Chapter 6 : What the hell they're up to?

109 14 3
                                    

And suddenly I become a part of your past
I'm becoming the part that don't last
(The Fray - Over My Head)

"Why are you cutting yourself?" Harry menidurkan badannya di tempat tidur. Aku bisa tahu dari nada suaranya kalau Harry tak begitu berminat pada diriku.

"It's not your business anyway. And I'm pretty sure you're don't give a single fuck for my well being."

Harry terkekeh, "You're right. Tapi apa mungkin kau melukai dirimu karena tingkahku dan yang lain?"

"Uhm, not the whole thing. Just part of it. Aku punya masalah bukan hanya dengan kalian saja." Aku menoleh ke belakang menatap Harry yang memandangku dengan tatapan mata yang begitu intens, "But, thank you tough. Bukan untuk kebaikan hatimu saat ini, tapi terima kasih karena kau sudah membuatku hidup dalam neraka selama ini."

"Uhm... Aku bingung harus bilang apa."

"Then, don't. Just hate me."

"Well, okay. I hate you."

"Thank you."

Aku merasa nyaman berbicara dengan Harry. Harry tidak menunjukkan sisi lembutnya padaku, dia masih membenciku tapi saling keterbukaan begini membuatku merasa untuk pertama kalinya senang berbicara dengan orang lain. Harry tak menunjukkan dia peduli padaku, dia tak menceramahiku agar aku berhenti bersikap tolol, Harry tetap Harry yang benci padaku. Dan aku senang akan hal itu.

Di luar sikap perhatiannya yang aneh. Aku tak merasakan keganjilan. Sebagian besar sisi di hatiku mengatakan agar secepatnya pergi dari kandang ular berbisa ini, tapi anehnya aku tetap bertahan di tempat ini.

Rumah Harry yang besar sama sepinya dengan rumahku. Paling hanya ada tiga orang asisten rumah tangga di tempat ini dan satu orang koki italia bernama Fabio. Aku kaget sekali Harry bisa bersikap sangat ramah dengan Fabio, dia bahkan ikut membantu Fabio di dapur.

Aku menghabiskan waktuku hingga malam di rumah Harry. Tak banyak yang kita bicarakan, Harry lebih sering mengobrol dengan ketiga asisten rumah tangganya yang mayoritas ada di rentang tiga puluhan, dan dia lebih sering bercanda dengan Fabio, mungkin karena umur mereka yang berdekatan. Mendengar tawa antara Harry dan seisi rumah ini saja sudah membuatku betah berlama-lama. Tak jarang aku dijadikan bahan lelucon Harry dan ajaibnya sama sekali tak ada rasa sakit hati seperti yang biasa aku rasakan. Biasanya aku selalu takut pada Harry di sekolah, tapi lihatlah sekarang aku dan Harry bisa melebur begini. Aku yakin keajaiban ini hanya bertahan untuk malam ini, tidak mungkin Harry akan berbicara tanpa memukulku besok di sekolah. Mustahil.

Aku dan Harry duduk di meja makan panjang untuk makan malam. Fabio dan tiga orang asisten rumah tangga Harry datang satu persatu membawakan hidangan yang biasanya aku jumpai di restoran berbintang Michelin. Aku tak bisa berhenti berdecak kagum saat melihat hidangan demi hidangan mendarat di meja makan ini.

"Bagaimana kita akan habiskan ini semua?"

"Tidak perlu dihabiskan. Dicicipi saja sudah membuat Fabio senang. " Harry melemparkan senyum memabukkannya lagi membuat pipiku memanas tanpa bisa aku cegah.

"Apa kau tinggal sendiri disini?" Aku mengalihkan pandanganku ke steik di depanku. Semakin lama aku memandang Harry, bisa-bisa aku benar-benar jatuh cinta padanya.

"Nope. Ada satu orang lagi. Saudara tiriku."

"Kau punya saudara tiri?"

"Yeah, sudah dua tahun."

Belum habis keterkejutanku tentang fakta yang aku yakin tak ada satu pun murid di sekolah tahu, suara pria berdengung ke sekeliling ruangan. Suara yang familiar. Aku membentuk huruf o sempurna setelah melihat pria pirang dengan tindikan di bibirnya sekarang mengambil kursi persis di sebelahku dan berhadapan langsung dengan Harry di seberang. Harry memutar matanya jengkel melihat Luke.

Lonely LullabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang