku untuk beberapa detik, lalu meminggirkan dirinya ke samping, mempersilahkanku jalan. "Tolong mbak, bawa mas Adrian keluar. Dari rumah ini dan dari semua masalah yang mas Adrian tanggung karena mbak Callista" Pintanya, dengan nada iba.

Apa mungkin pak Sarwono tau segala hal yang terjadi. Apakah mungkin?

Aku mengangguk, lalu pak Sarwono membuang nafas sambil tersenyum melas.

"ADRIAN UDAH" Teriak Callista lagi, membuatku berjalan tergesa menuju pintu depan.

Saat aku masuk, seorang perempuan paruh baya yang kelihatannya seorang pembantu rumah tangga tersebut menatap takut kearah tangga menuju lantai atas.

Pasti mereka di atas.

"Permisi" Kataku padanya.

Bunyi badan beradu dengan dinding terdengar. Aku berlari menuju lantai atas, masih dengan emosi yang berapi-api.

"Bangsat. Penjahat kelamin lo, anjing!" Kali ini teriakan Adrian terdengar. Suara Adrian penuh dengan amarah.

"Laki-laki macem apa lo? Ngehamilin anak orang. Mau dikata apa sih? Jagoan? Anjing lo emang, sampah!" Kata-kata Adrian benar-benar kasar. Aku tidak pernah melihatnya mengumpat sekasar ini. Adrian sedang marah besar.

Saat aku sampai di lantai atas, Adrian tengah menarik kerah baju Deva. Callista yang berlinangan airmata, berdiri di sebelah mereka, sambil berusaha agar Adrian melepaskan tangannya dari kerah Deva.

"Adrian, udah!" Teriakku, Adrian dan Callista menatapku. Kesempatan itu di ambil Deva untuk menyerang Adrian balik dengan tinjunya.

Deva dan Adrian kembali berkelahi, gerakan Adrian sebagai pemegang sabuk hitam taekwondo dan karate tentunya lebih lincah dan akurat mengenai titik kelemahan Deva.

"Udahan dong!!" Teriakku sambil mencoba menarik Adrian dari belakang. Sialnya, justru hidungku yang tersikut Adrian.

Entah refleks atau apa, tiba-tiba mataku berlinang airmata. Aku menangis, tapi di sisi lain aku tidak ingin menangis.

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang