Bagian 2

112K 3.9K 57
                                    

Makasih yaa buat yang sudah kasih vote dan komennya :)) yang sudah meluangkan waktu buat baca juga:))

Selamat menikmati bacaanya..

***

Aku terbangun kembali di pagi hari saat morning sick menyerangku. Ini sudah biasa aku alami selama satu bulan belakangan ini. Dan rutin tiap pagi hari aku akan mengalaminya. Kalian tahu? Ini sangat menyiksaku. Rasanya sakit kalau-kalau aku ingin memuntahkan sesuatu tapi ternyata tak bisa kumuntahkan.

Biasanya Bimo selalu membuatkanku teh mint -resep dari Mama- tiap kali ku mengalami hal seperti ini. Tapi, pagi ini Bimo masih tertidur lelap. Aku tahu dia baru saja tidur jam 5 dini hari tadi, karena dia harus berusaha menahan gairahnya sepanjang malam karena aku tak memberinya jatah malam tadi.

Jadi, aku tidak mau mengganggu tidurnya, akhirnya aku harus membuat teh itu sendiri. Aku melangkah keluar kamar. Menuju dapur rumah yang sudah aku tinggali tiga bulan ini. Awal pernikahan, kami tinggal di apartement Bimo selama lima bulan kurang lebih, lalu tiga bulan yang lalu Bimo membeli rumah ini, sebagai hadiah pernikahan untukku katanya.

Kami tidak tinggal berdua saja. Ada Mbak Asih sebagai pelayan rumah tangga disini dan Mang Ujang sebagai tukang kebun di rumah ini.

Aku melangkah ke arah dapur, dan menemukan Mbak Asih tampak sedang sibuk dengan piring-piring kotor di washtafel.

Aku menarik salah satu kursi di meja makan dan menghempaskan diri disana. "Mbak, buatin aku teh mint, ya," ucapku membuat wanita paruh baya itu menoleh ke arahku.

"Baik, Non," jawabnya sopan setelah mencuci tangannya yang penuh dengan buih sabun lalu mengangguk dan sedikit membungkukkan tubuhnya.

"Den Bimonya kemana , Non? Biasanya dia yang buatin teh nya buat Non Anna," ucapnya tersenyum sambil menyimpan teh mint yang sudah dibuatnya di hadapanku.

Aku meraih cangkir berisi teh itu lalu menyesapnya perlahan. "Dia masih tidur, kasihan, Mbak. Salaman gak bisa tidur gara-gara gak di kasih jatah," kataku dengan cuek tapi sukses membuat wanita paruh baya dihadapanku ini menahan senyumnya.

"Gak boleh loh Non, bisa dosa kalau seorang istri menolak hal yang satu itu," pepatah mbak Asih.

"Ya, abisnya semalem dia bilangnya mau olahraga-olahraga gak jelas gitu. Jadi males, deh. Coba aja to the point," kataku terkeleh geli. Mbak Asih ini memang sudah dekat sekali denganku. Aku sering menceritakan apa saja padanya. Termasuk hal pribadi. Entah kenapa, enak saja bercerita dengannya. Dan aku merasa percaya padanya. "Terus malesnya lagi, semalem aku ngidam gak di turutin," tambahku kesal mengingat kejadian semalam, kembali menyesap teh ku.

"Pasti ngidamnya yang aneh-aneh lagi ya, Non?" teban Mbak Asih terkekeh. Ya, dia tahu kalau aku selalu menginginkan hal yang aneh-aneh. Pernah saat itu aku menyuruhnya memasak, bukan memasak biasa tapi aku mau dia masak tumpeng yang tinggi kerucutnya satu meter terus aku mau dia buat 3 buah. Setelah itu aku menyuruhnya menghabiskan tumpeng itu karena dia menolak untuk membuatkan satu lagi. Haha gokil kan aku ngidamnya. Dan dengan baik hatinya, dia menurut menghabiskan tumpeng-tumpeng itu. Sampai-sampai besoknya dia sakit perut karena kebanyakan makan. Ah, pokoknya I love you so much deh buat suamiku yang ganteng itu.

Tanpa sadar sekarang aku tertawa sendiri membayangkan kejadian waktu itu. Juga Mbak Asih ikutan tertawa. Mungkin dia juga sama-sama membayangkan. Haha.

"Kalau ngidamnya biasa aja itu bukan Anna namanya, Mbak!" ujarku masih tertawa. Yang di tanggapi dengan gelengan kepala.

"Non Anna, mau dibuatin sarapan apa sekarang?" ucapnya kemudian.

My Last Happiness (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang