#12

2.6K 128 0
                                    

***

Malam mulai menjelang. Gista merasakan lelah pada seluruh badannya. Ia merebahkan tubuhnya ke atas sofa berwarna putih itu. Dan, sejenak memejamkan matanya.

"Ta, sumpah gue lagi seneng banget."

Kehadiran Aga yang tiba-tiba membuat Gista terkejut.

"Haduh, apaan sih? Heboh banget lo kayak ibu-ibu arisan."

Gista meraih iPhonenya yang berada disaku celananya.

"Tania ngajak gue jalan besok, Ta."

"Really?" sontak Gista bangkit dari duduknya dan berjoget ala-ala sahabat dah*yat sambil mencak-mencak kegirangan.

"Yesss, mak jombalangan gue berhasil berarti."

"Ih, ih. Apaan sih, gaya lu kayak anak alay."

"Bodo amat."

Gista masih menari-nari kegirangan karena usahanya untuk membuat Aga dan Tania kembali nyaris berhasil.

Gista yang menganggap Aga sudah terlalu berbuat banyak kebaikan untuk membantunya, merasa harus melakukan sesuatu untuk membuat cinta pertamanya kembali ke dalam kehidupannya.

Meski nantinya, banyak hal yang akan ia korbankan.

Meski akhirnya, ia akan merasakan kehilangan.

*

Pagi itu, Gista terbangun di kamarnya yang sudah nampak rapi. Padahal, ia ingat semalam ia dan Aga menghabiskan waktu separuh malam untuk bermain kartu UNO dan makan kacang, seperti biasanya.

Namun, pagi ini, kamarnya terlihat benar-benar rapi.

Gista clingak clinguk melihat sosok Aga yang sudah tidak ada disampingnya. Ia bangun dan berjalan menuruni anak tangga.

Dilihatnya sebuah makanan pagi untuk dirinya, lengkap dengan susu kedelai kesukaan Gista.

Untuk Gista, thankyou ya! Ini semua berkat lo. Makanya sebagai tanda terimakasih, gue siapin ini semua. Do'ain ya semoga lancar!

Begitulah kalimat yang tertulis diatas secarik kertas disamping makanannya.

"So, sweet," Gista terkekeh kecil.

Ia menyantap makanannya dan menghabiskannya.

Ia duduk diatas sofa dan menyalakan tv. Waktu terus berlalu, tak terasa sudah 1 jam lamanya ia duduk di sofa sejak kepergian Aga.

Entah, apa yang saat ini ia rasakan.

Perasaannya seperti hampa. Seolah ada yang hilang dari hidupnya saat ini. Sesuatu yang selalu membuatnya mencak-mencak kegirangan, atau bahkan menangis kesakitan. Sesuatu yang membuatnya terasa tampak seperti seorang idiot. Hanya duduk dan memainkan iPhonenya. Bahkan, seingatnya, ia nyaris tidak pernah membuka ponselnya ketika ia sedang bersama Aga.

Aga.

Ya, kehadiran Aga yang hilang.

Padahal hanya beberapa jam yang lalu ia ditinggal. Tapi, sudah merasakan kesepian yang maha-hebat seperti ini.

Tatapannya kembali kosong. Pikirannya kembali menerawang ke masa dimana keluarganya masih utuh dan harmonis.

Airmatanya kembali menggenang menghiasi pelupuk matanya.

Sejauh ini, sejak perceraian itu. Bahkan tidak sekali pun Gista pernah merasakan kesedihan yang mendalam seperti ini.

Ini karena Aga yang selalu menjahilinya dan menghiburnya. Membuatnya lupa akan segala luka yang tergores dihidupnya.

Dan, lagi. Semua alasan kebahagiaan yang datang itu adalah karena Aga.

Pikirannya benar-benar kacau pagi itu. Ia bahkan mulai tak tenang dan resah memikirkan Aga.

Jam-jam pun berlalu. Tak satu sms pun ia terima dari Aga.

Biasanya, sejauh apapun ia dengan Aga. Aga selalu menyempatkan diri untuk mengirimi pesan pada Gista walau hanya sekedar mengingatkan makan.

Tapi, kali ini terasa berbeda.

Gista benar-benar merasakan kehilangan.

Sesekali ia melirik ke arah bingkai foto antara dirinya dan Aga waktu itu.

Hari dimana ia dan Aga resmi menjadi sepasang suami-istri.

Matanya mendadak membulat. Melihat satu per satu bingkai foto yang menggambarkan betapa hari pernikahan itu sangat penting baginya.

Foto-foto itu, seolah membawa kembali pikiran Gista yang mulai lupa dengan status barunya.

Membawa kembali ingatan Gista bahwa statusnya saat ini bukanlah sebagai sahabat Aga lagi. Melainkan istri dari sahabatnya itu.

Gista tidak bergeming menatap foto-foto itu. Tubuhnya membeku. Ada perasaan yang entah-tak-dapat-ia-jelaskan terlintas dihatinya.

Rasa takut kehilangan yang begitu hebat.

Yang membuat matanya kembali tergenang airmata.

Dadanya terasa nyesek. Seperti ruangan yang tiba-tiba dipenuhi air, ia sulit untuk mengatur nafasnya.

perasaan apa ini? Yang membuatnya takut, resah, dan tidak mengerti. Perasaan yang tidak dapat dijelaskan darimana datangnya. Perasaan yang sangat membuat dadanya terasa nyeri.



When I Was Your WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang