Chapter 13

1.8K 178 101
                                    

10 tahun kemudian.

Suasana ballroom sebuah hotel terlihat elegan dengan dekor bunga berwarna pastel menghiasi ruangan.

Seorang perempuan cantik berambut panjang tergerai indah bak bidadari dengan dress off shoulder  yang sangat anggun berwarna blush pink dengan aksen bunga menambah kemewahan, berjalan menuju ruang pelaminan dimana sang mempelai berada, tapi langkahnya harus terhenti karena acara pelemparan buket pengantin sedang berlangsung.

Seperti takdir yang sudah digariskan, tak sengaja dia bertubrukkan dengan seorang lelaki tampan bermata tajam dan tampak dewasa dengan jas putih yang membalut tubuhnya yang kekar.

Seperti takdir yang sudah digariskan, tak sengaja dia bertubrukkan dengan seorang lelaki tampan bermata tajam dan tampak dewasa dengan jas putih yang membalut tubuhnya yang kekar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maaf," ucap keduanya saling menatap siapa gerangan yang tak sengaja mereka tubruk.

Waktu seakan berhenti saat di depannya berdiri orang yang sangat dirindukan. Jantung mereka berdetak cepat mengaliri getaran yang terasa hangat di dada. Sampai keduanya tersadar saat sebuah buket bunga terlempar tepat ke tangan sang perempuan. Sontak semua mata termasuk sang mempelai melihat ke arah buket itu jatuh.

"Apriiil...!!!" teriak mempelai pria yang membuat perempuan itu sadar dan mengarahkan padangannya pada mempelai pria yang melambaikan tangan dengan senyum terkembang di bibirnya. Tanpa menoleh lagi pada lelaki yang ditabraknya, April berjalan ke arah pelaminan.

"Congrats... El." April mencium pipi dan memeluk El yang hari ini menikah. "Semoga pernikahan kalian sakinah, mawadah, warahmah, barakah, bahagia, dan awet sampe kakek-nenek."

"Aamiin. Makasih kamu udah dateng ke nikahan aku, semoga kamu cepet nyusul. I miss you, Prill." El semakin mengeratkan pelukannya.

"Ehem...!" terdengar suara seorang perempuan berdehem di samping mereka, yang membuat pelukan El dan April terlepas.

"Eh... istriku tercinta." El beralih memeluk istrinya. "Kenalin nih sahabat aku dari kecil, April. Pril, kenalin nih istri tercintaku, Arabella."

Keduanya tersenyum sambil mengulurkan tangan dan menempelkan pipi kiri dan kanan.

"April."

"Bella."

"Once again congrats ya, El." Sekali lagi April memeluk El lalu dia turun dari pelaminan.

Setelah beramah tamah dengan keluarga El dan menyapa teman-teman kuliahnya, dia berjalan keluar dari ballroom, tapi saat kakinya mencapai lobi, seseorang menarik tangannya sampai tubuh April terputar ke belakang dan menubruk dada bidang seorang lelaki. Dia terpekik kaget mendapati lelaki yang sudah sepuluh tahun dia coba lupakan dari hati dan pikirannya merangkul pinggangnya.

"Long time no see," ucap lelaki itu yang ternyata Nail dengan masih memeluk April.

April mencoba melepaskan pelukan Nail, tapi bukannya terlepas, Nail semakin erat memeluknya. April tak dapat berkata apa-apa, dia hanya bisa menatap lelaki itu dengan perasaan marah, kecewa, bahagia, dan rindu yang menjadi satu.

"Bisa kita bicara?"

Saat April akan menjawab perkataan Nail, dari belakang seorang perempuan memanggilnya. Sontak pelukan mereka terlepas.

"Nail!"

Dan detik itu juga April tersadar kalau kesempatan dia bersama dengan Nail, lelaki yang dari dulu sampai sekarang dia cintai tak akan pernah bersatu.

"Aku cari kamu ternyata kamu di sini. Apa kita akan pulang sekarang?" tanya perempuan, yang kini tangannya bergelayut manja di tangan Nail.

"How are you Marsha?" April menyapa Marsha yang belum menyadari kehadirannya.

Marsha memalingkan pandangannya dari Nail ke asal suara. "April?" Marsha syok melihat April.

April tersenyum, kemudian dua perempuan cantik itu saling menempelkan pipi mereka, berpelukan, dan bersalaman.

"Oh my God... you look more beautiful than ten years ago. I am fine, and how about you?"

"I am fine too," jawab April.

"Gimana kalo kita ngobrolnya di dalem?" Marsha mengajak April untuk masuk kembali ke ballroom.

"That's sound nice." April melihat jam tangan gold-nya, "But I am sorry, I have to go." Kepala April ditengokkan ke arah mobil Ferrari hitam yang beberapa menit lalu sudah menunggunya di depan lobi hotel. "Sopir aku udah nunggu." April kembali mencium pipi kiri dan kanan Marsha lalu beralih menjabat tangan Nail. "Nice to meet you." April memberikan senyum terbaiknya walaupun dalam hati dia masih merasakan sakit karena cinta yang tak pernah dia dapat dari Nail. "Bye," pamit April, kemudian dia berjalan ke arah mobil dimana sopirnya sudah menunggunya.

"Dia tambah cantik ya, Nail."

Nail yang menatap kepergian April dengan tatapan sedih kini pandangannya dia arahkan ke Marsha dan memaksakan tersenyum pada perempuan itu. "Mau pulang sekarang?"

Marsha mengangguk, dia tahu kalau dalam hati Nail masih menyimpan cinta yang begitu besar untuk April.

Sepulangnya April dari pesta pernikahan El, dia langsung menuju kamarnya. Berjalan ke arah balkon dan menyentuh bunga mawar dari pot yang terdekat dengannya sampai pada pot yang terjauh dengan pintu kamarnya.

"Kenapa cinta ini masih ada di hatiku?" April bertanya pada bunga mawar yang disentuhnya seakan bunga-bunga itu adalah temannya. Air mata April keluar. Jika saja El tidak menikah, dia tidak akan pulang ke Indonesia dan bertemu dengan lelaki yang sudah sepuluh tahun ini coba dia lupakan.

"Maaf Non, Nyonya menelepon," perkataan Mbok Jum membuat April tersadar dan dia segera menyeka air matanya.

"Makasih Mbok," April mengucapkan terima kasih dan mengambil telepon dari tangan mbok Jum.

"Ia Mam."

"..."

"Baiklah, aku setuju untuk menikah dengan Verrel." Air mata April kembali turun saat dia mengatakan itu. Andai saja Nail mencintainya, dia tidak akan menerima untuk dijodohkan dengan salah satu anak dari rekan bisnis ayahnya.

"..."

"Minggu depan? Secepat itu?" tubuh April melemas.

"..."

"Terus mama sama papa kapan ke Indonesia?"

"..."

"Oke Mam. I love you." April menutup teleponnya. Tubuhnya luruh ke lantai.

--- ALDP ---

Antara London Dan ParisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang