Bagian 23

49.5K 2.8K 346
                                    

Hari ini hari libur, sejak tadi pagi aku sama sekali tidak keluar dari kamar. Dan kurasa Bimo pun belum bangun. Karena dia belum masuk ke dalam kamar untuk mandi juga tidak terdengar suaranya diluar kamar.

Semalam aku terbangun dan memikirkan ucapan Firly kemarin. "...tapi setidaknya jaga perasaan suami lo yang ingat semuanya. Semuanya tentang yang kalian... Lo pikir hati suami lo gak hancur saat dia dengar isterinya jalan mesra sama cowo lain? Hancur Ann, tapi dia selalu nutupin semuanya dari lo..." Firly bener, tidak seharusnya aku menghabiskan banyak waktu dengan pria lain saat statusku sebagai isteri orang.

Aku bukan tidak berusaha untuk mengingat semuanya. Tapi, bagaimana lagi? Aku tidak bisa terus memaksakan untuk mengingat, kalau tidak kepalaku akan sakit.

Aku tidak mau terus berada dalam keadaan sekarang. Aku tidak mau lagi merasakan perasaan bersalah tiap kali aku melihat wajahnya yang sedih karena di acuhkan olehku. Dan karena itu aku harus mengambil keputusan.

Ya, aku harus mengambil keputusan!

Saat keluar dari kamar, ternyata Bimo sudah tidak berada di ruangan kerjanya. Pandanganku langsung beralih pada suara air di sayap kanan rumah ini. Dan aku langsung bergegas melangkah ke arah suara.

Benar dugaanku, Bimo yang berenang. Tanpa menyapa atau mengeluarkan suara aku langsung duduk si kursi yang berada di sisi kolam. Menunggu dia menyadari keberdaanku.

Tak lama Bimo naik dari kolam saat dia melihatku yang menunggunya. Dia mengambi handuknya dan duduk di kursi di sebelahku.

"Om, ada yang mau aku bicarain," ucapku serius tidak ingin basa-basi.

Bimo meraih minuman di atas meja. "Apa? Bicara aja," ucapnya santai sambil meminum orange juice nya.

Aku menguatkan hati untuk mengatakan semuanya. Ini sudah tidak bisa di tahan-tahan lagi. Bimo harus tahu yang sebenarnya.

Aku menatap Bimo ragu-ragu. Kedua tanganku saling meremas. Aku belum siap menerima responnya nanti setelah tahu apa yang mau aku bicarakan. Semoga saja dia tidak marah dan mau mengerti kenapa aku melakukan semuanya.

"Mau bicara apa, Anna? Ayo katakan saja. Apa ada yang sedang kamu inginkan?" tanyanya memecah keheningan karena aku tak kunjung menyuarakan apa yang ingin aku katakan.

Aku menghela napas sebelum mengatakan semuanya. "Aku mau pulang..."

Tidak ada respon apapun dari Bimo. Dia hanya mengernyitkan dahinya menatapaku bingung. "Pulang?" Aku mengangguk menjawab pertanyaannya. "Maksud kamu? Bukannya ini sudah dirumah?"

Aku menatap Bimo yang bingung dam sepertinya masih sibuk mencerna ucapan ku. "Pulang. Ke rumah Mama sama Papa ke Itali."

Barulah setelah aku mengucapkan itu. Senyum samar terlihat dari bibirnya. Bimo kembali meraih gelasnya dan meminumnya. "Jadi kamu mau berlibur kesana? Baik, kita akan cari waktunya nanti. Sepertinya kita memang perlu berlibur."

"Hanya aku, tidak dengan kamu," ucapku sukses membuat senyuman di wajahnya berubah datar.

"Maksud kamu? Sebenarnya apa yang mau kamu bicarakan Anna? Aku tidak mengerti." Dia menaikan nada bicaranya, tidak marah tapi terkesan bingung.

"Ya, aku mau pulang ke rumah orangtuaku. Aku gak bisa lagi jalani hubungan ini, kak." Kali ini raut wajahnya berubah keras.

"Aku tidak mengerti apa yang mau kamu sampaikan."

"Aku gak bisa terus-terusan melihat kakak tersakiti karena aku selalu tidak mengacuhkan kakak. Aku mau kita mengakhiri semuanya," tambahku dengan yakin.

My Last Happiness (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang