4. Sera
"Kaaaak, udah janji," rengut adikku itu kesal. "Ayo ih, nggak boleh gitu. Gue kan udah ngerjain tugas detensi dengan sebaik-baiknya, jadi lo punya utang traktiran!"
Kiera mengamit lenganku, lalu menggelayut manja di sambil merengut. Aku sebenarnya masih mau ngambek padanya, tapi ekspresi mata-anak-anjingnya itu terlalu sulit ditolak.
Huh, dasar manipulator.
Sore yang agak gerimis itu, Kiera dengan sukses menarikku ke salah satu mall terdekat dari sekolah. Setelah berputar-putar--cuci mata, itu kata Kiera, kami akhirnya berhenti di salah satu kafe yang cukup ramai disana.
Palang kayu bergaya jalanan Eropa itu berbentuk oval, dengan tulisan nama toko dan dua siluet biji kopi yang membingkainya. Tempat itu terlihat kontras dengan kanan-kirinya yang modern, seperti salah zaman saja.
Café de Sourire.
Aroma kopi yang pahit bercampur dengan aroma vanila dan susu bergula seketika menerpa saat Kiera mendorong pintu kacanya, membuatku ingin memejamkan mata sebentar dan menikmati saja aroma ini. Di dalam terasa lebih hangat dibandingkan di luar. Entah karena atmosfernya, atau karena interiornya, aku tak tahu. Nyaman sekali.
"Kak, gue mau itu." pintanya manja sambil menunjuk etalase yang dipajangi aneka kue yang menggugah selera.
"Yang mana? Opera cake?"
"Ih bukanlah." ucapnya keki, namun keningnya terlihat berkerut, berpikir. "Yang stroberi kak. Mille feuille yang stroberi itu."
Aku menatap etalase lagi, sebelum akhirnya menemukan kue yang dimaksudnya. Lapisan-lapisan tipis pastry yang diapit krim, dengan selai stroberi dengan jumlah yang royal yang dibubuhkan di atasnya. Heran, kenapa para gadis bisa makan sesuatu yang amat manis seperti itu, pikirku sambil meringis sedikit.
Ujung mataku mengawasi Kiera, sembari memesan kepada kasir yang mengenakan celemek putih. Adikku itu sedang sibuk mengamati seisi ruangan, tampaknya sedang memikirkan sesuatu sembari sesekali mengetik pesan di ponselnya. Dia kembali menatap sekeliling lagi, namun tiba-tiba mata hitam Kiera membulat, lalu menoleh sebentar, sebelum kembali menatap ke etalase dengan kaku.
"Kak, ada yang ngeliatin aku." ucapnya sambil pura-pura memperhatikan etalase dengan seksama.
Aku mengangkat sebelah alis. Biasa sebenarnya kalau Kiera diperhatikan. Tapi sebagai kakak yang baik, aku tetap bertanya.
"Dimana?"
"Deket pintu besar, sebelah pot palem."
"Yang ibu-ibu?" tanyaku setelah mengintip sekilas. "Ibu yang rambutnya di-highlight merah, dan antingnya yang hoop itu?"
"Iya."
Memang benar, ibu itu memperhatikan Kiera lekat-lekat. Aku mengendikkan bahu, berusaha berpikir positif. "Dari agensi kali, Kir. Mungkin dia berpikir, kalau lo calon model yang bagus."
"Agensi?" tanyanya skeptis. "Yang bener aja."
"Ya kali aja--"
"Pesanannya, Kak." tiba-tiba si kasir itu memecah pembicaraan kami dengan nada riangnya. "Satu cafe latte, satu mille feuille, dan satu paket spesial kafe hari ini. Ada lagi yang bisa saya bantu?"
"Nggak, ini aja." ucapku sembari mengeluarkan dompet dan melemparkan senyuman ramah ke gadis itu. "Makasih."
Aku mengangkat nampan kayu itu, sementara Kiera masih setia mengekor di belakangku. Adikku itu menarik ujung sweaterku, masih tampak tak yakin dengan wanita itu. Suasana sore yang hujan begini benar-benar berpengaruh pada jumlah pengunjung. Terbukti, hampir semua tempat duduk sudah penuh, dan kalau ada pun bekas pengunjung sebelumnya belum dibersihkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/37407081-288-k237267.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
V.S [1] : Catch Me If You Can
Fiksi RemajaV.S Tetralogy (1) : Kiera R.D Putri Perdana . Ini cerita, tentang persahabatan. Juga cinta. Dan ingatan Oliver cinta Kiera, dan menunggunya hampir seluruh hidupnya walau gadis itu hanya tinggal ingatan. Angie cinta Jevon, dan memendam sakit hatinya...