23. Zenith dan Nadir

8.1K 798 126
                                    

21+++ di bawah area ini, pliss pergi dulu ya dek, ntar ayan lagi


"Enghh... Andisss..." Gempita mengerang, saat Andis melumat bibirnya.

Kedua tangan kecil putih mulusnya memeluk erat leher Andis, jemari lentiknya tenggelam di helaian surai Andis. bibir Gempita terbuka, membiarkan Andis menyusupkan lidahnya ke dalam rongga mulutnya.

"Emhh..."

Tubuh Gempita meradang, panas dingin. Lidah Andis dengan lincah mencumbu rongga mulutnya, menyentuh titik sensitifnya berkali-kali, sambil menghisap lidahnya yang terasa manis coklat.

Gempita memeluk pinggul Andis dengan kedua kaki mungilnya, sambil menggesek-gesek ereksi Andis yang menegang di belahan pantatnya. Dia menempelkan dadanya ke tubuh Andis yang sudah basah keringat.

Matanya terpejam, mukanya memerah, peluh berjatuhan menyusuri tiap inci kulit putih mulusnya. Dia kemudian menengadah saat ciuman Andis turun ke lehernya.

"Aku sayang kamu sayang," bisik Andis di daging leher Gempita. Lidahnya menjilati kulit putih Gempita, melumatnya rakus sambil menggigit.

Gempita mendesah hebat. Tubuhnya begetar indah dalam dekapan Andis. Dia terlonjak saat Andis menjilat-jilat jakun kecilnya, menyesap, menyedot sambil memberi gigitan. Cukup merah hingga mungkin selama seminggu kiss mark di jakunnya baru bisa hilang.

"Andis,,, enghhh,, ouh..."

Tangan Andis, menyusup ke kemeja flanel Gempita. Meraba kulit halus Gempita yang meremang.

"Andis geli, enghhh..." Gempita memekik, ketika telunjuk dan jempol Andis mencubit putingnya sambil memeluntir dan menarik-nariknya.

"Geli Andisss, emmhh..." erangan Gempita tak terelakkan, tubuhnya menggeliat, mengejang cantik. Dia menggoyang-goyangkan pantatnya yang terasa tersumpal oleh batang penis Andis yang sudah mengeras.

Kedua tangan Andis membuka kemeja Gempita, lalu mencampakkannya ke sembarang tempat. Dia kemudian kembali mencumbu bibir Gempita, mengulum bibir Gempita, hingga lelehan air liurnya melebur dengan liur Gempita. Tangannya meraba seluruh permukaan dada telanjang Gempita, tangan satu lagi meremas pantat padat Gempita yang terasa pas di genggamannya.

"Hiks..."

Ciuman Andis seketika terhenti tatkala dia mendengar isakan Gempita, dan detik berikutnya bulir-bulir bening berjatuhan dari kelopak Gempita.

Andis menengadah, menangkup wajah Gempita dengan bingung dan kening mengernyit.

"Sayang kenapa kamu menangis? Apakah gigitanku menyakitimu?" suara penuh cinta dan kelembutan itu mengayun dari bibir Andis.

Gempita sesenggukan, air matanya nggak bisa dilerai, dia menggeleng berkali-kali kayak anak SD.

"Lalu kenapa kamu nangis Gempita?" Andis tambah khawatir, diusapnya air mata Gempita dengan lidahnya sambil memberi kecupan-kecupan kecil di sepanjang perlintasan pipi Gempita.

"Ti―tit Gempita berdiri Andis," rajuk Gempita membekap mulutnya yang sudah bengkak dengan telapak tangannya.

"Terus? Biasanya jika aku cium memang titit Gempita berdiri kan?"

Gempita menggeleng lebih kencang, sampai Andis harus memegangi kepalanya biar nggak potel, "Hei sayang kenapa?" tanya Andis penuh perhatian. Dirabanya punggung telanjang Gempita yang udah basah keringat, sambil sesekali dengan gerakan nakal dia meremas pantat Gempita.

"Titit Gempita sudah berdiri Andis...hiks..." tangisan Gempita semakin histeris, "Gempita sudah nggak tahan, Gempita pengen Andis ngemut titit Gempita, biar air tajin Gempita keluar, dan titit Gempita bobok lagi, hiks.." tubuh Gempita bergetar.

MadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang