Chapter Seven

38 6 2
                                    

"Kau terlihat luar biasa." Ucap Kazuro, sambil melihat ke arah Risa dari ujung kaki sampai ujung kepala.

Risa mengenakan gaun biasa, berwarna biru gelap dengan membawa tas kecil berwarna hitam, sepatu hak berwarna biru muda, dan rambutnya yang panjang digerai. Ia tidak menggunakan riasan apapun, kecuali bedak. Ia pun hanya memakai lipbalm warna bibir.

"Jangan melihatku seperti itu." Ucap Risa cemberut, namun tidak terlihat marah.

"Baiklah." Ucap Kazuro, lalu memberikan tangannya ke Risa seperti hendak mendampinginya. "Siap, Putri?"

"Diamlah." Ucap Risa sambil tertawa kecil, lalu mengaitkan tangannya ke tangan Kazuro.

Mereka akhirnya masuk ke rumah istananya Eriko. Disana terlihat sudah sangat ramai. Banyak minuman-minuman, makanan, pinata, lalu ada meja yang penuh dengan petasan dan kembang api, jadi siapapun bisa mengambilnya. Dan yang paling mencolok adalah sebuah Grand Piano berwarna putih di tengah ruangan.

"Risa-chan." Panggil Kazuro.

"Ya?" Jawab Risa.

"Aku tidak melihat Grand Piano itu kemarin."

"Oh itu. Eriko hanya menempatkannya saat acara-acara spesial saja."

"Oh begitu." Ucap Kazuro.

Setelah lama melihat-lihat, ada seseorang yang memanggil Risa. "Risa!"

Risa pun menoleh, lalu Ia tersenyum. "Ichiro! Hai!"

Lalu Ichiro menghambur dan memeluk Risa yang sebelumnya langsung melepaskan kaitan tangannya di tangan Kazuro. Kazuro yang melihatnya merasa sakit hati kembali.

Kazuro akhirnya pergi ke tempat minuman karena melihat Risa yang sepertinya sudah tidak mengganggapnya karena kehadiran Ichiro.

Ia pun hendak membuka ponselnya, ketika seorang laki-laki menabraknya dan ponselnya terjatuh. "Aduh."

"Astaga, maafkan aku." Gumam pria itu.

"Ah, ya tidak apa-apa." Lalu Kazuro kembali mengambil ponselnya yang terjatuh. Ia melihat-lihat dan untungnya ponselnya baik-baik saja.

"Apa benar tidak apa-apa?" Ucap pria itu. "Kalau rusak aku bisa ganti."

Yang benar saja. Gumam Kazuro. "Ah benar, tidak apa-apa."

"Apa kau teman Eriko?" Tanya pria itu ketika mereka berpapasan. Pria itu entah mengapa berpakaian formal  layaknya orang perkantoran, bukan pakaian pesta.

"Ya, benar. Dan anda?"

"Aku Ansel Bastièn, kakak ketiga Eriko. Salam kenal." Jawab pria itu.

"Ah, aku Brian Kazuro, teman Eriko, salam kenal." Lalu mereka pun berjabat tangan.

"Boleh aku memanggilmu Brian?" Tanya Ansel. "Oh ya, dan kau boleh memanggilku Ansel."

"Ah, tentu saja boleh." Jawab Kazuro. "Kau orang Perancis?"

"Aku? Sebenarnya ya, aku lahir dan tinggal di Perancis selama... Mungkin 5 tahun? Aku tidak tahu. Aku dan kedua kakakku tinggal lama di sana sampai ayah kami mengatakan harus pindah ke Jepang karena urusan pekerjaannya. Dan tidak lama setelah itu Eriko lahir." Jawab Ansel panjang lebar.

"Baiklah, jadi," ucap Kazuro sambil menenggak minumannya, lalu memperkeras suaranya sedikit di tengah keramaian itu. "Kau berapa bersaudara?"

"Empat." Ucap Ansel, lalu menenggak minumannya. "Kakak pertamaku, Alexandrè Aubert, yang kedua, Aldrich Derrell, yang ketiga—aku, yang keempat Eriko."

Above the Blue SkyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang