[30] : Hand in Hand

938 97 21
                                    

4. Sera

Menyuruhku melakukan ini sama saja dengan menurunkan seorang tukang bunga untuk berperang.

Aku berdiri di balik pintu, dengan punggung yang menempel di kayunya. Baru saja beberapa menit yang lalu Kiera pulang, dengan

Aku pelahan memutar kenop pintu kayu itu, setelah kuyakin Kiera ada di dalam kamar mandinya. Tanpa suara, pintu sukses membuka.

Kosong. Aku menyelinap ke dalam, sementara di saat yang bersamaan, suara deru shower terdengar dari pintu PVC yang ada di sisi lain kamar.

Perkiraanku, aku punya lima menit, lebih kalau beruntung.

Dasar gadis-gadis gila. Aku tak percaya aku benar-benar jatuh dalam persetujuan ini. Sekarang aku benar-benar percaya, kalau mereka bertiga punya kemampuan persuasi yang bagus.

Mencuri ponsel Kiera, atau mencari segala bukti kejanggalan? Kalau Kiera tahu, besok aku tinggal nama.

Aku hanya bisa menggeleng, dan memutuskan untuk nekat saja kali ini. Aku sudah mengambil selangkah, dan yang namanya janji, tak boleh diingkari.

Pelahan, aku mendorong pintu agar tak berderit, dan menatap kamar yang familier itu. Dalam sekali lihat, aku sudah menentukan tindakanku selanjutnya.

Segala isi kantong seragam Kiera-beberapa lembar uang rupiah, ponsel, dan beberapa butir permen tergeletak di atas tempat tidur yang masih berantakan. Tanpa basa-basi aku meraup telepon seluler itu, dan baru saja hendak kembali ke kamar.

Tunggu.

Bagaimana kalau ia menyadari kalau ponselnya tiba-tiba raib? Dan bagaimana pula caraku mengembalikannya lagi secara diam-diam?

Astaga.

Dilema, dilema.

Akhirnya aku membuat keputusan, dan dengan tergesa membuka kunci layar Kiera dengan ahli. Keberuntungan pertama, gadis itu belum mengganti kode PIN ponselnya.

Apa yang seharusnya kuperiksa?

Pesan. Ya, ya, ya.

Entah kenapa aku terpikir untuk memeriksa pesan-pesan singkat Kiera terlebih dahulu dibandingkan aplikasi chat-nya. Padahal aku tahu, Kiera lebih aktif di LINE dibandingkan SMS. Namun jariku tanpa ragu menekan tombol surat kecil itu, dan memindai isinya dengan segera.

Operator.

Operator.

Penawaran online shop.

Operator, lagi?

Tak ada yang istimewa. Aku terus menggulir layar, kali ini sama sekali tak berniat untuk repot-repot membaca nama pengirimnya. Seriusan, kenapa sih otakku terus menyuruhku ke sini?

Aku baru saja menggulir sebentar, saat satu dari sekian banyak nomor menangkap mataku. Tak ada nama pengirim di sana, namun sebaris pesan yang tertampil di bawahnya.

Apa ini?

From : +628593198xxxx

V.S [1] : Catch Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang