"Dylan, kemarilah." Kataku memanggil Dylan ke kamarku. "Ada apa, Ash?" Katanya lalu masuk ke kamarku, lalu duduk di ujung tempat tidurku.
"Bagaimana perasaanmu, jika kau, bersama Luke, Terra dan Jacq (mereka adalah teman se-geng Dylan) membuat sebuah taruhan untuk menjadi pacar seorang gadis. Kemudian, Jacq bilang dia tidak mau mendekati gadis itu karena gadis itu sangat jelek, tapi kalian semua, tanpa Jacq tetap berusaha mendapatkan gadis itu. Namun ternyata, jauh di dalam hati Jacq, dalam kebenciannya, Jacq menemukan bahwa si gadis itu adalah gadis yang menarik. Dan Jacq tertarik padanya. Bagaimana menurutmu?" Tanyaku panjang lebar.
"Aku akan membunuhnya. Tentu." Jawab Dylan. Jawaban Dylan membuatku keringat dingin. "Oke, dan bagaimana jika kau yang jadi Jacq?" Tanya ku lagi. "Aki tidak akan melakukannya. Itu bodoh. Ia sudah menjelek-jelekkan gadis itu, ia harus bertanggung jawab atas omongannya." Jawabnya, sekali lagi jawaban Dylan membuatku sedikit takut. Aku terdiam. "Memangnya kenapa?" Tanya Dylan.
"Tidak. Hanya bertanya. Terimakasih kau sudah membelikan aku novel ini." Jawabku. "Sama-sama, Ash." Jawabnya, lalu ia mengecup keningku dan meninggalkan kamarku. Aku memperhatikan setiap langkahnya.
Jawaban Dylan tadi benar-benar membuatku takut.
RING!! Aku segera berlari ke kelas bahasa Jerman. Aku bisa terlambat! Saat aku masuk ke kelas, sudah ada Mr. Paul dan semua anak di situ. Aku masuk ke kelas, semua orang menyoraki ku. "Hey! Hey! Diam semua!" Kata Mr. Paul menggebrak-gebrak meja. "Maafkan aku, Mr. Paul aku terlambat." Kataku. "Duduklah." Jawab Mr. Paul, dan satu-satunya kursi kosong adalah di paling belakang, dekat Jesse. Ku lihat dari depan, ia tidak melihat atau ikut menyoraki ku. Ia hanya fokus menulis. "Terimakasih banyak, Mr. Paul." Kataku lalu berjalan menuju kursiku.
"Wanita jalang." Bisik Gina saat aku melewatinya. "Maaf, Gina, kau bilang aku apa?" Kataku sengaja mengeraskan suaraku. Semua mata memandangku. "Hey! Apa yang terjadi disana?" Tanya Mr. Paul berteriak. "Tidak ada, Mr. Paul. Gina Oliver hanya memanggilku dengan panggilan 'wanita jalang'." Kataku dengan senyum penuh kepuasan. Gina terdiam, menahan amarah. "Nona Gina, maju ke depan!" Teriak Mr. Paul. Aku pun duduk di sebelah Jesse. "Hai." Kataku, namun ia membalasnya dengan lirikan matanya yang mematikan.
Di depan kelas Gina dan Mr. Paul sedang berdebat hebat dan aku disini hanya menonton sambil tertawa bahagia tentunya. "Nona Gina, ikut saya ke ruang Kepala Sekolah sepulang mata pelajaran ini. Kau di skors." Kata Mr. Paul. Seluruh kelas menyorakinya. "Ya tuhan, tapi.. Ugh! ini semua karena kau, wanita jalang! Kalian semua adalah wanita jalang!" Katanya lalu lari meninggalkan kelas. Aku tersenyum senang.
RING!! Bel pun berdering tanda akhir pelajaran. Aku melirik ke arah Jesse. "Hai?" Kataku sambil melihatnya yang sibuk menulis. Ia tidak menggubrisku. Aku memutar bola mataku, lalu meninggalkannya.
Aku berjalan ke lokerku. Hanya ada beberapa anak di lorong loker ini. Saat aku membuka kuncinya, sreekk! "Ya tuhan!" Kataku terkejut saat melihat banyak sekali amplop surat yang terjatuh dari lokerku. Banyak sekali! Ku kira 40 lebih. Aku pun dengan terpaksa merapihkan amplop-amplop itu dan memasukannya ke tas. Saat aku menutup pintu loker.. "ya tuha-" aku terkejut saat melihat Jesse sudah ada di sampingku. "Apapun yang terjadi, jangan ada satupun dari amplop surat itu yang kau buka." Katanya, lalu langsung pergi meninggalkanku. Aku menatapnya aneh. Dasar, aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
JESSE (because a boy like you is impossible to find)
Genç Kurgu"Ashley, lihat itu Jesse." Katanya menganga. Aku melihat ke arah kanan. Ia berdiri disitu, dengan gayanya yang serba jeans membuatnya terlihat seperti badboy. Ditambah kacamata hitam yang ia kenakan dan rokok yang diapit oleh kedua bibir merah muda...