Chapter 23 - Kabar Baik Dan Buruk

9.2K 596 9
                                    

Hari ini tepatnya adalah hari pertemuan kedua dengan calon ibu tirinya, yang berlangsung di rumah Tiffany dengan acara makan malam.

Tiffany sudah siap dengan balutan dress selutut yang papanya berikan tempo hari yang lalu, yang juga belum sempat ia pakai.

Ting tong.

Bunyi bel terdengar, pasti, Tante Tiara sudah datang. Segera Tiffany berjalan menuruni tangga, dan duduk di bangku meja makan.

Papanya membuka pintu utama, lalu tampaklah perempuan yang tak terlalu tua dengan balutan dress berwarna putih gading.

Lalu diantar oleh papa Tiffany menuju meja makan tempat pertemuan kedua itu berlangsung.

Tiffany menampakkan senyum hangatnya --bukan lagi ekspresi terkejut-- ketika perempuan itu duduk di hadapannya.

Namun ada yang janggal. Dimana Kania?

Tiffany ingin sekali menanyakan itu, namun kata-katanya tertahan diujung lidah.

"Jadi kapan acara tunangannya berlangsung?" Tanya papa Tiffany membuka pembicaraan.

Tante Tiara tersenyum malu. "Kita sudah bicarakan ini sebelumnya Rio."

Tiffany memerhatikan pembicaraan dengan raut wajah tak mengerti.

Papa Tiffany terkekeh. "Mungkin saja Tiffany ingin tahu. Jadi, ini tinggal keputusanmu Tif. Apa kamu setuju?" Papanya menggengam satu tangan Tante Tiara. Oh, begitu bahagianya mereka.

Tiffany mengangguk, dia tak mau hanya dengan urusannya yang belum selesai dengan Kania, papanya harus berkorban kebahagiaannya.

Cukup saja ia yang merasakan, jangan papanya. Karena papanya sudah sering membuat Tiffany merasa bahagia.

"Kamu serius Tif?"

"Iya papa. Tifa serius."

Lalu senyum merekah di wajah papanya dan tante Tiara. Lantas Tiffany juga ikut tersenyum. Mungkin keluarganya akan utuh kembali, walaupun dengan anggota yang baru.

***

Setelah diantar oleh Rio menuju rumah sakit tempat anak semata sayangnya dirawat, ia mengucapkan terima kasih pada Rio.

Wanita itu memasuki ruang inap anaknya yang masih juga belum tersadar setelah dua minggu kecelakaan yang menimpanya.

Namun, yang ia lihat bukanlah anaknya. Tetapi kosong, tak berpenghuni.

Melihat itu, jelas mama Kania terkejut. Dengan tergopoh-gopoh ia berjalan menuju perawat yang berada di tempat daftar pasien.

"Sus, apa anda melihat anak saya yang dirawat di ruangan Semeru no. 4?" Tanya Tiara cemas.

"Pasien di ruangan Semeru no. 4 sudah dipindahkan ke ruang UGD." Jelas Perawat itu.

Mata Tiara terbelalak kaget. "Kalau begitu terima kasih ya, sus."

Segera Tiara menuju ruang UGD, dan menunggu sendirian disana. Setelah menunggu selama setengah jam, akhirnya seorang dokter keluar dari salah satu ruangan.

"Dengan siapanya Nona Kania?" Tanya dokter itu.

"Saya dengan Ibunya dok."

Dokter itu menghela napas panjang. "Maaf bu ... kami sudah berusaha yang terbaik dengan melakukan sistem kejut jantung tiga kali. Namun, takdir berkata lain. Kami tidak bisa menyelamatkan nyawa Kania."

ComparableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang