Chapter Thirteen

153 15 1
                                    

6 tahun kemudian..

Aku berjalan dengan lunglai. Selamat pagi dunia, aku Ashley, manusia yang paling menyesal sedunia. Kini aku bersekolah di Geneviva College, Santa Rosa. Bukan merupakan sekolah yang pantas dibanggakan. Bagaimana dengan Dylan? Ia tinggal dengan pacarnya, dan seperti melupakanku. Hidupku benar benar kacau kini. Semuanya total berubah, setelah Jesse meninggalkanku dilanjut kematian Dad dan kepindahan Dylan. Aku hancur.

Bruk! Aku menabrak seseorang, kupandang perawakannya, insan yang tak mungkin bisa aku lupakan "Jesse?" Aku melihat kearah matanya. Masih dengan mata hijau lautnya yang sama dengan 6 tahun yang lalu. Ia menatap mataku, mata kami bertemu. Masih ingat tentang teori hijau dan biru bertemu? Teori itu terbukti lagi kini.

Ia memalingkan wajahnya berusaha untuk pergi dariku. "Jesse, Jesse," aku menghalanginya. Matanya mulai berkaca-kaca. "Jesse, ini aku." Kataku. Ia lalu memelukku. Ya tuhan, Jesse.. aku bergumam dalam hati. Aku sangat merindukannya! Dan kini kami dipertemukan, a- aku sangat mencintainya. Cinta yang tak bisa digantikan oleh siapapun, hanya Jesse.

"Maafkan aku, Ashley. Aku turut berduka cita atas meninggalnya ayahmu." Katanya melepaskan pelukanku. "Tak apa, Jesse. Bagaimana kabarmu?" Kataku sambil tersenyum mengusap airmata yang jatuh di pipiku. "Aku, aku baik. Aku tinggal di Los Angeles sekarang." Katanya.

"Mau mampir ke rumah?" Tanyaku.

"Ti..tidak, aku hanya ingin mampir ke rumah bibi." Jawabnya. Akhirnya kami berdua pun berjalan ke rumah bibi-nya, yang dulu adalah rumah Jesse di daerah Fence. Tak ada tanda-tanda orang di rumah. "Mungkin bibimu sedang pergi." Kataku. Ia tak menjawab. "Jesse, kau benar-benar tak berubah." Kataku mencoba memulai percakapan. Ia melirik ke arahku. "Matamu tetap indah." Kataku. Ia tersenyum. "Jesse, kenapa kau tak pernah mengirimi ku surat lagi? Aku rindu surat-suratmu." Aku mulai menangis.

Ia tertunduk. Lalu mengeluarkan suatu amplop dari dalam tas nya. Akupun menerimanya. "Apa ini?" Tanyaku. "Surat, yang terakhir untukmu." Jawabnya. "Apa maksudmu terakhir, Jesse? Kita tak akan pernah berakhir." Kataku menggelengkan kepalaku. "Bacalah, Ashley." Akupun membuka isi amplop itu. Betapa terkejutnya aku, melihat isi amplop berwarna cokelat itu merupakan kartu undangan, berwarna merah muda bertuliskan: Jesse Turner dan Evan Ellington. Aku mulai menitikan airmataku. Aku membalikan kartu itu, ada suatu surat di dalamnya, akupun membacanya..

Dear, Ashley Willington

Ash, apa kabarmu? Aku harap kau di Santa Rosa baik baik saja. Aku hanya ingin mengatakan 2 kata, terima kasih. Itu saja. Aku berterimakasih atas segala pelajaran yang telah kau berikan padaku. Kau sempat merubah aku yang seorang gay menjadi cinta padamu. Aku memang anak aneh, Ashley, kau tak salah mengatakan itu pada Olivia. Kau cantik, Ashley. Kau juga aneh, aku tak bisa menggambarkannya. Andaikan aku bisa mendeskripsikan matamu dalam satu kata, itu akan menjadi 'kesempurnaan'. Aku sangat mencintaimu, Ashley. Sampai kapanpun aku akan begitu. Aku menyayangimu, aku menyayangi Dylan dan ayahmu. Kau merubah segala mindsetku tentang wanita, kau membuatku suka pada wanita walau itu hanya bertahan beberapa saat saja. Jangan menangis karena ini berakhir, tersenyumlah bahwa kau pernah menjadi hal terindah di hidup seseorang: aku. Kau akan tetap menjadi satusatunya orang yang tak akan digantikan oleh siapapun. Aku bertopeng, Ashley, Evan hanyalah topeng atas ketidak pedulianku akan dirimu. Aku masih mencintaimu, dan itu akan terus terjadi. Aku, aku benar-benar minta maaf karena aku tidak sempat datang ke pemakaman ayahmu. Salam cinta untukmu dan Dylan, semoga kalian baik saja.

Aku menangis tersedu membacanya. Jesse pun merangkul ku. "Maafkan aku, Ashley." Katanya. Aku memeluknya, semakin erat. Aku tak pernah bisa merelakan Jesse jatuh ke pelukan orang lain..

Karena Jesse tidak akan mungkin bisa ditemukan.

JESSE (because a boy like you is impossible to find)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang