P.S : Check out Sera on the media :)
2. Oliver
"Gue pengen tahu, apa sih yang lo liat dari adek gue?"
"Liat apanya?" aku hanya menjawab datar, sembari sibuk mengoleskan mentega di atas roti. "Dia cewek, dan cuma sebatas itu."
Aku mendengus pelahan, namun pandangan-pandangan meneliti terasa di sisi kepalaku.
"Nggak usah sok polos, Ol." tawanya terbahak-bahak. "Dari cara lo memandang Kiera aja gue tahu lo cinta mati sama dia."
What? "Aku nggak memandang dia."
"Tepat." tiba-tiba Sera menjentikkan jemarinya, masih dengan sisa tawa. "Lo bahkan nggak bisa natap dia karena lo takut dengan perasaan lo sendiri. Lo tahu lo terlalu mudah dibaca, Oliver."
"Apa pentingnya kita ngomongin ini sih?" aku menyahut gusar. Sialan, rupanya untuk ukuran cowok sepertinya, Sera jelas punya insting dan kemampuan kepo setaraf ibu-ibu arisan.
"Lo tau, nggak ada gunanya juga ngelak. Gue hampir tahu semua yang ada di antara lo," ucapnya sambil menunjukku, "Jevon," ucapnya dengan isyarat mata. "Dan Kiera. Cuma, gue nggak tahu apa yang tersembunyi di antara kalian bertiga."
Aku meletakkan pisau mentega di atas piring, sedikit lebih keras dari yang seharusnya. "Nggak ada apa-apa di antara kami. Dan kalau Kakak mau tahu, tanya Jev. Bagaimanapun juga, disini dialah yang ada apa-apa dengan Kiera."
Karena Jev-lah ini semua terjadi.
"Wah, sayang." Sera mengambil sepotong roti yang baru kuolesi. "Gue berangkat dulu ya. Tolong anterin Kiera sekalian."
Cowok jangkung itu melangkah ke pintu dengan ringan, nqmun berhenti saat tangannya beru saja menyentuh kenop logamnya. "Oh iya, sayangnya, gue lebih setuju kalau Kiera sama lo."
Aku tak merespon ucapannya itu, dan pura-pura tak mendengar sampai pintu berdebam menutup. Aku tetap diam, walau suara kecil jauh di dalam sana tetap berbicara, sekeras apapun aku berusaha mengabaikannya.
Suara yang mengingatkan padaku, kalau semua itu tak mungkin. Kali ini bukan hanya Jev penghalangnya, namun juga faktor lain. Dan kali ini, hanya waktu dan nasib yang bisa menentukan.
Karena memori sama sekali tak bisa berubah.
Sekeras apapun aku berusaha.
***
1. Kiera
"Hah, what-what?" Aku terlonjak grogi saat tiba-tiba seseorang mengguncang-guncangku.
Aku mengerjap beberapa kali, berusaha mengumpulkan seluruh kepingan kesadaranku jadi satu. Beberapa saat kemudian wajah Sera mulai nampak di hadapanku, dan dia sudah lengkap berpakaian dengan seragam sekolahnya.
"Bangun, Kebo." katanya sambil mengguncang-guncangku, dan ini malah membuatku disorientasi. "Ya ampun, susah banget sih bangunin lo."
"Pergi sono, Kak," erangku tak terima, sambil menutupi kembali kepala dengan selimut. "Gue masih ngantuk."
"Udah hampir jam 6, Kir." Sera kembali mengguncang-guncang bahuku, dan membuang selimutku entah kemana. "Buruan ke bawah, kalau udah beres ritual pagi lo. Gur berangkat duluan, ada pelajaran tambahan pagi."
Aku mengerang kesal, lalu menjatuhkan diri lagi ke atas tempat tidur saat Sera sudah keluar lagi. Huft, rasanya aku baru tidur beberapa jam.
Oh oke, aku memang baru tidur beberapa jam.

KAMU SEDANG MEMBACA
V.S [1] : Catch Me If You Can
Подростковая литератураV.S Tetralogy (1) : Kiera R.D Putri Perdana . Ini cerita, tentang persahabatan. Juga cinta. Dan ingatan Oliver cinta Kiera, dan menunggunya hampir seluruh hidupnya walau gadis itu hanya tinggal ingatan. Angie cinta Jevon, dan memendam sakit hatinya...