Chapter Ten

112 17 0
                                    

Ia memancarkan wajah seriusnya. "Buka surat dengan nomor urut 3." Katanya datar. Aku lalu dengan kesal mengeluarkan dan merobek surat-surat yang ia berikan. "Tak ada lagi surat, Jesse." Kataku lalu melemparkan serpihan kertas-kertas itu ke wajahnya. "Surat dengan nomor urut 3 masih utuh." Katanya. Aku mencari-cari, dan benar saja, ada surat dengan nomor urut 3 yang masih utuh.

"Bacalah." Katanya. Aku mendelaknya.

Hai, jangan khawatir atas seluruh lebam yang ada di wajahmu. Semua akan kembali pulih.

"Oh, serius, kau menulis semua ini? Bagaimana dengan urutan 4?" Aku lalu mencari-cari urutan 4. "Kau merobeknya." Kata Jesse. Aku memicingkan mataku. "Kau benar-benar mengerjaiku? Kau total bersalah akan semua masalahku. Dan kau masih tak mau minta maaf?" Kataku kesal. "Aku bahkan tidak bersalah." Jawabnya datar. "A..apa? Kau pikir kau-"

"Kau yang salah, kau membalas setiap hal yang ku berikan padamu." Kata Jesse memotong.

Aku bahkan tidak mengerti apa yang ia bicarakan. "Kau tidak di skors, itu bagus karena aku yang bilang pada Mrs. Pearce. Agar kau bisa menyaksikan teman-temanmu dihukum." Katanya. Aku terbelalak. "Tapi akhirnya mereka tak dihukum, karena aku, karena kau!" Katanya. Ia malah tertawa. "Hey, kau gila? Kenapa kau tertawa?" Tanyaku kesal. "Wajahmu lucu." Jawabnya. Deg, aku lalu merasakan hal yang tidak karuan, seperti saat ia mengundangku ke pesta ulang tahunku..

"Aku bertanya padamu, kenapa kau sangat membenci Olivia dan teman-temannya, termasuk aku serta Gina dan teman-temannya?" Tanyaku. "Aku tidak membencimu." Katanya. "Aku benci mereka karena mereka berlebihan, itu saja." Lanjutnya. "Oh, jadi aku harus berlebihan agar kau menjauh dariku?" Tanyaku kesal. "Tidak, aku pikir aku tidak akan membencimu." Jawabnya. Aku tertegun, hatiku seperti kepentok tembok.

"Kenapa kau selalu menaruh rokok di bibirmu tanpa dinyalakan?" Tanyaku. Ia duduk di depanku, mengeluarkan rokok itu. "Ini bukan rokok, ini permen. Lihat, kau mengigitnya dan permen ini akan memendek dengan sendirinya." Jawabnya sambil menunjukan letak letaknya. Oh. Kesalku.

"Kenapa kau diam saja? Aku pikir kau adalah salah satu anak populer, jadi kau banyak bicara," ujarnya. "Aku diam saat ada yang salah. Jadi saat aku terdiam, berpikirlah." Ketusku. "Oh, kau ingin aku minta maaf padamu ya? Hahahaha.." ia tertawa. "Apanya yang lucu?" Tanyaku kesal. "Kau menginginkan aku, untuk meminta maaf padamu kan? Itu tidak akan pernah terjadi, Ashley." Katanya sambil tersenyum dengan senyum mautnya. Oh, ku kira sekarang aku sadar kenapa banyak wanita yang menyukainya, kuncinya ada di mata dan bibirnya yang merah muda. Batinku.

Setelah lumayan lama, kupikir aku luluh juga hingga aku bisa mengobrol dengannya. Entah kenapa, Jesse asli dan Jesse yang ada di pikiranku adalah total berbeda. Dia aneh, memang, aku mengakuinya. Namun ia adalah pribadi yang unik dan sulit ditebak. Ia bukan seorang badboy, ia total anak yang manis. Perlahan senyumku memancar. "Hey, aku suka jika kau tersenyum seperti itu." Kata Jesse, di tengah-tengah pembicaraan.

"Begitu?" Tanyaku, kurasa pipiku menjadi merah.

"Ya, tidak semua orang punya senyum seperti itu." Katanya. Aku tertawa. "Aku juga suka jika kau tertawa seperti itu." Lanjutnya, sambil tersenyum, dengan senyum indahnya. Ia benar-benar merubah seluruh mindsetku tentangnya. Ia bukan lagi lelaki yang menyebalkan, ia juga bukan lelaki misterius yang aneh. Kini aku benar-benar mengenalnya. Dunia, kalian harus mengenal Jesse, oh jangan, nanti kalian jatuh cinta padanya. Hanya aku yang berhak mencintainya. Titik.

"Aku tak tahu apa yang akan terjadi esok." Gumamku.

"Tak akan terjadi apa-apa, aku akan ada bersamamu seharian, benar kan? Aku ada di kelas bahasa Jerman dan Matematika." Jawabnya. Jawaban itu benar-benar membuatku tenang, ya tuhan. "Kau baik sekali." Senyumku. "Itu bagus, Ashley. Kau tidak membenciku lagi." Tuturnya sambil tertawa kecil. "Aku tidak mungkin membencimu." Jawabku. Ia tersenyum, namun aku masih terhanyut di lautan hijau yang ada di matanya. Perlahan aku mendekati wajahku ke arahnya.. semakin dekat, sehingga aku bisa merasakan nafasnya. Jantungku satu juta kali lebih kencang detaknya.

"Jesse, seseoeang di bawah!" Tiba-tiba pintu terbuka dan Dylan masuk ke kamar. "Oh, maaf. Aku tidak sengaja." Kata Dylan. Aku menatap Dylan memelas. Jesse berdeham, ku kira ia gugup. "Ehh- aku kira aku sudah dijemput bibiku." Ujar Jesse. "Ya, silakan." Kataku sambil tersenyum, mencoba melepaskan ketegangan yang tersisa.

"Terimakasih, Ashley, sudah memaafkanku." Kata Jesse lalu berdiri. "Tidak, terimakasih kau sudah datang. Aku senang kau datang." Kataku. Ia tersenyum. "Baiklah, sampai ketemu besok, Ash." Katanya. "Dah." Aku melambaikan tanganku. Lalu ia keluar dan menutup pintu kamarku.

Ya tuhan! Terimakasih kau sudah mendatangkan lelaki bernama Jesse Turner ke kehidupanku. Aku menyukainya.

JESSE (because a boy like you is impossible to find)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang