P.S : Check out Jevon on media ^^
3. Jev
"Hei bangun," Aku mengguncang-guncang bahu Oliver yang terbenam di balik selimut. "Oi!"
"Hafaa?" gumamnya tak jelas. Bukannya bangun, Oliver malah membenamkan dirinya makin dalam. Astaga.
"Oliver," nada suaraku naik, sambil menarik selimutnya. Benda itu tersibak, menampakan Oliver yang makin mengerut, dan... "Ya ampun, tidur aja masih bawa kertas."
Aku berusaha menarik benda itu dari cengkraman Oliver, namun cowok itu malah tersentak bangun, dan refleks menarik benda itu kembali. Matanya melebar, sebelum ia buru-buru menyembunyikannya dalam laci yang paling bawah.
Itu selembar....kertas?
"Jevon, lo pasti tahu apa artinya privasi." desisnya dingin, masih dengan suara habis bangun tidurnya. "Apa? Buruan, sebelum gue memutuskan untuk mendepak lo keluar."
Lidahku rasanya gatal untuk menanyakan perihal kertas itu. Nggak mungkin 'kan itu kertas ulangan kalau dia buru-buru menyembunyikannya dari pandanganku?
"Lo tau ini hari apa?"
Mata cokelat gelap Oliver mengerjap beberapa kali, sebelum akhirnya menatapku dari atas sampai bawah. Aku berani bertaruh, butuh tiga detik sampai ia bisa mencerna apa yang kumaksudkan.
Satu.
Dua.
Tig--
"Shoot!" umpatnya sambil melompat dari tempat tidurnya. "Gue lupa ini hari Senin!"
Aku hanya meringis sedikit saat melihatnya langsung melesat masuk ke kamar mandi. Oh oke. Aku mendesah pasrah. Memang, ini hari Senin. Tapi 'kan bukan itu maksudku.
Aku menghela napas pelahan-lahan, lalu memutuskan untuk kembali ke ruang makan. Angie duduk di tempatnya yang biasa, mengunyah sepotong roti polos. Rambut lurus-panjang gadis itu diikat membentuk ekor kuda, sementara tubuhnya sudah terbalut seragam yang hampir serupa denganku.
"Oli ketiduran ya?" tanyanya sambil bersusah payah menelan rotinya.
Ia memang tak pernah suka roti.
"Begitulah." aku mengendikkan bahu sambil menarik kursi di sebelahnya. "Kenapa nggak bikin sereal aja, Ang?"
Angie mengernyit saat berusaha menelan lagi. "Oliver nggak beli sereal kemaren." ucapnya lempeng, namun ujung bibirnya turun sedikit. "Susah ya kalau nggak ada Oliver."
"Mm-hm," ucapku sambil menuangkan segelas susu dingin dari kulkas.
"Aku jadi penasaran," akhirnya gadis berambut hitam itu meletakan sisa rotinya di atas piring. "Apa nggak repot banget ya kalau ada dua orang lagi?"
"Pagi."
Sapaan serak Oliver menyelaku sebelum sempat menjawab. Cowok itu menarik bangkunya dengan berisik, sementara masih menggerutu panjang-pendek tentang ia tak suka bangun terlambat. Rambut ikalnya jatuh hampir menutupi mata, sementara dasinya belum diikat dengan benar.
Dan inilah keadaan-- yang menurut Oliver, 'berantakan'.
Dan harap dicatat, sebenarnya ia sama sekali tak tampak seperti itu.
"Hari ini ya?" tanya Oliver sambil mengunyah pinggiran rotinya. "Hari ini kan pindahan itu datang?"
Ah, ternyata dia ingat juga.
"Ya." jawabku singkat. "Lo udah beresin atas?"
Aku melihat bagaimana bahu Oliver tiba-tiba menengang, sebelum ia menjawab singkat. Yang hebatnya, masih dalam nada yang terkontrol. "Udah."

KAMU SEDANG MEMBACA
V.S [1] : Catch Me If You Can
Fiksi RemajaV.S Tetralogy (1) : Kiera R.D Putri Perdana . Ini cerita, tentang persahabatan. Juga cinta. Dan ingatan Oliver cinta Kiera, dan menunggunya hampir seluruh hidupnya walau gadis itu hanya tinggal ingatan. Angie cinta Jevon, dan memendam sakit hatinya...