"Saya terima nikah dan kawinnya Hanifah Nur Hasanah binti Bapak Kurniawan Hasan dengan maskawin yang tersebut, dibayar Tunai!!"
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"SAH!!!"
Aku meringis saat kalimat ijab kabul itu keluar dengan lantang dari mulut seorang lelaki yang kini tengah duduk tepat disebelahku. Jantungku berdegup tidak beraturan didalam sana. Memompa aliran darahku dangan sangat cepat. Membuat seluruh darahku merambat naik hingga terasa sampai keubun-ubunku. Sekujur tubuhku sudah basah oleh keringat dingin dan Nafasku pun mulai keluar dengan tidak beraturan. Terengah pelan, rasanya seperti habis lari-lari maraton di lapangan terbuka. Haduh! Rasanya pengen pingsan sekarang juga. Kuremas kedua tanganku yang saling bertautan dengan cemas.
Sekilas dapat kudengar dengan sangat jelas saat Dia menggumamkan kalimat Alhamdulillah Saat para saksi meneriakan kata SAH setalah Dia berhasil mengucapkan Ijab itu dengan sekali tarikan nafas. Anehnya setelah itu justru ada perasaan sedikit lega dan bangga yang menggelitik hatiku.
Aku memberanikan diriku untuk meliriknya sekilas. Dia. Yang kini telah Sah menjadi mahramku itu, tersenyum sangat lebar. Bahkan terlalu kelewat lebar menurutku. Aku sampai sempat berpikir pasti bakal robek itu mulutnya kalau Dia terus saja tersenyum seperti itu.
Cih, Dasar Bocah!
Aku memakinya lewat tatapan mata. Tapi sekali lagi aku meringis saat membayangkan wajah kekanak-kanaknya itu tengah mengecup mesra keningku.
Alamak! Kenapa hanya membanyangkannya saja bisa membuat hatiku kebat-kebit? perasaanku langsung porak-poranda dibuatnya. Sepertinya otakku memang sudah rusak!
"Ayo dicium dulu tangan Suminya Nak Hanifah,"
Eh? Dicium? Apanya yang dicium?
Aku melongo beberapa saat. Menatap bapak-bapak dihadapanku dengan wajah tidak yakin. Maksudnya nyium apaan nih Pak? Mataku mengerjap-kerjap kebingungan.
"Lho kok malah bengong? Ayo cium tangan Suaminya dulu,"
"Eh?"
Tubuhku seketika berasa kaku, mataku pun ikut melebar saat bapak-bapak dihadapanku itu kembali menyuruhku untuk mencium tangan Lelaki... Eh, salah. Maksudku Suamiku. Setelah kami selesai menanda tangani surat nikah yang disodorkan bapak-bapak yang menjabat tangan suamiku tadi. Ya siapa lagi kalau bukan Si Bapak penghulu.
Kutelan ludahku kelu. Tenggorokanku tiba-tiba saja terasa sangat kering. Ah, Sial!! Bisa nggak pak acara cium tangannya diskip aja? Aku beneran ngerasa nggak bisa ini. Haduh!
Aku masih saja betah berdiam di tempat dudukku tanpa memperdulikan Semua mata yang kini tertuju padaku, menungguku untuk melaksakan perintah Bapak penghulu yang terhormat. Jeh, jadi nggerasa nggak enakkan aku jadinya. Haaahh... Emak!
Dengan perlahan kuputar tubuhku yang masih berasa kaku ini kesamping kananku. Kembali aku meringis saat melihat senyum lebar itu masih terpampang dengan sangat jelas diwajah kenakan-kanakannya.
Haduh! kayaknya keputusanku untuk menikah dengannya bukalah pilihan yang tepat. Aku meruntuki kebodohanku dalam hati.
Dengan perasaan enggan aku mengulurkan tangan kananku untuk menggapai tangannya. Tetapi tanpa aku duga, Perasaan hangat dengan cepat menelusup masuk kedalam hatiku, untuk kemudian dengan perlahan menyebar kesekujur tubuhku. Perasaan nyaman serta menyenangkan keluar begitu saja dari dalam hatiku saat telapak tanganku bersentuhan dengan telapak tangannya.
Aku sama sekali tidak terkejut dengan perasaan yang datang tiba-tiba seperti itu. Karena aku sudah sering merasakan perasaan itu saat aku berada didekatnya. Mungkin hal itulah yang menjadi salah satu alasan kenapa aku mau menikah dengan lelaki kekanakan ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/5460561-288-k308889.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen
RomanceTidak ada cerita yang istimewa, di sini hanya ada kumpulan-kumpulan sampah yang kadang tanpa permisi timbul di dalam otak saya begitu saja dan selalu menuntut untuk segera dikeluarkan.