BAGIAN 12: KIRANA, LET ME KISS YOU
DANIEL
Aku menatap sekeliling, tempat ini serasa tidak asing. Tapi di mana? Kutelusuri langkahku di atas jalan setapak yang terhubung dengan tempat di depan sana. Dan sesampainya di ujung jalan setapak itu, aku melihat sebuah taman. Sekarang aku ingat, ini adalah tempat di mana aku melamar Dinna!
"Dinna...," bisikku lirih, menatap sebuah bangku yang dulu sering kududuki bersama Dinna.
Kuusap sandaran bangku itu, dan kucari namaku dan Dinna di antara banyak nama yang terukir di sana. Setelah kutemukan, kupandang terus menerus ukiran itu, teringat dulu kami mengukirnya dengan susah payah dengan bolpoin yang kami temukan di tanah. Aku memutuskan untuk duduk di bangku, memejamkan mataku, membiarkan semua kenangan bermunculan silih berganti. Sampai sekarang, aku masih menyimpannya rapat-rapat di otak dan hatiku.
Silir angin menerpa wajahku yang kuyakin sangat kusut. Karena kebahagiaanku, sudah terenggut bersamaan dengan meninggalnya orang yang sangat kucintai. Hidupku saat ini hanya tentang anak kami yang sudah berhasil dilahirkan oleh Dinna. Hanya dia yang kumiliki sebagai penopang hidupku, agar aku selalu tegar dan tidak rapuh.
Aku kembali membuka mata, dan saat itu aku melihatnya.
Dia ... yang sangat kurindukan selama ini. Yang selalu sanggup membuatku menangis saat mengingatnya. Dia tersenyum padaku. Senyum yang sejak dulu terlukis di wajah cantiknya. Aku tersadar bahwa itu benar-benar Dinna. Aku berdiri dengan pelan, melangkah ragu ke wanita berbaju putih dengan sinar yang mengelilinginya.
Apa aku bermimpi? Tapi ini terasa nyata.
Sampai di depannya, kuangkat tanganku untuk menyentuh wajahnya, tetapi tidak bisa. Tanganku menembusnya begitu saja. Seakan orang yang kulihat sekarang ini hanya seseorang yang tak kasat mata.
Tapi kenapa aku bisa melihatnya?
"Dinna...," bisikku lagi, memandangi kedua tanganku yang sama sekali tidak bisa menyentuhnya.
"Daniel."
Suaranya.
Ya Tuhan, aku sangat merindukan suara merdu ini.
"Dinna, kamu...." aku tidak sanggup berkata lagi. Aku ingin memeluknya, tapi lagi-lagi aku tidak bisa meraihnya.
"Maaf baru datang. Ini mungkin pertama dan terakhir kalinya, " ujarnya lagi.
Aku memejamkan mata, meresapi suaranya dan menemukan kelegaan di hatiku.
"Aku mencintaimu, Dinna." Kutatap matanya dengan tulus. Aku harap dia tahu bahwa selama ini aku masih sangat mencintainya.
"Kamu sudah tidak mencintaiku, Daniel," ucapannya sukses membuatku menatapnya bingung.
Kenapa dia berkata demikian? Apa dia marah karena aku menikah dengan perempuan lain? Tapi kenapa dia mengucapkan hal itu sambil tersenyum?
"Dinna, kamu harus tahu. Aku menikah bukan karena mencintai perempuan lain. Tapi demi Vino," Aku berkata dengan gusar, takut dia meragukan kesetiaanku.
"Aku tidak meragukan kesetiaanmu," ucapnya yang membuatku bertanya-tanya.
Dari mana dia bisa tahu apa yang kupikirkan?
"Aku percaya bahwa kamu orang yang setia, Dan. Dulu pun, kamu sangat setia padaku. Tapi sekarang ... kamu tidak perlu menjaga kesetiaanmu untukku."
"Apa maksudmu?" teriakku frustrasi.
Aku benar-benar tidak mengerti dengan ucapannya.
"Aku hanya ingin kamu dan anak kita bahagia. Kalau setiap mengingatku kamu sedih, maka lupakanlah."
KAMU SEDANG MEMBACA
PAIN (TERBIT) ✔
RomanceTELAH DITERBITKAN. TERSEDIA DI TOKO BUKU. Karena di mana pun cinta berada, luka akan senantiasa mengiringinya. Dan selebar apa pun luka, cinta akan selalu menyembuhkannya. -Sasikirana Arundati- Perempuan malang yang hidup dalam kekejaman dunia...