10. Air Mata

133K 7.4K 170
                                    

BAGIAN 10: AIR MATA

DANIEL

Aku melangkah gontai memasuki kamar. Seusai ijab kabul yang sangat menguras tenaga, aku sudah tidak sanggup berpura-pura di depan mereka bahwa aku baik-baik saja. Di dalam sana, aku hancur! Aku mengucap janji suci dengan orang yang sama sekali tidak kucintai, di atas bayang-bayangku tentang Dinna.

Ya Tuhan, setelah ini aku harus bagaimana? Membiarkan istriku melakukan apa yang dia suka. Atau mengikatnya dengan aturan seperti selayaknya istri? Dari awal perjanjianku dengannya, dia boleh berhubungan dengan siapa pun. Asalkan tidak melebihi batas dan tidak merugikan satu sama lain. Sepertinya begitu lebih baik. Jujur saja, aku sudah tidak mau memikirkan apa pun tentangnya. Aku lebih baik tidak menghiraukannya daripada berhubungan dengannya, karena aku tidak yakin emosiku akan stabil saat bersamanya.

Melihat wajahnya saja membuatku selalu ingin marah. Teringat tentang semua kisah masa mudanya. Memang tidak sedikit wanita di dunia ini yang melakukan hal itu. Tapi lain halnya dengan perempuan satu itu. Bisa-bisanya dia berpura-pura ketakutan saat aku akan menyentuhnya. Itu namanya dia munafik. Sok suci seakan yang dialaminya dahulu tidak dia inginkan.

Dadaku tiba-tiba bergemuruh. Benar kan, dengan memikirkannya saja membuat emosiku naik seketika. Bagaimana jika melihat wajahnya langsung. Kuembuskan napas beberapa kali, mencoba menenaNgkan diri. Kulepas jasku dan melemparnya sembarangan. Saat sedang melonggarkan dasi, tatapanku jatuh pada sebuah foto yang selalu kupajang di dinding, di mana pun aku berada. Perlahan aku mendekat pada foto itu, mengambilnya dari dinding dan memandang foto itu dengan dadaku yang mulai terasa sesak.

Kuusap pelan foto dalam bingkai figura itu, mengusap bagian wajah istri pertamaku yang sedang tersenyum lembut. Semua kenangan berlarian muncul di pikiranku. Betapa tersiksanya dulu saat aku di London, aku tidak bisa menghubungi Dinna sama sekali. Dia seperti sengaja menjauh dariku. Ah, yang benar, aku yang meninggalkannya dan lebih memilih untuk menuruti keinginan Papa. Sampai kemudian aku bertemu Aurel di London. Wajahnya mirip dengan Dinna. Aku pikir, dengannya bisa sedikit mengurangi rasa rinduku pada Dinna. Benar, aku menjadikan Aurel pacarku, sampai kemudian aku mengetahui bahwa dia adalah adik dari perempuan yang sangat kucintai. Aku sedikit shock, merasa bersalah pada Aurel yang dulu benar-benar mencintaiku dan aku juga merasa memiliki sedikit titik cerah untuk bisa kembali mencari tahu keberadaan Dinna.

Sejak saat itu, pikiranku benar-benar hanya terfokus pada Dinna. Sampai melihat Aurel pun, yang kulihat hanya Dinna. Aku menjalani hubunganku dengan Aurel yang kuanggap Dinna. Suatu malam, aku dan Aurel melakukan hal yang benar-benar hampir melewati batas karena lagi-lagi, aku mengira bahwa dia adalah Dinna. Untung saja Aurel menyadarkanku bahwa kami tidak boleh melakukan sesuatu yang lebih dari itu. Setelah itu, aku merasa tidak bisa terus menerus diam dan menganggap orang lain sebagai orang yang kucintai. Aku memutuskan Aurel begitu saja, alasannya karena aku masih mencintai mantan pacarku.

Aku tahu itu adalah perbuatan yang sangat banci. Tapi aku benar-benar tidak ingin membuatnya malah semakin terbawa ke dalam masalahku. Aku kembali ke Indonesia setelah memutuskan Aurel. Aku tidak memberitahu orang tuaku tentang kepulanganku. Aku hanya ingin mencari Dinna. Aku bermaksud mencari tahu rumah Dinna dari internet karena Papanya orang berada mungkin saja tertera beberapa petunjuk tentang tempat tinggal mereka.

Belum sempat aku melakukan semua niatku, aku melihat orang yang selalu memenuhi pikiranku, sedang duduk di taman di mana dulu aku melamarnya. Aku menghampirinya dengan pengharapan akan masa depan kami yang mulai membumbung tinggi saat melihat keberadaannya.

Tapi dia tidak langsung menerimaku. Aku terus meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja. Karena aku tahu selama ini dia masih mencintaiku, sama seperti aku yang begitu mencintainya. Aku mengambil langkah menikah secara diam-diam. Berhubung Dinna sudah tidak memiliki Ayah, kakek dan saudara laki-laki, kami memutuskan untuk menggunakan wali hakim dan itu semakin memudahkan kami untuk tidak memberi tahu siapa pun, terutama orang tuaku.

PAIN (TERBIT) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang