[26] : Two Hearts Apart

1.2K 103 2
                                    

P.S : Check out Kiera on media ^^

3. Jev

"Makasih, Jev."

Lenganku menahan pintu kafe, membiarkan gadis berambut cokelat itu masuk duluan. Angie melepaskan sweater-nya setelah masuk ke dalam, membiarkan kemeja putih dan rok seragamnya saja yang terlihat.

Kafe ini terlihat simpel. Interiornya didominasi warna cokelat kopi dan putih susu membuatnya terlihat bersih dan elegan di saat yang sama. Perabotnya terbuat dari kayu yang dipelitur mengilap, sementara sofa-sofanya dibungkus dengan warna krem yang senada.

Di sore ini kafe lumayan ramai, mungkin karena jam pulang anak sekolah dan karyawan. Beruntung sekali kami bisa langsung mendapat tempat duduk tanpa perlu menunggu.

"Selamat datang di Sourire, meja untuk berapa orang?" tanya seorang pelayan dengan ramah.

Senyuman cerah Angie nyaris membutakan, sama sekali tak kalah ramah dengan sapaan pelayan tadi. "Dua orang."

Pelayan berapron putih itu mengangguk dan segera mengantar kami ke meja kosong yang dilengkapi dua sofa bundar. Meja itu letaknya agak di ujung ruangan, sedikit dekat dengan pot palem yang menghalangi kami.

Pelayan tersebut membungkuk sedikit saat kami sudah duduk.

"Silakan memesan di kasir." ucapnya sambil beranjak meninggalkan kami berdua.

"Di sini enak, ya." Angie tersenyum kecil sambil membalik-balik daftar menu. "Tempatnya Oliver banget."

"Ah ya, gue juga tahu ini dari Oliver kok." tawaku ringan. "Mau pesen apa?"

"Hazelnut Frappucinno aja, makasih." Gadis itu merenggangkan tubuh di bangkunya. "Lo yang bayarin 'kan?"

"Dasar," Aku mengacak-acak rambutnya, mengabaikan protesnya mengenai aku yang membuat rambut indahnya berantakan. "Tapi okelah. Apa sih yang nggak buat seorang Angie?"

Gadis itu hanya tersenyum kecil, namun tak berkata apa-apa. Mata cokelat tuanya berubah sedikit, seperti ia sedang memikirkan sesuatu. "Udah sana, pesen dulu."

"Tentu, Tuan Puteri." ucapku manis, sebelum berlalu menuju konter.

Tempatnya Oliver banget mungkin adalah pernyataan yang merendahkan sekali. Tempat ini adalah tempat yang menjadi daerah kekuasaan Oliver, dimana semua sajian di konter sana akan menjadi sesuatu yang dipuja pemuda itu. Di sini akan menjadi surga bagi Oliver.

Aku tersenyum sedikit, walau rasanya masih sakit saat mengingat bagaimana Oliver dengan berani mengambil langkah besar untuk Kiera.

"Hazelnut Frappucinno satu, double shot espresso satu. Atas nama Jevon" pesanku tanpa basa-basi.

Barista di balik konter dengan ahli menuliskan pesananku di cangkir. "Semuanya jadi Rp. 63.500,00. Ada lagi?"

Kepalaku menggeleng, sembari menyodorkan selembar uang pecahan seratus ribuan ke arahnya. Barista itu dengan cekatan memberikan uang kembalian dan mulai meracik minuman pesananku.

Tanganku merogoh ponsel di saku setelah mendencingkan beberapa rupiah dari kembalian ke dalam toples tip, lalu bersandar di konter kayu sembari menunggu pesanan yang sedang dibuat.

Tak ada yang penting di notifikasi. Aku menghela napas, dan memasukkan benda itu kembali ke saku. Di sini ramai sekali. Namun tanpa sengaja, telingaku terpusat pada satu suara--ah, pada satu nama yang disebutkan, mungkin. Otomatis, seperti auto-fokus kamera.

"Memang begitu, Kiera." Satu suara mengatakan itu dengan lembut. "Dan gue serius."

Aku menggeleng sedikit, merasa mulai berdelusi saat mendengar nama gadis itu lagi-lagi terdengar. Apa aku sebegitu putus asanya, sampai mendengar namanya dimana-mana?

V.S [1] : Catch Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang