DUA PULUH TIGA

9.5K 384 68
                                    

Bukan hanya Dav, tetapi Hernan juga sangat terkejut mendengar permintaan Cantika.

"Kamu..." ucap Hernan, "Tadi kamu bilang apa?"

"Tolong kerokin aku, Kak." Cantika mengulang ucapannya tanpa malu-malu. "Badanku terasa nggak enak. Aku sepertinya nggak bakalan bisa tidur, kalau belum dikerok," jelasnya, "dan teman-temanku juga kan belum pada pulang, jadi nggak ada yang bisa dimintai tolong selain Kak Hernan."

Dav hanya diam. Menahan dirinya. Ia ingin tahu apa jawaban Hernan. Kalau HerDer rese itu berani menyetujui permintaan adik angkat kesayangannya yang tidak tahu malu itu, eergh! Lihat saja nanti!

"Ehm, Princess saja ya yang mengerokimu?"

"Iya...! Biar gue aja..." sambar Dav cepat. Ia merasa senang karena Hernan menolak dan menyuruhnya, sehingga ia memiliki kesempatan untuk melampiaskan kesebalannya. Ia bertekad akan mengerok kulit si Jelek itu kuat-kuat. Rasakan saja itu nanti!

"Tuh, Princess-nya saja setuju." ucap Hernan, "Jadi..."

"Nggak usah!" sahut Cantika ketus. Ia membuka pintu, dan masuk ke kamarnya.

"Can..."

Brak!

Cantika langsung menutup pintu dengan keras. Sama sekali tak memerdulikan panggilan Hernan.

Hernan pun hendak menekan bel, agar Cantika (mudah-mudahan saja) kembali membuka pintu, sehingga ia bisa membujuknya. Namun, "Princessa...!" serunya terkejut karena Dav tiba-tiba menarik tangannya.

"Apa?!" Dav menatap sebal pada Hernan, "Ngapain Om pencet bel? Mau bilang ama si Jelek itu kalau Om yang bakalan ngerokin dia?!" serunya marah, "Kalau gitu, sana! Kerokin aja adek kesayangan Om itu sampe puas!" Ia pun masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintu dengan keras.

Hernan menghela napas panjang. Merasa serba salah. Kenapa keduanya jadi marah seperti itu? Hah...! Ia benar-benar bingung, seharusnya bagaimana.

****
Dalam kamar, Dav menunggu Hernan dengan cemas.

Satu menit,

Lima menit,

Sepuluh menit,

Bahkan sampai Dav telah mengganti gaunnya dengan kemeja Hernan, karena amit-amit deh kalau harus pakai lingerie, ia masih saja belum mendengar suara bel.

Apa HerDer rese lebih memilih si Jelek itu?

Mungkin saja! Si Jelek itu kan punya 'senjata' sakit, yang pastinya membuat HerDer rese itu sangat mengkhawatirkannya!

Dav mencebik. Besok, dia akan minta cerai!

****
Dav terbangun dan membuka mata. Kamar terlihat terang, tetapi bukan karena cahaya lampu melainkan sinar matahari yang masuk dari sela-sela tirai, dan itu berarti hari telah berganti pagi.

Tiba-tiba Dav melonjak duduk, ketika menyadari kalau ia berada di kasur. "Kenapa gue bisa tidur di sini?" gumamnya sedikit bingung. Seingatnya, semalam ia menunggu Hernan di sofa dan sama sekali tak beranjak dari sana. "Apa HerDer rese itu ...?"

"Kamu sudah bangun?"

Dav langsung menoleh. Dan dilihatnya, Hernan sedang berdiri di depan pintu kamar mandi, dengan rambut basah dan bertelanjang dada, serta bagian bawahnya hanya ditutupi handuk.

Eh? Wajah Dav memerah, ia pun segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Hanya sebentar, karena ia kembali menatap Hernan. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya.
Sesuatu yang menggantung tepat di tengah dada Hernan.

Sesuatu yang melekat pada kalung yang selalu dipakai Hernan.

Ya! Sejak pertama kali bertemu, Dav tahu Hernan memakai kalung. Namun, ia tak pernah tahu bentuk liontinnya. Entah disengaja atau tidak, Hernan tak pernah mengeluarkannya. Selalu saja tersembunyi di balik baju.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 12, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bratty Little BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang