Aku berdiri kaku di ambang pintu kamarku, lututku terasa lemas, mataku menatap ngeri pada kedua makhluk yang sedang sibuk bergumul di atas ranjangku itu.
Hyaaa... Astaghfirullahaladzim... Ya Allah, ya Tuhan-ku lindungilah Aku!
Dengan bibir bergetar aku mulai sibuk merapalkan segala macam do'a di dalam hatiku.
Tangan dan tubuhku ikut bergetar hebat saat tangan Pria yang selama 2 tahun ini hidup berasama denganku itu mulai membuka seluruh pakaian yang di kenakan makhluk mungil yang sejak tadi sudah terbaring pasrah di hadapannya.
Kuremas kuat-kuat sisi kanan gamis yang kupakai, Kepanikan yang sangat ketara mulai menyerangku, Keringat dinginpun sudah membasahi seluruh bagian tubuhku, kueratkan pegangan tangan kiriku pada knop pintu kamar demi mengalihkan sejenak rasa panikku.
Ya Allah...
Seakan merasakan kehadiranku, Dengan perlahan wajah tampan Pria itu menoleh kearahku, senyum lembutnya mengembang begitu Dia melihatku.
"Kenapa masih berdiri disitu? Kamu nggak mau bantuin aku nih?" Ucapnya lembut.
Aku menahan nafasku sejenak, sesaat melirik makhluk mungil yang berbaring di hadapannya. Sedetik kemudian kugelengkan kepalaku kuat-kuat, menolaknya secara terang-terangan.
"Nggak! A-ku... Aku takut," Tolakku dengan gugup.
"Eh? Takut?" Pria itu kembali bertanya, mata indahnya menatapku dengan geli.
"Aku kan udah pernah bilang, Aku tuh paling takut sama Anak bayi." Kali ini volume suaraku semakin mengecil.
Kutundukan wajahku dalam-dalam saat suara tawa merdu Pria... Ehem... maksudku... Suamiku mengalun begitu saja memenuhi kamar kami.
Masih dengan tawa gelinya Dia berucap, "Sayang, Umur Naira udah 8 bulan lho. Dia udah gede, kenapa kamu masih takut?" Dan ucapannya itu berhasil membuatku kesal.
Kulipat kedua tanganku di depan dada dan mataku langsung menatapnya dengan sebal.
"Tetep aja Nai itu masih bayi. Aku nggak mau deket-deket Nai kalo Dia belum berumur 2 tahun." Jawabku emosi.
Hening sejenak, sebelum akhirnya terdengar suara helaan nafas berat suamiku dengan sangat jelas, Aku tertegun saat menemukan gurat-gurat kekeceweaan yang terpampang jelas pada wajah tampannya.
Ya Allah, apa yang sudah aku katakan?
Aku mentapnya dengan penuh rasa penyesalan, apa Dia terluka karena ucapanku?
"Sayang, kalo kamu takut kayak gini terus gimana kita bisa punya baby sendiri? padahal aku pingin banget jadi Ayah," Ucapnya berat.
Nafasku tercekat, kedua tanganku melorot, terkulai begitu saja di samping tubuhku. Kembali kuremas gamisku dengan erat.
Mataku masih menatap matanya tapi secepat kilat Dia memalingkan wajahnya dariku, Dia lebih memilih menatap makhluk mungil di hadapannya dengan tatapan sendu.
Ya Allah, Ya Rabb... Kata-katanya barusan bagaikan sebuah palu godam yang dengan kerasnya menghantam langsung dadaku. Seketika rasa sesak menyerbuku, Wajah sedihnya saat ini sungguh menyiksaku.
Kutelan ludahku kelu, Kucoba memberanikan diri untuk menghampirinya,
Dengan sangat perlahan kudekati Dia, Aku sengaja memilih duduk di belakang punggungnya, Aku benar-benar masih merasa takut dengan kehadiran makhluk mungil yang berbaring di atas ranjangku itu.
Ah, tolong ingatkan aku untuk memaki Abang serta kakak iparku yang usil itu, seenaknya saja mereka pergi dengan menitipkan Makhluk mungil ini kepada kami. Sudah jelas-jelas mereka tau bahwa aku takut dengan makhluk bernama bayi ini,
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen
RomanceTidak ada cerita yang istimewa, di sini hanya ada kumpulan-kumpulan sampah yang kadang tanpa permisi timbul di dalam otak saya begitu saja dan selalu menuntut untuk segera dikeluarkan.