Darrel berjalan menuju taman kota, ia mendudukkan dirinya di salah satu bangku tersebut, mengeluarkan ponsel berwarna hitam dari sakunya. Ia mulai berselancar di dunia maya.
Ia membuka Line, mengecek grup yang bernamakan Boymberman, Darrel yang memberi usul.
Tak ada obrolan terbaru disana, tumben sekali. Mungkin teman-temannya sedang sibuk dengan kerjaan masing-masing.
"Hai, Rel." Sapa seseorang dengan suara lembutnya. Darrel mendongak, seketika matanya membulat, tak menyangka.
Darrel tersenyum. "Hai, Gi." Sapa Darrel balik ke cewek dengan potongan rambut sepunggung miliknya.
Gia, cinta pertama Darrel ketika masih duduk di bangku SMP kelas 2. Dan juga, cewek yang membuat Darrel patah hati untuk pertama kalinya, ketika fakta mengatakan bahwa Gia memacarinya hanya untuk memenuhi dare dari teman-temannya. Disitu Darrel hanyalah seorang cowok lugu yang selalu ditemani oleh kakak kembarnya jadi ia tak mengerti apa-apa.
Karena kejadian itulah, Darrel berubah sangat drastis. Ia menjadi seorang yang urakan, bodoh, dan menjadi seorang player yang pekerjaannya hanya gonta-ganti pacar.
"Hallo, Rel. Kok malah bengong." Kata Gia sambil mengibaskan tangan di depan muka Darrel. Cewek itu masih saja berdiri di hadapannya.
"Oh-eh, sorry sorry aku ngelamun," ucap Darrel. "Duduk Gi." Darrel menepuk kursi kosong di sebelahnya.
Gia duduk disebelah Darrel. "Kamu kapan pindah kesini?" Tanya Darrel.
Memang setelah lulus SMP Gia memang sempat pindah ke Batam, jadi Darrel menanyakan itu.
"Aku baru pindah kok, kemarin. Kamu sering kumpul sama temen SMP ga?" Ujar Gia dengan suara khas-nya yang lembut. Dan suara itu yang juga membuat Darrel susah untuk melupakannya.
Darrel mengedikkan bahunya. "Engga, jarang banget ketemu. Paling sama Damar doang."
Gia tertawa kecil. "Ya iyalah, Damar 'kan kembaran kamu, jadi sering ketemu," Gia tiba-tiba teringat sesuatu. "Oh iya, gimana Damar sekarang?" Tanya Gia dengan mata berbinar.
Darrel tersenyum kecut, mengingat suatu kenyataan bahwa Gia menyukai kembarannya, Damar. Entah kenapa sekarang Darrel merasakan sakit di ulu hatinya. "Engga banyak yang berubah dari dia, tetep dingin ke cewek."
Gia tersenyum, membuat hati Darrel teduh, entah kenapa ia tak pernah memikirkan kembali perlakuan Gia yang telah diperbuat kepadanya dulu. Darrel akui dirinya memang bodoh.
"Kapan-kapan aku boleh 'kan, main ke rumah kamu?" Tanya Gia.
"Ya boleh lah, kenapa ga boleh." Ucap Darrel.
***
Tiffany memberikan uangnya ke tukang es krim yang berkeliling taman ini. Sembari menyegarkan pikirannya ia berkunjung terlebih dahulu ke taman kota, dengan ditemani es krim yang baru ia beli tadi.
Tiffany duduk di salah satu bangku taman, ia membuka bungkus es krim itu, matanya menangkap pasangan yang sedang bercanda ria.
Tiffany membayangkan dirinya mempunyai seorng pasangan, pasti tidak akan se-sepi ini.
Aih, bikin envy aja. Batin Tiffany.
Tiffany mengalihkan pandangannya dan mulai memakan es krimnya. Tapi ada yang ganjal, kenapa cowok itu memiliki potongan rambut yang sama dengan Darrel.
Tapi, bukan Darrel doang kali yang mempunyai potongan rambut seperti itu. Tiffany mencoba berfikir positif.
Tiba-tiba cowok itu menengokkan kepalanya, membuat Tiffany terbelalak. Kenapa harus ... seorang Darrel Adiyatama.
Ia merasakan darahnya berdesir, apa mungkin Darrel hanya membuat harapan saja di hatinya. Lalu siapa cewek itu? Darrel terlihat sangat bahagia bersamanya.
Tiffany menundukkan kepalanya, merenung. Lagipula itu 'kan pekerjaan seorang player. Jadi wajar saja. Tapi kenapa harus ada rasa sakit di dada ini, jika perlakuan dia itu 'wajar'.
Tiffany berjalan tak tentu arah, bukan ia saja pasti yang sakit, temannya juga, Kania, pasti akan merasakan hal yang sama jika melihat itu.
Tapi, kenapa Tiffany juga sakit melihat hal itu. Padahal ia bukan siapa-siapa. Apakah ini yang namanya jatuh terlalu dalam?
Tanpa disengaja, Tiffany berjalan di hadapan mereka, dengan kepala yang ditundukkan.
Darrel mendongak ketika melihat seorang cewek aneh di depannya, seperti orang kehilangan akal. Tapi cewek itu seperti Tiffany. Apa benar Tiffany?
Darrel bangkit dari duduknya, membuat Gia mengerutkan kening keheranan. Darrel langsung berjalan mendekati Tiffany yang hanya memakai jeans panjang dan sweater dengan es krim yang sudah agak meleleh di tangannya. Cewek itu belum menyadari ada Darrel di belakangnya.
Darrel menarik tangan kiri Tiffany, membuat Tiffany mengalihkan pendangannya. Seketika hati Darrel merasa ngilu, melihat cairan bening menetes dan mengalir di pipi Tiffany. Entah kenapa, ia merasakan ngilu yang hinggap di dirinya, padahal sudah banyak cewek diluar sana yang dibuat menangis oleh dirinya. Tapi kenapa jika Tiffany, rasanya berbeda?
Darrel mendekap Tiffany. Seharusnya ia tak usah melibatkan cewek polos ini ke permainan bodohnya. Ia tak pernah memikirkan resiko hati seseorang yang tersakiti karena dirinya.
Tiba-tiba Tiffany mendorong dada Darrel, membuat cowok itu tersentak dan dekapannya terlepas. Setelah terlepas, Tiffany langsung saja berlari dan membuang es krimnya yang sudah mencair, lalu menaiki sepeda yang ia bawa tadi.
Darrel mematung, tapi ini bukan saatnya ia untuk diam. Ia akhirnya pamit pulang ke Gia, lalu mengendarai mobilnya.
Ia tahu tempat yang harus ia datangi saat ini. Rumahnya. Pastinya Damar.
***
Setelah selesai mendengarkan cerita daei Darrel, Damar mengusap dagunya. "Secara harfiah, lo suka Tiffany."
Darrel segera menyangkal. "G-gak mungkin lah, dia cuma sekedar target doang bagi gue."
Damar membuka bukunya. "Bener enggak? Tapi kok gagap?"
Darrel terkesiap, kemudian menghela napas. "Lagian, lu tau 'kan, gue itu masih suka sama Gia?"
Mendengar penuturan Darrel. Damar memutar kedua bola matanya. "Lo itu nyadar ga sih, dia itu yang udah buat lo kaya gini Rel. Lagian itu udah lama Rel, gue kira, dengan lo jadiin Tiffany target lo bisa berubah, karena cewek itu mirip Gia. Tapi lo dengan bodohnya malah buat Tiffany sakit hati!" Bentak Damar.
Gigi Darrel bergemlutuk menahan amarah. Dia memang cowok bodoh, bodoh, bodoh. "Gue tau Mar, gue emang bodoh. Tapi, gue itu ga suka sama Tiffany. Gue itu suka sama Gia, gue ga peduli kalau dia yang udah bikin gue berubah, dan ga peduli kalo dia suka sama elu." Bantah Darrel.
"Kali ini terserah lu aja. Gue udah peringatin, nanti suatu saat lo bakal dapet ganjaran yang sepadan dengan apa yang pernah lo lakukan. Gue cuma ngasih tau, jangan pernah memainkan perasaan." Damar membanting pintu kamar Darrel setelah berbicara seperti itu.
Setelah kepergian Damar dari kamarnya, Darrel merenung. Memikirkan perkataan Damar tadi, yang ia takutkan adalah tentang ganjarannya. Darrel membanting tubuhnya di kasur. Membiarkan handphonenya tergeletak disebelahnya.
Ia mencoba melupakan kejadian tadi. Tetapi semakin ia ingin melupakan itu, ia semakin memikirkan Tiffany. Kenapa sekarang otaknya terkontaminasi dengan Tiffany.
a.n
Jeng-jeng-jeng
Chapter ini bakal jadi permulaan dari konfliknya. Darrel bego banget disini, tifa nya kasian ckck. Bayunya buat aku wk.
Udah dulu deh, thankyy^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Comparable
JugendliteraturBagaimana jika, seorang Darrel yang terkenal dengan sebutan 'player' rela mengubah perilakunya hanya karena Tiffany, perempuan yang batal ia jadikan target. Tapi, walaupun Darrel mengubah perilaku nya, tetap saja hukum karma yang sepadan akan diberi...