Chapter 8

118 14 0
                                    

Kami menuju ke dalam rumahnya. Ke tengah rumahnya. Kemudian ia naik ke atas panggung. Aku melihatnya dari kejauhan. Ada seorang wanita disitu, mungkin ia ibunya membawakan korek untuk menyalakan lilin yang ada di kue tart ukuran sedang bertuliskan Happy 17th Birthday Jesse Turner. Wanita itu lalu menyanyikan selamat ulang tahun, dan semua orang di ruangan ini ikut menyanyikannya, termasuk aku. Jesse sama sekali tidak melihat ke arahku, ia lalu meniup lilin itu, semua orang bersorak, dan Jesse mencium wanita itu. Aku memperhatikan geriknya, ia adalah lelaki yang manis.

"Hey, bagaimana menurutmu acara tiup lilinnya?" Jesse tiba-tiba ada di sampingku. "Bagus, kue yang indah." Kataku. "Sebaiknya kau ikut aku." Kata Jesse. "Kemana? Kau meninggalkan pesta ulang tahunmu?" Tanyaku. "Tidak, aku punya yang lebih bagus." Katanya. Ia lalu berjalan ke arah luar rumah, aku mengikutinya. Ia berjalan menuju belakang rumah, ke sebuah bukit yang tepatnya ada di belakang rumahnya. Aku bisa melihat 360° pemandangan dari sini.

"Wow, ini tempat yang indah." Kataku. "Ini lah Fence." Ujarnya yang membuatku mengingat sesuatu tentang surat. "Hey, bolehkah aku bertanya sesuatu?" Tanyaku. "Silakan," jawab Jesse.

"Kau yang mengirim surat padaku belakangan hari ini? Hanya surat dengan amplop cokelat berisi kata kata, tanpa nama pengirim, hanya ada sebuah keterangan dari Fence." Tanyaku. "Bukan," jawabnya sambil menoleh ke arahku. "Oh aku ki-"

"Tapi itu berasal dari tanganku, tanganku yang menulisnya." Lanjutnya. "Oh," kataku, aku otomatis tersenyum.

"Wanita tadi adalah bibi ku. Aku tinggal dengannya." Katanya membuka percakapan. "Oh? Dimana orang tuamu?" Tanyaku. "Bukalah surat dengan nomor urut 2." Katanya.

"Kenapa kau mengirimku banyak sekali surat?" Tanyaku. "Entahlah, aku hanya suka mengirim surat." Jawab Jesse. Kau tahu, dunia? Jesse adalah lelaki yang manis. "Kau mau limun? Akan ku bawakan kesini." Tanyanya sambil berdiri. "Oh, tidak, aku tidak suka limun." Jawabku.

"Baiklah, akan ku bawakan kau segelas air putih." Ia lalu meninggalkan ku, sendirian, di bukit sepi ini.
Tak lama, sekitar 2 menit ia kembali lagi dan memberiku air mineral. "Kau kembali cepat sekali." Kataku lalu meminum air itu. "Kau lihat, disitu ada jembatan yang langsung menuju kamar ku. Dan dari kamarku, ada celah yang langsung menuju dapur." Katanya sembari menunjuk suatu jalan menuju rumahnya. "Tapi, ku kira itu membutuhkan waktu 5 menit untuk jalan kesana." Kataku. "Ya, aku sedikit berlari. Aku tak mungkin meninggalkan mu lama lama sendirian di sini." Jawabnya, sekali lagi, membuatku berpikir bahwa ia adalah laki-laki yang manis.

"Hey, bagaimana dengan gadis-gadis di sekolah? Kenapa kau begitu membenci mereka?" Tanyaku setelah sekian lama kami sama sama diam. "Aku tidak suka wanita yang mendekati." Jawabnya.
"Kodrat wanita seharusnya didekati, bukan mendekati. Mereka yang harusnya diperjuangkan, bukan memperjuangkan. Mereka seharusnya menjaga harga dirinya, bukan malah menguras seluruh harga dirinya demi seorang laki-laki." Lanjutnya. Kata-katanya membuatku tertegun. "Aku heran padamu, kau adalah salah satu dari mereka tapi kau bersikap sangat tenang." Katanya. "Oh, aku, aku tidak suka ambil pusing." Jawabku.

"Teman temanmu mempertaruhkan aku kan? Demi sebuah kado, begitu?" Tanya Jesse. "Ya, benar. Pertaruhan yang bodoh." Jawabku. "Benar." Jawabnya lagi.

"Apa kau pikir Mrs. Pearce akan men-skors-ku?" Tanya Jesse. "Entahlah, jika kau diskors, aku pun akan diskors." Jawabku.

"Aku minta maaf soal yang tadi, aku tidak tahu bahwa kau akan menuruti apa pintaku."

"Tak apa, Jesse. Setidaknya aku tidak sendirian dihukum." Jawabku. Ia tersenyum. "Kau tau, Jesse? Kau memiliki mata yang sama persis dengan Ayahku." Kataku. "Oh, ya? Ku kira hanya aku yang punya mata aneh seperti ini." Jawabnya. "Tidak, matamu tidak aneh, Jesse, matamu indah, hijau laut. Jarang sekali orang yang mempunyai mata seperti itu." Aku lalu menatap kedua mata yang kusebut indah itu. Semakin dalam, sehingga aku kehilangan kendali, seakan aku lupa siapa orang yang ku tatap matanya ini. "Terimakasih, Ash." Katanya, sementara aku masih hanyut dalam laut hijau di matanya.

"Oh, ini sudah jam 9 kau harus pulang." Kata Jesse. "Oh, ya, ya, kau benar. Aku akan menghubugi kakakku." Kataku lalu mengambil HP-ku. "Hey, Ash. Kau tidak keberatan kan mengobrol denganku?" Tanya Jesse tiba-tiba. "Tidak, aku, aku sangat senang bisa datang ke pesta ulang tahunmu. Ini pesta yang meriah, kau, kau bertambah dewasa, kau pasti bahagia saat ini." Jawabku sambil menulis SMS untuk Dylan. Dylan bilang ya ia akan menjemputku sebentar lagi. Dan, tak lama mobil Dylan pun tiba. "Eh, itu kakakku, Dylan. Ia satu sekolah dengan kita, ia tingkat 3." Kataku. "Baiklah, terimakasih sudah datang. Aku senang kau datang." Kata Jesse.

"Ya, terimakasih juga sudah mengundangku, sekali lagi, selamat ulang tahun, Jesse." Kataku. "Terimakasih, Ash." Jawabnya. Aku lalu meninggalkannya. Ia melambaikan tangannya, aku tersenyum, dari kejauhan.

Aku pun kembali ke rumah. Dengan perasaan senang bukan main. Aku langsung menuju kamar, membuka surat urutan 2 yang Jesse kirim untukku.

Aku tinggal dengan tante ku. Dan tolong jangan tanya aku tentang orang tua. Omong-omong kau cantik malam ini.

Aku tertegun. Bagaimana caranya ia bisa menulis bahwa hari ini aku cantik, sementara ia mengirim surat ini sebelum malam ini terjadi. Aku terdiam, berpikir keras. Sebenarnya, siapa Jesse itu?

JESSE (because a boy like you is impossible to find)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang