4. Tanpa Sadar

142K 7.8K 420
                                    

DANIEL

"Kamu nggak apa-apa?"

Aku membuka mataku mendengar suara lembut itu. Mataku terasa berat untuk terbuka, tubuhku serasa remuk dan memar akibat pukulan beberapa musuhku tadi pagi. Pertama kali yang kulihat saat membuka mata adalah wajah seorang cewek yang sedang menatapku khawatir. Aku belum terlalu paham dan mengenali semua cewek di sekolah ini. Karena aku murid baru.

Susah payah, aku duduk di bangku panjang yang baru saja kutiduri. Menahan nyeri di ulu hatiku yang baru saja terkena bogem dari seseorang.

"Kamu harus ke UKS. Mau kuantar?"

Suara itu lagi. Aku masih belum sepenuhnya melihat wajah cewek itu. Kusipitkan mata agar lebih jelas melihatnya. Dan satu hal yang aku tahu setelah pandanganku seutuhnya terfokus. Dia cantik. Tatapannya begitu lembut dan suaranya menenangkan.

"Aku panggil temanku dulu untuk membantumu berdiri," katanya sambil berbalik.

Entah kekuatan dari mana, saat dia hampir melangkah, aku mencekal lengannya. Dia langsung berbalik kembali dan menatap aneh padaku.

"Bisa tolong kamu saja yang membantuku ke UKS?" mohonku padanya.

Dia masih menatap tanganku yang memegang lengannya, "Ta-tapi, aku...." dia terlihat gugup.

Aku tersenyum kecil melihat ekspresi gugupnya. Aku tahu apa yang akan dia katakan. Pasti dia berpikir tidak akan kuat membawa tubuhku ke UKS seorang diri.

"Aku hanya perlu ini." Aku mengangkat satu tanganku yang lain untuk menggenggam tangannya yang bebas. Sekarang kedua tanganku menggenggam kedua tangannya.

Aku menatapnya yang masih terlihat bingung. "Ayo, bantu aku berdiri. Aku nggak seberat yang kamu pikirkan." Aku memainkan alisku, membuatnya malah tambah bingung.

Aku terkekeh, dan ternyata dia segera sadar. Perlahan, dia menarik tangannya yang kugenggam. Dan aku dengan susah payah berusaha berdiri. Kuembuskan napas lega setelah berhasil berdiri di hadapan cewek tadi. Aku mengamati tubuh orang di depanku. Dia terlihat cute dengan seragam putih abu-abunya. Rambutnya yang sedikit pirang serta wajahnya yang tidak sepenuhnya Asia, membuatku bertanya.

"Kamu bukan orang Indonesia?" tanyaku.

"Ap-apa? Aku?" Dia berdehem. "Aku orang Indonesia, kenapa?"

Aku mengernyit lagi, tapi lalu mengibaskan tanganku.

Kemudian dia membantuku melangkah menuju UKS. Sampai di sana, dia membersihkan luka-luka lebam di lengan dan wajahku dengan cekatan.

"Kamu kelas berapa?" tanyaku sambil meringis saat dia membersihkan luka di sekitar rahangku.

"Sepuluh," jawabnya singkat.

Aku mengangguk. "Aku kelas dua belas."

Gerakan tangannya di wajahku berhenti. Aku menatapnya heran.

"Ma-maaf. Aku kira bukan kakak kelas," katanya yang membuatku terkekeh.

"Tidak apa-apa. Aku baru sebulan di sekolah ini. Jadi mungkin kamu nggak tahu aku," jelasku. "Oh ya, namamu siapa?"

Cewek itu tersenyum padaku. Dan Ya Tuhan ... ini pertama kalinya senyum perempuan membuat jantungku melompat ke sana-kemari.

"Aku Dinna. Aidinna," ucapnya, masih dengan senyum hangatnya.

Aku menatap uluran tangannya sebelum membalas, menggenggam tangannya.

"Aku Daniel."

PAIN (TERBIT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang