Sepanjang perjalanan pulang, Selina tak henti mengoceh. Kenapa kamu tak tahu sopan santun, Cessa? Kenapa kamu menyiram Cantika sampai basah seperti itu? Kamu itu bikin mama malu tahu...bla..bla...bla...
Dan Dav hanya diam mendengarkan sambil mengerucutkan bibir. Sedangkan Hernan yang menyetir di sampingnya, tak berkomentar apapun.
Akhirnya mereka pun sampai di rumah. Begitu mobil terparkir, Dav langsung keluar, masuk ke dalam rumah dan naik ke tingkat atas, menuju kamarnya.
"Berhenti, Princessa....!" seru Hernan tegas.
Dav menghentikan langkah dan menatap gusar pada Hernan. "Apa sih, Om?" tanyanya tak sabar, "Om mau nyeramahin gue juga? Kenapa tadi Om diem aja, nggak ngoceh bareng mama? Kan gue dengernya sekali--"
"Princessa...!" tegur Hernan keras, "Kamu---!"
"Iya, Om!" Dav tak memperdulikan teguran Hernan dan malah memotong perkataannya, "Gue sengaja! Gue emang sengaja 'nyiram muka adik kesayangan Om itu! Salah sendiri dia mulai duluan, dikiranya gue takut apa?!" lanjutnya penuh emosi, "Kalau Om ngerasa nggak senang, pergi sana jauh-jauh! Ngapain ikut pulang ke sini?! Dan gue emang nggak tahu sopan santun, kalau Om nggak suka, putusin aja pertunangan kita!" Ia sedikit terengah karena telah bicara panjang.
"Sudah selesai?" tanya Hernan tenang.
Eh?
"Sudah selesai bicaranya, Princessa?" tanya Hernan lagi.
Dav hanya diam sambil mengerucutkan bibir jauh-jauh.
"Kalau begitu giliran saya yang berbicara." Hernan terdiam sejenak, "Besok kamu ada kuliah?"
Hah? Dav terperangah. Sama sekali tak menyangka kalau Hernan malah bertanya, bukan memarahinya.
"Ada kuliah atau tidak, Princess?" tanya Hernan lagi, "Sampai jam berapa?"
"Ehm....Emangnya kenapa, Om?" Dav malah balik bertanya.
"Jawab saja, Princessa!" ucap Hernan tak sabar.
"Ada," sahut Dav akhirnya, "gue kuliah sampai sore."
"Kalau begitu, besok sore saya akan menjemputmu."
"Jemput gue?" tanya Dav, "Nggak usah deh, Om. Gue nggak usah dijemput-jemput. Gue bisa pulang sendiri." Ia tak mau kejadian beberapa hari yang lalu, saat Hernan 'menjemput'nya terulang lagi. Bagaimana kalau HerDer rese itu berteriak memanggil nama depannya lagi ? Memalukan! Dia...si gadis tomboy dipanggil Princess? Yang benar saja! Memang itu adalah bagian dari namanya, tapi teman-teman sekampusnya bahkan dosennya pun tak ada yang memanggilnya dengan nama itu. Sebagian besar dari mereka, tak ada yang tahu nama depannya karena namanya selalu ditulis P. Davenia Ardhiana. Tapi, gara-gara HerDer rese itu....ergh...! Semoga aja nggak ada yang ingat kejadian kemarin itu!
"Tapi saya akan menjemputmu!" Hernan bersikeras.
"Om....!"
"Kita akan pergi ke bridal,"
Apa? Mata Dav membulat mendengar lanjutan kata-kata Hernan. "Bri-dal?" tanyanya tak yakin.
Hernan mengangguk. "Mamiku dan mamamu akan menunggu di sana." ucapnya, "Mereka akan membantumu memilih gaun pengantin."
"Me-memilih gaun--" ucap Dav mengulang perkataan Hernan, "Ja-di...Om, jadi kita...akan benar-benar menikah?"
Hernan mengangguk.
"Om sama sekali nggak berniat buat ngebatalin pernikahan ini?" tanya Dav lagi. "Mami dan papi Om juga tetap setuju---"
"Memangnya kenapa, Princessa?"
"Soalnya gue....tadi gue kan--" Dav berdecak tak sabar, "Tadi Om kan udah liat kelakuan gue! Gue ini nggak tahu sopan santun dan udah bikin adik kesayangan Om itu termehek-mehek, masa Om nggak mau ngubah pikiran Om sih? Mami dan papi Om juga....kan jelas-jelas gue bukan calon istri dan calon menantu yang baik--"
"Soal itu kamu bisa belajar pelan-pelan," ucap Hernan santai.
Dav mencibir. Kenapa lagi-lagi ia gagal mengubah pikiran HerDer rese satu ini bahkan kedua orang tuanya? Padahal tadi ia kan sudah sengaja....sengaja berpenampilan santai dan cuek, juga sengaja membalas Cantika sehingga adik kesayangan HerDer rese itu keluar dari kamar mandi sambil menangis dan mengadu. Ia sama sekali tidak membela diri, dengan harapan dengan begitu orang tua Hernan akan berpikir kalau orang yang telah ditunangkan dengan putranya sejak bayi itu tidak 'terdidik' dengan baik sehingga mereka pun merasa menyesal dan akhirnya memutuskan pertunangan serta membatalkan pernikahan yang telah mereka rencanakan.
Tapi kenapa kedua orang tua HerDer rese itu malah bersikap tidak ambil pusing dan tetap akan menikahkan HerDer rese itu dengannya? Apa mereka juga sudah bisa menduga kalau itu hanya akal-akalannya saja agar pernikahan itu dibatalkan? Ergh! Pasti HerDer rese itu yang kasih tahu....!
Kalau begitu apa yang harus dilakukannya? Apa sekarang ia hanya bisa bersikap pasrah dan menurut saja dinikahkan dengan HerDer rese itu? Dav menatap lekat Hernan. Hmm, tapi kalau dilihat-lihat, nggak apa-apa juga kali gue nikah ama HerDer rese itu, biarpun udah om-om tapi tetep ganteng....Heh?! Apa?! Ia langsung memukul-mukul kepalanya, Jangan mulai ngaco lagi, Davi....!
"Kamu itu kenapa?"
"Eh?" Dav langsung menghentikan gerakannya, "A-apa?"
"Kepalamu masih pusing?" tanya Hernan lagi, "Kalau begitu minum obat dan beristirahatlah."
Tuh kan! Dia juga perhatian... Hentikan pemikiran itu, Davi! Dav cepat-cepat memarahi dirinya sendiri.
"Princess?" panggil Hernan karena Dav hanya diam menatapnya.
"Ehm? I-iya Om,"ucap Dav akhirnya, "gue balik ke kamar dulu." Ia pun membalikkan badan dan melangkah menuju kamarnya.
"Sebentar, Princess."
Dav berdecak kesal. "Apa lagi sih, Om?" tanyanya sambil kembali membalikkan badan menghadap Hernan.
Hernan langsung menghampiri Dav dan mengecup pipinya dengan cepat. "Good night and sweet dreams." bisiknya kemudian pergi meninggalkan Dav sendiri.
Dav berdiri mematung. A-apa yang tadi dilakukan HerDer rese itu? Dia-- Wajahnya memerah dan perlahan sebelah tangannya terangkat, menyentuh pipinya yang tadi dikecup Hernan. Ia pun tersenyum-senyum sendiri. Lalu...
Hah?! Sebuah kesadaran tiba-tiba menyentaknya. "Dasar HerDer rese!" serunya keras-keras, "Berani-beraninya loe nyium pipi gue....!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bratty Little Bride
RomanceDav, -Princessa Davenia Ardhiana-, gadis tomboy berusia hampir 18 tahun, sama sekali tak menyangka kalau ia sudah bertunangan dan akan segera menikah dengan Hernando Dervin Seanan, lelaki yang usianya lebih tua 12 tahun darinya. Tidak! Jelas tidak...