Perasaan yang Sesungguhnya

2.5K 169 2
                                    

Langit mendung melingkupi seluruh kota ini, membuat suasana terasa gelap dan dingin. Mungkin sebentar lagi hujan akan turun.

Sementara di tempat lain seorang gadis hanya terbengong menatap pria di depannya tidak percaya. Pria itu masih menatapnya menunggu jawaban darinya, haahh dia thalita, ya dia tidak mungkin mengaku pada tristan bahwa ia tidak mengerti tentang cinta.

"Hmm pernah"

"Apa kau menyukaiku?"

"Hmm aku hanya menyukaimu 0,0001%"

Pria di sampingnya bernafas lega dan tertawa, thalita betul-betul semakin tidak mengerti dengan sikap tristan akhir-akhir ini. Thalita menatap pria itu seolah berkata "mengapa kau tertawa? Apa perkataan ku salah"

"Aku tertawa karna senang thalita" ucap tristan sambil menghela nafas panjang dan tersenyum

"Kenapa?"

"Karna kau menyukaiku meski itu 0,0001% setidaknya ada sedikit ruang di hatimu untuk ku thalita" ucap tristan dengan senyum tulus dan menatap dalam tepat di manik mata thalita, membuat rona di kedua pipi gadis itu. Thalita segera memalingkan wajahnya tapi senyum tipis tertarik di kedua sudut bibirnya.

Sebuah jari jemari sedingin es menyentuh pipinya membuat thalita tersadar, dan menatap pria di depannya cemas

"Tangan mu dingin sekali, apa kau sakit, lebih baik pulang saja"

"Aku tidak apa thalita"

"Tidak apa kau bilang?, tangan mu sudah sedingin itu" ucap thalita melepas syalnya dan memasangnya ke leher tristan, pria itu hanya tersenyum dan menatap lembut gadis yang terus mengoceh di depannya.

Tristan POV

Kau tidak pernah berubah thalita tidak akan pernah, kau selalu memikirkan orang lain di banding dirimu sendiri. Kau akan selalu menjadi malaikat di setiap kehidupanmu.

"Apa masih dingin? " ucap gadis itu dengan wajah cemas sambi masih menggenggam tangan ku.

Aku hanya menggeleng lemah dan tersenyum. "Kau tidak perlu berusaha menghangatkan ku thalita, kehadiran mu saja sudah membuat ku merasa hangat" batinku

Author POV

Tristan merasa menemukan lagi kenghangatannya, jari jemari thalita mengantarkannya pada perasaan yang pernah ia rasakan 450 tahun yang lalu saat di mana gadis yang ia cintai menggenggam tangannya untuk terakhir kali, dan memintanya untuk tetap hidup. Tanpa sadar air mata mengalir di pipi tristan. Thalita mengusap perlahan air mata tristan dan menatap pria itu bingung.

"Kau akan menangis saat kau sedih" ucap tristan, matanya menerawang

"Aku memang tidak tahu apa yang kau rasakan, tapi jika mau kau bisa berbagi certia denganku aku siap mendengarkan"

Tristan hanya menggeleng lemah

"Baiklah" ucap thalita sambil mengendikkan bahunya

Ntah mengapa melihat tristan sedih membuat perasaan lain di hatinya, dia merasakan suatu emosi aneh yang selama ini tidak pernah ia rasakan. Selama ini thalita selalu menjalani kehidupan tanpa emosi dalam dirinya, kehidupannya selalu datar, tapi pria itu datang dan membuat kekacauan di hatinya. Ntahlah ia tidak mengerti, yang ia tahu saat ini masih banyak hal yang dia tidak ia ketahui tentang pria di sampinnya ini.

***

"Tristaann, kau di mana? Aku tahu kau disini"

Suara nyaring itu betul-betul mengganggu tristan yah siapa lagi kalau bukan violet. Tristan memutar bola matanya dan keluar dan kubah mainan anak-anak itu diikuti dengan thalita.

"Ohh kau menyuruhku membereskan apartemen mu dan kau bersenang-senang dengannya di sini"

"Bukan urusanmu"

"Tentu saja urusanku" ucap violet sambil menarik tangan tristan dan menatap tajam thalita membuat gadis itu menunduk.

"Aku tidak suka kau mencampuri kehidupan ku, kau tahu itu"

"Aku tidak berusaha mencampuri kehidupan mu, aku aahhh hanya mengingatkan mu tristan sadarlah"

Thalita merasa dadanya sedikit sesak, dia merasa seperti pengganggu di antara tristan dan violet, gadis itu berjalan mundur perlahan dari posisinya berdiri, dan meninggalkan kedua orang itu.

***

Banyak fikiran berkecamuk dalam dirinya, sementara angin dingin terus menerpa tubuhnya, gadis itu merapatkan tangannya, berusaha memeluk dirinya sendiri, ya udara memang sangat dingin dan sweter yang ia kenakan tidak mampu menghangatkan dirinya

"Haahh... kau di sini rupanya"

Thalita mengangkat kepalanya, rintik hujan mulai turun perlahan. Adrian kini berdiri beberapa meter di depannya meskipun udara dingin ia dapat melihat peluh di dahi pria itu, apa adrian mencarinya.

Pria itu hanya menatapnya dengan wajah cemas dan berbagai ekspresi yang tidak thalita mengerti. Pria itu melangkah pasti ke arah thalita dan melepaskan jaketnya lalu memasangnya di kepala thalita, berusaha melindungi gadis itu dari rinai hujan yang turun perlahan.

Adrian menatap gadis itu dalam tanpa mempedulikan rinai hujan yang mulai membasahi rambutnya

"Saat mencintai seseorang hatinya akan sakit thalita"

"Eh"

"Saat mereka tidak bisa melakukan apapun selain berfikir tentang orang itu. Saat orang itu bersama orang lain akan terasa menyakitkan"

Adrian menarik tahlita mendekat ke arahnya kini wajah mereka saling berhadapan dan berjarak beberapa centi.

"Dan mereka cuma ingin melihatmu" sambung adrian dengan wajah datar dan serius

Adrian kembali berdiri ke poisisi awalnya, kini sebuah senyum tulus terlukis di wajahnya

"Aku suka kamu thalita" ucapnya lembut dan menarik gadis itu ke dalam dekapannya

"Bukan cinta sebagai sahabat, tapi cinta sebagai kekasih" lanjutnya sambil mengecup lembut kening thalita membuat gadis itu terperangah.

Kini rinai hujan tidak lagi mereka rasakan, hanya kehangatanlah yang melingkupi keduanya saat ini....

TBC

Hohoh akhirnya author balik lagi. Maaf lama update maklum udah kelas 3. Makasi buat yang udah comen, vote dan baca cerita ini sebelumnya.

Jangan lupa vomentnya yaa ^^ untuk kelanjutan cerita ini

Makasii ^^

DEVIL BECOME ANGELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang