2. Perempuan yang Merepotkan

190K 8.8K 305
                                    

BAGIAN 2: PEREMPUAN YANG MEREPOTKAN

DANIEL

"Pa ...."

Aku yang sedang berkutat dengan pekerjaanku di ruang kerja, segera beranjak setelah mendengar panggilan itu. Aku berjalan ke kamarku, mendapati Vino sudah duduk di ranjang sambil mengucek matanya.

"Kenapa bangun?" tanyaku pelan sambil mengusap kepala Vino.

Anakku ini sudah berumur 5 tahun. Dan dia sangat pendiam. Sama seperti ibunya.

"Haus?" tanyaku lagi saat Vino masih saja diam sambil menatap ke satu tempat.

"Nggak, Pa," jawabnya singkat. Lalu tiba-tiba dia menatapku dengan mata berair, bukan karena bangun tidur. Tapi karena dia akan menangis.

"Pa, Mama mana?"

Aku memejamkan mata mendengar pertanyaan yang dia lontarkan dengan setengah terisak. Aku merasakan sakit itu. Sama seperti anakku, aku juga merasa sangat kehilangan. Akhir-akhir ini, entah kenapa Vino mulai menanyakan keberadaan sosok ibu yang dulu tidak pernah dia tanyakan padaku. Mungkin faktor lingkungan di TK-nya membuatnya mengerti bahwa selayaknya seorang anak memiliki dua orang yang selalu mendampinginya di mana pun. Seorang ayah dan seorang ibu. Tapi nyatanya, sekarang dia sudah mengerti bahwa dia tidak seperti anak-anak lain, dia tidak memiliki sosok ibu.

"Papa bilang Mama pergi. Tapi ke mana? Kenapa nggak pulang?"

Aku memeluk Vino yang sudah menangis. Dia tidak pernah menangis sebelumnya, dia selalu diam dengan perkataan ataupun perlakuan orang lain. Dan sekarang dia menangis dengan kencang, menunjukkan bahwa dia benar- benar sedih akan hal yang baru saja dia tanyakan. Mungkin dia sudah tidak bisa menahan kerinduannya pada orang yang telah melahirkannya.

"Mama selalu di sekitar kita," kataku menenangkan, sambil menatap foto yang kupasang di dinding.

Foto Dinna ... istriku.

Vino masih menangis si pelukanku. Walaupun dia masih kecil, tapi cara berpikirnya benar-benar tidak seperti anak kecil. Dia sangat sabar dan penyayang, tidak pernah meminta apa-apa padaku. Di saat kebanyakan anak laki-laki kecil lainnya meminta mainan yang aneh-aneh, Vino tidak pernah meminta hal itu. Dia hanya meminta sesuatu yang benar-benar dia butuhkan. Untuk sehari-hari dan untuk sekolah.

"Vino mimpi Mama, Pa," katanya lalu mendongak menatapku.

Aku mengambilkan minum di nakas saat dia terbatuk-batuk karena terlalu kencang menangis. Setelah dia minum dan batuknya reda, dia menunjuk foto di dinding. Seorang wanita cantik dengan rambut pirang dan senyumnya yang sangat menawan.

"Itu Mama kan, Pa?" tanyanya padaku.

Aku mengusap wajah Vino yang basah, lalu mengangguk. Aku memang tidak pernah mengatakan siapa wanita di foto itu. Dan selama ini Vino pun tidak pernah bertanya.

"Mama bilang sayang sama Papa dan Vino," ucapnya lirih dengan matanya yang berair.

"Iya, Mama selalu sayang sama kita. Vino jangan sedih, nanti Mama ikut sedih."

Vino masih memandangi foto Mamanya. Mungkin benar tadi dia bermimpi bertemu Dinna. Aku yakin itu. Pasti Dinna juga merindukan anaknya, dan akhirnya menemuinya dalam mimpi.

"Sekarang Vino tidur, besok sekolah." Aku menata bantal dan membantu Vino berbaring.

Aku menunggui Vino sampai dia benar-benar terlelap. Kulirik jam di dinding, sudah hampir pukul 2 pagi dan aku belum bisa tidur setelah pulang dari acara perusahaan Aurel. Aku pulang terlebih dulu sebelum acara selelsai, karena ada wanita sialan yang mengatakan bahwa Dinna menyuruhku menikah dengannya?

PAIN (TERBIT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang