DANIEL
"Aduh," Teriakku saat Vino tidak sengaja menyentuh luka di bagian dadaku yang terbalut kemeja.
"Papa, Vino nakal ya?" tanya anakku dengan polos dan merasa bersalah.
Aku menurunkannya dengan hati-hati, sambil menahan nyeri di lenganku.
"Vino nggak nakal. Tadi nggak sengaja kesenggol tangan Vino, jadi sakit," jelasku, berusaha menghilangkan raut khawatir anakku.
Aku meringis pelan menahan denyutan di seluruh tubuhku. Rasanya perih dan pegal. Bagaimana tidak, seakan belum cukup aku hampir habis dipukuli oleh preman-preman tadi malam, tubuhku juga terkena bekas pecahan kaca mobil saat aku berusaha masuk ke dalam mobil karena perempuan bodoh itu tidak membukakan pintu mobil.
"Papa."
Aku menunduk, menatap Vino yang sedang tersenyum padaku. "Ya?"
"Vino mau jadi superman." Ucapnya lantang.
Aku mengernyit, lalu berjongkok di depannya, "Maksud Vino apa?"
"Jadi superman kayak Papa. Gendong Tante Sasi yang sakit kayak tadi malam. Keren, Pa." dia mengacungkan kedua ibu jarinya padaku, sambil tersenyum lebar.
Aku terkekeh, lalu mengusap kepalanya dengan gemas. Dia memang sempat melihatku yang membawa perempuan itu ke kamar Vino tadi malam. "Kamu harus besar dulu kalau mau gendong orang."
"Iya. Besok kalo Vino besar, Vino mau punya badan yang gede kayak Papa."
Aku mengangguk melihat keantusiasan Vino, "Makanya Vino nggak boleh malas gerak biar cepat besar."
Dia mengangguk dengan binar bahagia di matanya. Aku berjalan menuju ruang tengah, mengambil kotak P3K lalu duduk di sofa. Kubuka kemejaku untuk kembali mengobati lukaku dan membenarkan perban yang sempat terlepas.
"Papa." Panggil Vino lagi.
Dia sudah naik ke sofa dan memperhatikan apa yang sedang kulakukan.
"Hm." Gumamku sambil mulai melilitkan perban pada lenganku.
"Sakit ya, Pa?"
Aku melirik Vino sekilas, lalu tersenyum geli melihat wajahnya yang ketakutan.
"Katanya Vino mau jadi superman, kok takut lihat begini?"
Vino bergidik ngeri, membuatku tertawa.
"Papa berantem ya tadi malam?"
Aku mengembuskan napas panjang mendengar pertanyaan itu.
Tadi malam, setelah aku mengusir perempuan itu dari rumahku, Aurel tiba-tiba menelepon, bertanya apa perempuan itu masih di rumahku. Aku jawab saja dia baru saja pulang. Dan Aurel malah memarahiku. Dia menyuruhku untuk menyusul perempuan itu sebelum jauh. Aurel mengatakannya dengan nada khawatir, terdengar hampir menangis. Lantas saja aku bergegas mengeluarkan motorku untuk mengejar perempuan itu. Aku melihat mobilnya di pertigaan dan mobil itu mengambil jalur ke kiri, padahal itu jalan sepi.
Sedikit khawatir, aku mengebut mengejar mobil itu. Sampai kemudian aku menggeram marah saat melihat lima orang lelaki berbadan besar berusaha merusak mobil itu. Segera saja kupukuli mereka satu per satu. Setidaknya, hobiku berkelahi saat muda bisa sedikit berguna saat ini.
Aku memang sempat melumpuhkan mereka, tapi kemudian, tetap saja aku yang terkena serangan. Lima lawan satu. Jelas saja aku mulai kewalahan. Saat mendapat sedikit celah karena musuhku sudah terkapar, aku berteriak ke dalam mobil, agar perempuan yang sedang meringkuk di bawah, membuka pintunya. Tapi dia dengan bodohnya hanya diam mematung disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAIN (TERBIT) ✔
RomanceTELAH DITERBITKAN. TERSEDIA DI TOKO BUKU. Karena di mana pun cinta berada, luka akan senantiasa mengiringinya. Dan selebar apa pun luka, cinta akan selalu menyembuhkannya. -Sasikirana Arundati- Perempuan malang yang hidup dalam kekejaman dunia...