Ada yang masih nunggu cerita ini?
-------------------------------------------------------------
Aku terbangun saat sinar mentari pagi yang berhasil masuk melalui celah tirai yang belum di buka mengenai matanya. Aku mengernyit karena mataku sedikit sakit saat harus menyesuaikan penglihatanku dari gelap ke terang. Aku mengucek mataku lalu menyambar ponsel yang aku simpan di atas nakas. Ini sudah jam tujuh lebih lima belas menit. Kusimpan kembali ponselku di atas nakas.
Pandanganku beralih pada pinggangku yang terasa berat. Kulihat lengan kekar milik seseorang yang aku sudah tahu siapa orangnya kini melingkar posesif disana.
Dari kapan Bimo tidur di kamar. Aku menoleh ke belakang melihat wajahnya yang dia sembunyikan di balik rambutku. Ingatanku kembali pada dini hari tadi. Saat Bimo mengigau nama wanita lain. Siapa namanya? Hm.. Dea!! Ya, Dea.
Kemarahanku kembali menyerang pikiranku. Aku mengangkat lengan kekar milik suamiku dan menghempaskannya dengan kasar.
"Hm... sebentar lagi , Sayang," gumam Bimo, mengeratkan pelukannya.
"Ish, Lepasin!! Berat tahu!" Aku mencoba melepaskan tangannya di perutku.
Tapi, tidak ada jawaban. Yang terdengar hanya dengkuran halus. Dasar kebo!!
"Mas, lepasin ih! Berat, sakit nih perut aku!"
"Hm... iya makanya kamu diem. Sebentar lagi, dingin, nih."
Dia masih belum membuka matanya.
Aku menghembuskan napasku dengan kasar. Percuma juga berusaha melepaskan lengannya. Semakin aku mencoba, akan semakin susah di lepaskan.
"Bangun, Mas! Udah siang. Nanti nyalahin aku lagi kalau terlambat," kataku datar, menyindir.
"Nanti saja, bangunin aku jam sembilan."
"Yaudah lepasin! Aku mau muntah nih. Kalau engga di lepasin aku muntah disini." Bohong banget, engga tahu kenapa saat usia kehamianku minginjak lima bulan, aku sudah jarang sekali mengalami mual muntah bahkan sampe gak pernah kalau bukan karena mencium bau yang sensitif di hidungku.
Dan alasanku akhirnya berbuahkan hasil Bimo melonggarkan lengannya. Tapi, bukannya melepaskanku, yang ada dia membalikan posisi tidurku menjadi menghadap ke arahnya.
"Selamat pagi istriku yang cantik." Aku menahan bibirnya saat dia ingin menciumku. Mendorongnya dengan kasar. Membuat dia membuka matanya dan mengernyit menatapku bingung.
"Ish! Jangan cium-cium!" ketusku, mendorong tubuhnya agar manjauh lalu bangkit dan turun dari tempat tidur.
"Ada apa , Sayang? Pagi-pagi sudah marah-marah?"
"Ada apa! Ada apa! Pikir aja sendiri. Kamu itu sudah punya istri bahkan sebentar lagi akan jadi seorang ayah. Masih sempet aja mimpiin cewe lain. Nyebelin banget sih!" ucapku dengan nada menyindir dan meledak-ledak.
Bimo mengangkat kepalanya lalu membopongnya dengan sikutnya. Kerutan di keningnya semakin dalam menatapku bingung. Mungkin dia masih mencerna ucapanku barusan.
"Ish!! Dasar om-om mesum. Sekali mesum tetep aja mesum meski sudah punya anak juga!!" bentakku lalu menarik bantal dan melemparnya pada wajahnya dengan keras.
Aku berbalik dan masuk ke dalam kamar mandi. Tak lupa menutup pintu membanting dengan keras.
"Hei? Ada apa, pagi-pagi marah-marah tidak jelas. Huft... aku memang tidak pernah mengerti dengan sikap wanita! Susah sekali di tebak," terial Bimo frustasi dari dalam kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Last Happiness (TELAH TERBIT)
RomanceSequel Of The Story 'My Possessive Hero' Masalah itu datang silih berganti dalam kehidupan rumah tangga Anna dan Bimo. Apakah Anna akan berhasil menerobos dinding kekuatan cinta itu? Jika ternyata ia yang akan berjuang sendiri disini? Tanpa Bimo yan...