Keinginan Masa Lalu

1K 30 5
                                    

"Pangeran!!"

Deg.

Suara panggilan itu membuat langkah kakiku berhenti sejenak.

Tidak.

Tidak lagi.

Kali ini Aku yakin itu bukan suara Dia.

Jangan menoleh.

Aku mohon jangan.

Tapi... apa mungkin...

Ah, Tidak.

Tidak.

Jangan lagi berharap Za. Jangan. Dia itu hanya masa lalu, teman masa kecilmu. Jangan berharap bisa bertemu lagi denganya, itu sudah terlalu lama. Hampir 18 tahun. Sadarlah, tidak mungkin dia ada di sini sekarang. Kalaupun iya, tidak mungkin juga dia masih ingat padamu.

Sadarlah Za!!

Aku menghela napas dengan kasar saat suara dalam pikiranku mulai kacau. Separuh pikiranku mengatakan TIDAK!! dan separuhnya lagi mengatakan PERGI DARI SINI. SEKARANG JUGA!! tapi hati kecilku mengatakan sebaliknya,

Jangan pergi, tetap di sini dan lihatlah Dia.

Haaahh..

Oke, mungkin hanya kali ini saja. Sekali ini saja aku ingin memastikan bahwa suara itu bukan milik dia.

Dengan keberanian dan keputusan yang sudah kuambil, perlahan kubalikan badanku, mataku secara otomatis mulai mencari-cari keberadaan suara tersebut.

Bodoh!!

Kembali pikiranku memaki, tapi keputusanku sudah bulat. Aku ingin melihatnya. Sekali saja. Aku yakin, masih ada kemungkinan untuk bertemu dengannya.

"Pangeran, berapa kali udah Ummi bilang, jangan ajak Senja main bola. Dia itu perempuan, bukan anak laki-laki."

Senyumku merekah saat mendengar suara itu mengalun dengan lembut namun terdengar sangat tegas. Dan tanpa diminta bayangan wajah teman masa kecilku melintas di depan mata, membuat senyumku berubah menjadi kekehan kecil.

"Kamu tau kan apa perbedaannya anak laki-laki dengan anak perempuan?" Suara nyaring itu terdengar diantara keriuhan suara-suara lainnya.

Fasya Menoleh sejenak, memperhatikan wajah bulat tembam milik seorang anak laki-laki yang duduk tepat di hadapannya. Anak laki-laki itu tersenyum lebar saat Fasya hanya terdiam memandangi wajahnya.

"Kamu juga tau kan apa perbedaannya orang gendut dengan orang kurus?" Ujar Fasya ringan, perlahan senyum mengejek terlukis di wajah anak perempun berambut ikal itu, membuat senyum lebar anak laki-laki itu perlahan menghilang.

"Nggak asik!! kamu nyebelin kalo udah bawa-bawa fisik," Seru anak laki-laki itu sambil cemberut.

"Kamu yang mulai duluan. kenapa selalu bawa-bawa gender?"

Aku semakin terkekeh geli saat kelebatan ingatan masa laluku mampir sejenak di dalam kepala.

"Aku tau, Mi. Senja itu anak perempuan. Tapi kan tenaganya kayak anak laki- laki,"

Jawaban yang sangat menggagumkan, nak.

Kurasakan bibirku terasa kaku, mungkin karena sejak tadi terus tertarik ke atas. Aku tidak menyangka, obrolan sederhana antara Ibu dan anak itu membut senyumku awet.

"Siapa yang ngajarin kamu ngomong kayak gitu? itu namanya nggak sopan, Pangeran."

"Pangeran. Aku mau kalau nanti aku punya anak, nama anak aku... Pangeran."

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang