Chapter 9 : Sebel?!

44 3 0
                                    

Author's POV

Dzakiya menatap raportnya dengan perasaan campur aduk.
Antara senang dan bangga melihat nilai-nilai cantiknya, dengan kesal gara-gara permainannya dengan Tania.

"Whuoh, nilai rata-rata 9,5. GREAT!!" Azroy tiba-tiba muncul dari belakang sambil bertepuk tangan.

Dzakiya yang jantungnya hampir copot nendengar seruan Azroy langsung menggeplak pipi cowok itu dengan geplakan yang kurang keras.

"Eh, lo. Muncul tiba-tiba gitu nggak baik buat kesehatan jantung gue, tauk!" tegurnya.
"Raport lo sendiri gimana? Sukses?" tanyanya kemudian.

Azroy tersenyum manis. Perasaan bangga terpancar di matanya.

"Lumayan. Rata-rata 8. Hehe... Gue rada lemah di beberapa bidang, tapi segitu lumayan, kan?"

"Iyalah, lumayan. Daripada lumanyun."
Sebuah suara ikut nimbrung dalam percakapan. Avo lagi...

"Lo kok, di sini?" tanya Dzakiya.

Avo mengernyit.

"Gue daritadi di sini, pinter. Mata udah empat, gue segede gini gak keliatan," sindir Avo.

"Njir, lo jangan gitu, Av. Ntar gue iderin lo ke cewek-cewek," ancam Azroy

Dzakiya tampak kesal.

"DZAKIYAA...!!" suara panggilan Tania membuat Dzakiya menoleh.

"Liat raport lo, dongg!" pinta Tania sambil merebut raport Dzakiya.

Dzakiya tak mau kalah, ia juga merebut raport Tania.

"Waow, itu nilai raportnya, Ki? Nggak beda jauh sama lo," komentar Azroy.

Dzakiya mengangkat bahu.

"Lo siapa?" pertanyaan Avo ditujukan kepada Tania.

"Uummm... Kenalin, itu Tania, sepupu gue," sela Dzakiya.

"Oooh... Tania... Yang ranking dua, kan?"

"Kok, tau?" Tania tersenyum genit.

"Iyalah..." Avo memamerkan senyum mautnya. "Gue kan liat pengumuman di mading. Tania Ardhania Avrel, kan? Lo nyaingin Dzakiya, dong?"

Tania terkekeh.
"Iya dong. Tapi gapapa. Kan Dzakiya sepupu gue sendiri. Hehehe..." Tania bergerak-gerak mengibaskan rambutnya dengan centil.

"Lo lucu. Gak kayak Dzakiya. Dia mah di bercandain dikit doang marah. Terus, dibilangin ranking satu malah teriak-teriak sendiri di perpus," komentar Avo.

Mata Tania membulat. Dalam sekejap, ia menangkupkan tangannya di kedua pipinya yang sudah pasti memerah.

"Gue lucu?" gumamnya sambil memalingkan wajah.

Jari telunjuk Dzakiya menelusup ke balik kacamata dan menggosok-gosok matanya.

"Av..." panggil Dzakiya setengah kesal. "Lo mau tau, kenapa gue teriak-teriak?" tanyanya sambil melirik Tania sejenak.

Avo mangangkat sebelah alisnya. Tania langsung gugup dan buru-buru menyela.

"Dia kesenengan, Av. Karena nilai dia lebih gede daripada gue," seru Tania cepat.

Avo mendengus geli.
"Lebay," katanya.

Dzakiya terperangah.
"Okay, Tan. Lo udah ketemu dia, kan? Siniin raport gue. Gue mau pulang duluan. Si Fathan mana?" Dzakiya merebut raportnya dari tangan Tania.

Tania terkejut sesaat ketika Dzakiya tiba-tiba berubah kesal. Tapi tetap saja. Tania, ya Tania.

"Tumben lo, nyariin abang Fathan?" godanya. Sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman menyebalkan.

Namun seolah tuli, Dzakiya pergi membawa raportnya tanpa sedikitpun ada niat untuk menoleh.

♥♥♥♥♥♥♥♥

"I'm home..." Dzakiya melangkahkan kakinya ke dalam rumah diikuti oleh Fathan yang terheran-heran.

Dzakiya berjalan melewati Ega yang duduk di ruang tamu begitu saja.

"Kenapa adek gue, Than? Lo godain?" tanya Ega kepada Fathan yang langsung menggeleng tanda tak tahu.

Ega bangkit dari duduknya untuk menemui Dzakiya di kamarnya.

"Kiya..." panggil Ega seraya mengetuk-ngetuk pintu kamar adik semata wayangnya.

Tidak ada jawaban.

Ega menghela nafas. Ia mengangkat jari telunjuknya di depan Fathan yang hendak membuka pintu kamar Dzakiya.

Fathan menurut. Ia melangkah meninggalkan pintu bercat putih tersebut.

♥♥♥♥♥♥♥♥

Dzakiya membuka-buka buku tebalnya dengan gerakan cepat dan kasar.

Bukan membaca.

Dia melakukan itu untuk mengusir asap kekesalan yang mengepul di otaknya. Tapi lama-kelamaan, dia terdiam juga.

"Kok, gue emosi, ya? Padahal mereka cuma ngomong-ngomong gitu doang," gumamnya pelan.

"Akh," Dzakiya melemparkan bukunya ke ujung tempat tidur.

"Bukan gara-gara mereka ngobrol makanya gue kesel. Yang gue gak suka itu Avo yang ngomongnya nusuk," omelnya.

Dzakiya menatap langit-langit. Lalu merebahkan tubuhnya.

"Hate them," ujarnya sambil menutup wajahnya dengan bantal.

Tahu-tahu, pintu sudah terbuka, dan Fathan sudah berdiri di ambangnya dengan santai.

"Seandainya engkau punya masalah, putriku. Berceritalah..." ucap Fathan.

Dzakiya memutar bola matanya sebal.

"Nggak usah sok lembut," tegasnya.

"Okay," Fathan mengangkat bahu. "Do you have a problem?"

"Nggak ada orang yang gak punya masalah. Bego sih lu," cibir Dzakiya.

Fathan mengangguk-angguk.
"So, jawaban lo udah jelas. Lo lagi ada masalah. Hmmm... Bisa cerita sama gue?" Fathan menepuk dadanya. "Pakar masalah."

"Pakar masalah tapi hobinya nyari masalah," ejek Dzakiya.

"What...? Helloo... Apa gue selalu nyari masalah?" seru Fathan kaget.

"Iya," jeda dua detik. "Lo ngegodain gue, sama dengan nyari masalah. Lo main-main sama Ega, sama dengan nyari masalah. Lo nyanyi di kamar mandi, juga nyari masalah pendengaran."

Fathan menggaruk-garuk kepalanya.

"Kayaknya lo lagi masalah sama sister gue?"

Dzakiya langsung bertepuk tangan dan mengacungkan jempol ke arah Fathan.
"Yup! Lo bener. Congratulations! Akhirnya lo bisa ngerti perasaan gue yang lagi punya masalah..."

Senyum Fathan mengembang diantara jeda yang terjadi selama beberapa detik.

"Sama Tania yang persis kampretnya sama lo," lanjutan kalimat itu membuat senyim Fathan memudar.

Cowok itu pun pergi begitu saja ke luar kamar.

"Sebenernya bukan cuma sama Tania," gumam Dzakiya setelah Fathan menghilang dari pandangan.

"Melainkan sama gebetannya juga."

-----------------------------------------------------------------------

Vote and comment yaa...

7 Januari 2016

Regards Princeps InQor

(TS) 1 : Princess In Glasses [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang