28. Punakawan

7.2K 781 262
                                    

Setelah memastikan keadaan anak-anak sanggar baik-baik saja, dibawah asuhan Bang Gahar dan Kak Seto yang sengaja dipanggilkan dinas sosial untuk membantu memulihkan psikis anak-anak sanggar akibat kematian Bang Reza dan kebakaran, Bayu memandikan Nobita.

Hanya dengan memakai singlet warna hitam kusamnya, dan celana boxer yang lagi-lagi, entah beli di mana, bergambar doraemon, Bayu bersenandung lagu asal. Untuk menentramkan hatinya yang berantakan.

Bayu sekarang sedang berada di tempat pemandian motor deket kampus. Karena Bayu nggak mau mengeluarkan uang lima ribu untuk memandikan Nobita, dia memilih memandikan Nobita sendiri.

Pemilik salon motor Cuma bisa geleng-geleng. Dua orang mahasiswa semester empat jurusan Teknik Perkapalan. Mereka sudah terbiasa (dibaca: sangat terbiasa) dengan tabiat Bayu yang suka mencuci Nobita sendiri,.

"Mau kemana, sih, Mas Bay? Semangat bener nyuci Nobitanya? Tumben-tumbenan nih dicuci?" salah satu pemilik pencucian motor berwajah oriental bertanya, sebut saja nama dia Engkos. Perawakannya kurus ceking, suka makan emping.

"Mau ke Solo, biasa, treck-treckan bareng Nobita," Bayu nyengir, memeras lap penuh sabun ke dalam timba, mengusap-usap tubuh Nobita dari bagian luar sampai bagian terdalamnya. Diselingi dengan menyeka keringat yang menetes satu-satu di dahi, Bayu berusaha menata hatinya.

Beberapa kali menghela nafas berat. Berharap, dari sekian teror yang mencekiknya beberapa bulan ini berakhir dengan terbaringnya Yani di rumah sakit. Masih terus mengusap ekor Nobita, dan bersenandung entah apa lirik bait yang menyenggol langit-langit lidahnya, Bayu mencoba untuk bertahan. Berdiri di atas dua kaki atas goncangan hebat yang mendera hari-harinya.

Bayu sadar, hari-harinya sudah berbeda. Walaupun Dji Sam Soe dan Nobita selalu senantiasa mengiringinya, namun, semangat yang menyala di ujung keretakan rokoknya sudah tak lagi sama. Abu yang meretas pun memiliki cerita lain.

"Emang skuter tua bisa digunakan buat treck-treckan mas Bay?" itu pertanyaan dari Waluyo, pemuda cebol yang bercita-cita pengen jadi presenter gosip. Dengan lengan pendek dan kaos kedodoran, dia menyemprotkan selang air pada sebuah motor bebek yang menjadi tanggungan tugasnya.

Sambil mencelupkan kain basah ke dalam timba yang sudah diisi shampo khusus motor, Bayu cengengesan mengerikan. Dia belum mandi selama lima hari, kalau ada yang ingin tahu hal ikhwal pertemuannya dengan sabun.

"Enak aja kamu," Bayu membasuh knalpot Nobita, "Jelek-jelek gini. Tua-tua gini, tapi kalau buat treck-treckan mah, jawaranya," jawab Bayu sangat tidak bisa dipercaya. Jangankan buat treck-treckan, buat pergi ke Kanvas yang berada di daerah Sepanjang saja, Nobita bisa terbatuk parah.

"Tapi kok nggak meyakinkan gitu, ya, penampilannya. Lawan ngetrecknya odong-odong kali," Engkos membilas motor dibawah pengasuhannya, tertawa keras sampai tubuhnya berguncang.

Bayu manyun, berdiri dari posisi jongkoknya, meraih selang dari tangan Waluyo lalu menyemprotkan airnya ke tubuh Nobita. Menyeka keringat yang lagi-lagi meluncur di jidatnya, "Bukan odong-odong," sahutnya asal, "Tapi sepeda roda tiganya anak-anak kecil," sedikit menyembur di ujung kalimat.

Kedua adik tingkatnya tergelak, pun dua pengunjung yang motornya lagi dimandikan Waluyo ama Engkos dan seorang pengunjung yang sedang menunggu antrian.

Masih menyemprotkan air, Bayu menggerutu, mendumel tidak suka, "Puas kalian meledeki aku?"

Surabaya semakin terik. Bayu segera menyudahi mencuci Nobitanya, mematikan sambungan air, melap Nobita dengan kain kering, setelahnya dia memoles bodi Nobita dengan Kit. Bayu tersenyum, Nobitanya sudah ganteng, dan dia harus bergegas melakukan perjalanannya ke barat menuju Solo kalau nggak ingin kehujanan di tengah jalan, dan Nobita kembali jelek. Sekarang ini cuaca sangat sulit ditebak. Sebentar panas, sebentar hujan lebat.

MadnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang