11. Berpura-pura

136K 7.7K 518
                                    

SASIKIRANA

"Vino pintar pakai baju sendiri?" tanyaku takjub saat baru saja keluar dari kamar mandi.

Padahal aku baru sebentar saja ke kamar mandi, tapi Vino sudah rapi dengan seragam sekolahnya.

Dia tersenyum riang ke arahku. "Vino udah bisa pakai baju dari dulu, Mama." Dia lalu turun dari ranjang dan berlari ke arahku. Dia memeluk kakiku erat.

Akhirnya aku berjongkok dan merapikan rambutnya yang belum sempat disisir.

"Vino sudah siap?"

Teriakan dari pintu membuatku dan Vino menoleh, mendapati Kak Daniel berdiri di pintu sambil mengecek jam tangannya. Sekarang memang sudah jam setengah 7. Padahal kata Vino dia biasanya bangun pukul 5 setiap pagi. Itu artinya, dia kesiangan.

Mungkin itu karena tadi malam adalah pertama kalinya Vino tidur dengan seorang perempuan yang dia panggil Mama, makanya sampai bangun kesiangan. Melihat keceriaannya di pagi hari, membuatku yakin bahwa pernikahan ini memang menguntungkan, setidaknya untuk Vino.

Aku berdiri dan menggandeng Vino mendekat ke Kak Daniel, "Vino sarapan dulu ya. Mama udah masak." Kataku pada Vino.

"Mama masak apa? Vino suka cu-"

"Nggak usah sarapan. Udah siang. Kita berangkat sekarang, Vin."

Kalimat itu membekukanku. Sangat menohok dan membuat denyutan nyeri tiba-tiba saja muncul. Di hatiku. Tapi Kak Daniel, yang mengatakan itu, malah dengan kasar melepas tanganku yang sedang menggandeng Vino.

"Tapi Vino mau-"

"Vino, nanti kamu terlambat!"

Aku memejamkan mata sejenak, untuk sekadar menghilangkan denyut nyeri itu ketika lagi-lagi Kak Daniel menunjukkan penolakan akan hal sekecil apa pun yang kulakukan untuknya dan Vino.

"Mama."

Aku mengusahakan senyum kepada Vino yang tadi memanggilku. Aku kembali menyejajarkan wajahku dengan wajah Vino.

"Vino berangkat dulu ya. Vino sayaaaang Mama." Ucapnya dengan ceria lalu mengecup pipi kiriku, membuatku terkekeh.

Sebenarnya ini yang bisa menyembuhkan sakit yang Kak Daniel torehkan. Dengan celotehan Vino membuatku kembali bisa tersenyum.

"Mama juga sayaaaaang Vino." Aku menirukan cara bicaranya sambil mengecup kedua pipinya bergantian.

Dia tertawa dengan bahagia.

Kalau ini yang setiap hari bisa kulihat, aku rela tersakiti oleh Kak Daniel.

***

Aku mengganti channel tivi, membolak-balikkan majalah, berpindah dari satu sofa ke sofa lain. Dan... masih saja merasa bosan.

Merasa tidak punya kegiatan lain lagi, aku memutuskan menuju ke ruang makan. Tersaji beberapa makanan yang sengaja kumasak sepagi mungkin.

Tapi tidak ada yang memakannya!

Bahkan aku pun belum makan sedari pagi karena nafsu makanku tiba-tiba menghilang karena terlalu memikirkan apa yang terjadi sejak kemarin sampai pagi ini.

Kemarin, aku baru saja menikah, lalu tadi malam, pertama kalinya aku tidur di rumah ini, dengan Vino yang memelukku erat. Namun di tengah malam, aku tahu bahwa Kak Daniel pindah kamar. Aku belum tidur saat itu, tepatnya tidak bisa tidur karena merasa gugup setengah mati. Pandanganku sama sekali tidak teralihkan dari seisi kamar Kak Daniel yang hanya berisi foto istrinya yang sudah meninggal. Aku tentu saja sakit hati. Tapi aku tidak bisa apa-apa.

PAIN (TERBIT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang