[9] : Call, Message and Broadcast

1.5K 158 22
                                    

P.S : Check out Oliver on media ^^

2. Oliver

Jevon : Oi.

Jevon : Oi.

Jevon : Oi!

Jevon : Oliver lo dungu apa gimana sih lo kira sekarang jam berapa mau balik apa nggak sih.

Jevon : gue tau lo nggak latihan hari ini.

Aku mengerling kesal ke arah ponselku yang tergeletak di dasbor. Suasana dalam mobil ini terlalu hening. Bahkan hanya suara samar detik jam tanganku, dan deru napas samar yang terdengar dari sini.

Untuk kesekian kalinya, ponselku bergetar lagi, satu-satunya yang memecah keheningan canggung di antara kami. Layarnya menampilkan pesan singkat dari Jevon, berkedip-kedip tak sabar untuk dibaca. Dan itu, cukup untuk membuat gadis yang duduk di kursi penumpang menoleh ke arah benda itu.

Mata hitam yang tajam itu menyipit, sempat menatapku sekilas sebelum akhirnya beralih ke ponselku.

"Angkat aja."

Tuhan, tolong Oliver.

Aku melirik ke arah gadis itu. "Nggak boleh terpecah konsentrasinya kalau lagi nyetir." cetusku asal, seketus mungkin.

Aku benar-benar merasa seperti berkepribadian ganda saat ini. Dan ini, cukup membuatku agak takut.

Gadis itu bersandar pada kursinya, sementara tangannya bersilang di depan dada. Aku tak bisa membaca ekspresinya, terutama karena sepertinya gadis itu memang sengaja hanya memasang tatapan datar.

Kok dia jadi mirip Zula, ya? Bukannya kenapa-kenapa sih, hanya saja, pandangan itu sejenis dengan leader V.S itu.

"Apa lo kesel karena harus nganter gue pulang?" tanyanya tiba-tiba.

Bukan itu alasannya, Sayang. Tapi bibirku tanpa berpikir lagi, langsung menjawab, "Ya."

"Oh." gumamnya akhirnya, sebelum kembali menatap ke luar jendela. Diam lagi. Mata gadis itu menerawang ke luar, walau, ya, sama sekali tak ada pemandangan yang menarik dari kendaraan bermotor yang menyemut di tengah lampu merah.

Rambut yang sama.

Tatapan yang sama.

Gaya bicara yang sama.

Orang yang berbeda.

Aku mencuri pandang ke arahnya, hanya untuk menemukan rasa terbakar yang menusuk itu kembali menyerang dadaku. Cengkramanku di roda kemudi mengeras, membuat buku-buku jariku semakin memutih.

"Kenapa sejak awal, lo nggak suka sama gue?" tanya gadis itu lagi, tanpa sama sekali mengalihkan pandangannya dari jendela.

Sama sekali tak menolong.

"Apa yang bikin lo menyimpulkan itu?"

"Ya," gadis itu akhirnya menoleh, menatap langsung ke mataku.

Hanya pandangan sederhana, tanpa ada maksud yang tersembunyi. Pandangan datar, yang spontan membuat jantungku melompat-lompat dengan liarnya.

"Karena sejak awal, lo nggak pernah bisa ada di tempat yang sama kayak gue. Lo nggak pernah bicara sama gue; bahkan lo nggak pernah menatap gue secara langsung." ucapnya dalam satu tarikan napas. "Lo bertindak, seakan hanya dengan menatap gue, bisa membakar lo."

Ponselku kali ini bergetar lagi, namun bukan lagi singkat seperti sebelumnya.

"Angkat." perintahnya singkat, lalu kembali menatap ke luar jendela lagi. Gadis itu menyibakkan rambutnya ke samping, membuat sebagian wajahnya tertutup dari pandanganku.

V.S [1] : Catch Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang