1. Kiera
Tak!
Aku mengernyit, sembari mengangkat kepala dari PR yang sedang kuselesaikan. Apaan itu? Sumpah, serem kalau lagi sendiri begini, dan tiba-tiba ada suara-suara aneh di jendela.
Aku tak takut, sumpah. Cuma suara ranting menabrak jendela saja kan?
Iya 'kan?
Rasanya penyangkalan itu terdengar begitu menyedihkan.
Oke. Aku takut.
Tapi wajar kan kalau was-was? Ini sudah hampir menyentuh tengah malam, dan siapapun orangnya, pasti berpikir ke arah yang negatif kalau tiba-tiba mendengar suara di waktu begini. Seberani apapun orangnya.
Aku menajamkan pendengaran, namun yang menyambutku hanya keheningan.
Beberapa menit berlalu, dan suara kelotakan itu tak terdengar lagi dari jendela. Sambil menghela napas, aku memusatkan kembali perhatian ke lembar latihan yang kukerjakan.
Tak! Tak!
Dengan ragu, aku meletakan alat tulis di atas kertas kerjaku, sebelum pelahan aku mengintip melalui celah tirai. Sebelah tanganku mencari-cari ke sekitar, dan meraih benda pertama yang teraba sebagai bentuk pertahanan diri.
Tunggu, gantungan pakaian? Plastik pula. Seriously?
Tak! Tak! Tak!
Dengan cepat, aku mendekat ke tirai, dengan jantung yang berdetak makin cepat dan lebih cepat lagi. Bagaimana jika makhluk halus? Atau pencuri? Atau yang lebih parah lagi?
Sebisa mungkin aku bersembunyi di balik dinding, sementara ujung jemariku berusaha meraih ujung kunci. Pelahan, aku menarik kunci jendela, lalu mendorongnya sampai terbuka lebar.
Suara desau angin seketika menerobos masuk, melayangkan bahan ringan dari tirai kamarku. Di luar hening, sebagaimana harusnya suasana kota yang tidur. Aku hanya bisa mendengar suara angin, dan simfoni para hewan malam. Tak ada yang lain.
Tapi ternyata,
"Nggak bisa, Clay. Salah kamar kali."
"Nggak lah. Pasti yang ini."
"Besok aja, oke? Udah malem, Clay. Paling Kiera-nya udah tidur."
"Nggak mau! Kalau nggak sekarang, gue bakal nunggu di sini sampe pagi, titik!"
"Sst! Jangan ribut. Nanti dikirain maling."
Suara-suara masuk saat jendela terbuka, membuat kamarku tak lagi kedap suara. Lah, sebentar. Aku kenal ketiga suara itu.
"Lo sendiri ribut Zul."
"Bacot lah, panjat aja!"
"Emangnya lo bisa manjat dengan baju kayak sekarang?"
"Panggil aja?"
"Eh, jendelanya kebuka!"
Kali ini, aku dengan berani akhirnya menyibakkan tirai dan melongok ke luar jendela, membuatku langsung bertatapan dengan tiga orang itu.
"Kiera!" suara ketiganya kompak menyapa saat melihat kepalaku menyembul dari jendela.
Di bawah sana, ketiganya berdiri di bawah dengan senter di tangan, sementara van raksasa Clay terparkir tak jauh dari gerbang. Zula masih terbalut dalam mantel tidur tebal, lengkap dengan rambut hitamnya yang jelas sekali baru bangun tidur. Tak berbeda jauh dengan gadis itu, Sofia hanya terbalut piama tipis, sementara Clay dengan celana pendek dan kaos oblong kusutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
V.S [1] : Catch Me If You Can
Teen FictionV.S Tetralogy (1) : Kiera R.D Putri Perdana . Ini cerita, tentang persahabatan. Juga cinta. Dan ingatan Oliver cinta Kiera, dan menunggunya hampir seluruh hidupnya walau gadis itu hanya tinggal ingatan. Angie cinta Jevon, dan memendam sakit hatinya...