Suami, Mantan, Cinta pertama

955 37 6
                                    

"Alfiyah!"

Aku menelengkan wajahku cepat saat suara panggilan itu terdengar nyaring diantara suara berisik lainnya. Senyumku seketika terbit begitu mengenali pemilik suara itu. Nurdyah. Wanita yang sejak tadi aku tunggu-tunggu kehadirannya. Kulambaikan tanganku dengan semangat sambil melonjak-lonjak kegirangan, melupakan kenyataan bahwa saat ini aku sedang mengenakan High heels 12cm. Aku baru berhenti melonjak saat merasakan kram di betisku yang membuatku meringis ngilu.

"Kenapa?" Pertanyaan itu yang Nurdyah keluarkan saat sampai di hadapanku.

"Betisku sakit gara-gara pakai High heels," Jawabku sambil nyengir lucu.

Tanpa ba-bi-bu Nurdyah langsung menghadiahi toyoran maut dari tangan besarnya, "Dasar. Udah tau preman, masih aja mau pakai yang begituan," Wanita manis di hadapanku ini malah mengerutu.

"Kan mau ketemu Kekasih hati," Balasku tersenyum manis.

"Kamu berhasil membujuknya?" Nurdyah bertanya agak sedikit shock, yang segera kuangguki dengan semangat.

"Selamat kalau begitu. Kamu sukses membuat otak normalnya bergeser," Ucap Nurdyah geli, menyalamiku sambil mengguncang-guncang tanganku seperti orang gila.

Agak terdengar berlebihan memang. Apanya yang membuat otak geser? yang ada otakku yang sudah pindah tempat demi untuk membujuknya. Ish.

"Terima kasih. Aku anggap itu sebagai pujian," Kataku sarkastik.

"Bodoh."

"Jangan lupa, itu nama tengahku," Aku semakin mencibir sebal.

"Aku dengar Hanif datang hari ini," Kuedarkan tatapanku kesegala arah, berusaha mencari sosok Pria yang kami kenal. Sahabatku yang lain selain Nurdyah.

"Aku dengar Isterinya baru melahirkan." Ujar Nurdyah pelan.

Aku kembali menoleh kepadanya, "Oh ya?" Kutatap wanita berumur 32 tahun -tapi belum menikah- ini dengan penuh minat, "Kamu patah hati dong?" Aku terkekeh geli saat air mukanya berubah menjadi masam.

"Sial! Aku sudah tidak peduli lagi,"

"Masa? Bukannya kamu bilang Dia akan segera bercerai?" Godaku semakin gencar.

Menurut kabar yang aku dengar, kedua sahabatku ini memang menjalin hubungan terlarang alias selingkuh. Aku sempat marah saat tau kenyataan itu. Tapi apa dayaku? saat mereka mengatas namakan cinta sebagi alasannya? Cuih. Aku bersumpah pernah ingin melindas keduanya menggunakan truk kontainer. Kalau saja aku tidak mendengar kabar lanjutan, bahwa Hanif lebih memilih isterinya yang saat itu sedang mengandung. Aku bersyukur karena keduanya sudah sepakat untuk mengakhiri hubungan kotor mereka. Syukurlah mereka cepat sadar, sebelum aku sempat berbuat anarkis untuk menganiaya keduanya sampai tewas. Ih.

"Kalau mau bergosip jangan di sini, Alfiyah Humaira," Sahutnya ketus.

"Oh, seperti itu?" Ejekku menyebalkan.

"Alfiyah! Kamu nyebelin," Teriaknya tertahan, Aku sudah tertawa terbahak. Aku yakin kalau bukan di tempat yang ramai seperti saat ini, Nurdyah pasti sudah memakiku dengan kata-kata kejam yang dia hapal.

Tawaku baru berhenti ketika suara merdu di atas panggung melantunkan sebait lagu, kemudian tidak lama musik khas pun mengiringi nyanyian indahnya, membuat bulu kudukku meremang karena merasa takjub. Marawis! Iya marawis. Mataku melebar sempurna, lengkap dengan mulut agak menganga. Dia...

"Wah... Wah... Wah... Dia benar-benar datang ternyata." Aku sama sekali tidak mendengarkan ocehan Nurdyah, saat ini seluruh fokusku sudah berpindah pada sosok di depan sana. Sosok yang dulu pernah aku damba-dambakan.

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang