DELAPAN BELAS

6.8K 316 22
                                    

Begitu mobil pengantin berhenti di depan rumah, Dav langsung keluar dari pintu depan mobil tersebut.  Ya! Ia duduk di samping sopir. Padahal seharusnya ia duduk di kursi belakang bersama Hernan. Tapi, tidak! Ia benar-benar tidak mau berdekatan dengannya. Ia merasa sangat benci, marah, dan sebal pada Herder rese itu!

Sebenarnya, lebih tepat ia benci, marah dan sebal pada dirinya sendiri. Karena tadi mereka benar- benar melakukan wedding kiss. Dan ia hanya diam saja. Ia membiarkan Herder rese itu menciumnya!

Benar-benar bodoh! Kenapa tadi ia bersikap 'pasrah' seperti itu? Kenapa ia tidak menggigit kuat-kuat ketika bibir Herder rese itu menyentuh bibirnya? Kenapa ia tidak melakukan itu…?!

Dav benar-benar tak tahu. Entah kenapa, ketika tadi bibir Hernan menyentuh bibirnya dengan lembut, ia mendadak beku. Hanya bisa merasakan jantungnya yang tiba-tiba berdebar kencang dan… Aaargh! Ia sudah tidak mau mengingatnya lagi. Ini pasti pengaruh shampange yang diminumnya. Lain kali ia tidak akan mau minum shampange lagi!

"Cessa….!"

Dav tak menggubriskan panggilan mamanya dan terus melangkah masuk ke rumah, langsung menuju kamarnya. Ia membanting pintu keras-keras dan masuk ke dalam kamar mandi. Bergegas membersihkan diri dan memakai piyama. Ia ingin lekas-lekas tidur dan melupakan semuanya.

Dav sedang guling-guling di kasurnya ketika pintu kamarnya tiba- tiba membuka. Ia pun melonjak bangun. "Om…!" teriaknya sebal ketika melihat siapa yang masuk, " Nggak sopan banget sih maen masuk aja. Nggak bisa ketok pintu dulu apa?"

" Saya sudah mengetuknya." sahut Hernan tenang.

Benarkah? Dav menatap Hernan tak percaya. Koq ia tak mendengar ada ketukan pintu?

"Yaa…tapi gue kan belum ngasih ijin, " ucap Dav kesal, "jadi harusnya Om nggak boleh nyelonong masuk!" Ia pun mengerucutkan bibir, tanda tak senang. "Lagian mau apa sih  Om masuk- masuk ke kamar gue? Ini kan udah malem. Gue cape! Ngantuk! Gue mau tidur, jadi---"

"Mama memaksa saya ke sini…" sela Hernan masih dengan nada tenang.
Dav membulatkan mata. " Ma-ma?"

Hernan mengangguk.

"Kena--" Sebelum Dav menyelesaikan perkataannya, terdengar suara pintu mengunci. Ia pun meloncat berdiri dan bergegas menuju pintu "Mama….!" teriaknya sambil menggerak-gerakkan pintu, " Buka..! Mama apa-apaan sih? Kenapa---"

"Supaya kamu bisa malam pertama bersama Hernan dengan tenang, sayang…" sahut Selina dari balik pintu.

Apa? Dav mengerjap. "Ma-malam pertama apaan!" serunya tak senang, "Mama…! Buka….!" Ia kembali menggerak-gerakkan handle pintu dengan kencang.

"Koq malam pertama apaan sih?!" sahut Selina lagi, "Kamu dan Hernan kan sudah menikah, jadi sudah sepantasnya malam pertama-an. Sudah seharusnya mulai membuat cucu untuk mama…"

Hah? Dav ternganga. "Mama….! serunya lagi, "Mama ngomong apaan sih?! Jangan ngaco---"

"Lho koq ngaco?" ucap Selina, " Memangnya salah ya kalau mama---"

"Buka! Mama…! Buka pintunya….!" teriak Dav memotong perkataan Selina, "Dav nggak mau tinggal sekamar ama om-om rese itu…!"

"Ck…!" Selina berdecak gemas, "Koq om-om rese sih? Dia itu suami kamu…" ucapnya, "Jadi seharusnya kamu memanggilnya suami tersayang dengan nada mesra gitu…"

Hah?! Dav mengerucutkan bibir jauh-jauh, tanda sebal mendengar perkataan mamanya, "Mama!" serunya, " Jangan ngomong yang engga-engga terus deh! Cepat bukain pintunya!" Untuk kesekian kalinya, Dav menggerak-gerakkan handle pintu kamarnya.

Bratty Little BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang